Sekretaris Umum Fatayat NU: Implementasi UU TPKS Perlu Kolaborasi antara Stakeholder dan Masyarakat
Sekretaris Umum Fatayat NU Margaret Aliyatul Maimunah mengatakan bahwa korban kasus kekerasan seksual hari ini tidak hanya dialami perempuan.
Penulis: Reza Deni
Editor: Adi Suhendi
Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Fatayat NU Margaret Aliyatul Maimunah mengatakan bahwa korban kasus kekerasan seksual hari ini tidak hanya dialami perempuan.
Beberapa temuan terakhir, dikatakan dia, kasus kekerasan seksual juga dialami laki-laki.
Hal ini tentunya menjadi atensi khusus yang harus diperhatikan bersama.
"Hari ini siapa pun bisa menjadi korban pelecahan dan kekerasan seksual. Karena korbannya tidak saja terjadi pada perempuan, tapi juga dialami oleh kalangan laki-laki," ujar Margaret dalam seminar dan halaqoh Bu Nyai se-Kota Tangerang dengan tajuk Implementasi Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), di Gedung MUI Kota Tangerang, Senin (4/7/2022).
Dia berharap kepada kader Fatayat NU Kota Tangerang untuk memperhatikan empat langkah dalam menangani kasus kekerasan seksual.
Pertama yakni pencegahan, penanganan, perlindungan korban, dan menuntut aparat hukum untuk menindak tegas pelaku kekerasan seksual.
Baca juga: Menteri PPPA Bintang Puspayoga Kenang Support Luar Biasa Almarhum Tjahjo Kumolo untuk UU TPKS
Dia menyampaikan bahwa kasus kekerasan seksual merupakan fenomena yang harus dicegah bersama-sama, karena kasus kekerasan seksual bukanlah sesuatu yang bisa diprediksi.
“Korban kekerasan seksual itu mengalami trauma psikis yang hebat. Secara psikologis, mentalnya akan terguncang. Karenanya, dalam melakukan pendampingan korban kekerasan seksual perlu penangan khusus. Di samping itu, implementasi UU TPKS perlu kolaborasi bersama stakeholder dan seluruh masyarakat," kata dia.
Lebih lanjut, dia menambahkan soal definisi kekerasan seksual harus dipahami dengan baik agar tidak salah dalam mengartikannya.
Baca juga: Komnas Perempuan Sebut Perlu Penguatan Lembaga Polri dalam Pelaksanaan UU TPKS
Adapun definisi tersebut telah diatur dalam Pasal 4 Ayat 2 dalam UU TPKS yang baru saja disahkan.
"Definisi soal kekerasan seksual itu sangat luas, yakni pemerkosaan, pelecehan, persetubuhan terhadap anak, perbuatan melecehkan terhadap anak, eksploitasi seksual terhadap anak, dan perbuatan melanggar kesusilaan yang bertentangan dengan kehendak korban," kata Margaret.
Margaret menegaskan secara luas soal kekerasan seksual tidak hanya sebatas itu saja.
Seiring perkembangan teknologi yang kian pesat, kekerasan dalam bentuk pelecahan seksual bisa terjadi secara visual dalam dunia digital, bahkan bisa mengancam secara fisik jika tidak dicegah.
“Kekerasan dan pelecehan seksual bisa terjadi secara daring, hal itu diawali dengan grooming di media sosial. Melakukan bujuk rayu untuk meminta foto bernuansa pornografi. Selepas itu, pelaku akan mengancam fotonya untuk disebar, mau tidak mau korban pun akan takut dan pada akhirnya di lecehkan," ujar mantan Komisioner KPAI periode 2017-2022 ini.
Baca juga: Diperlukan Komitmen Kuat untuk Mengakselerasi Implementasi UU TPKS
Dia melanjutkan dunia digital bagaikan pisau bermata dua, di satu sisi memiliki manfaat, satu sisi lainnya memiliki mudharat.
Terlebih, dikatakan Margaret, dunia digital sangat berbahaya pada perkembangan anak, karena konten yang tersebar di dunia digital mengandung pornografi, tidak bisa dibatasi, belum lagi soal pelecehan yang diawali dengan grooming.
“Pencegahan tersebut tidak bisa kita lakukan oleh segelintir pihak saja. Dibutuhkan kerja bersama dalam melakukan pencegahan, penanganan dan pendampingan kasus kekerasan seksual, terlebih dalam arus perkembangan dunia digital yang makin pesat," ujar dia.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.