Resmi Ajukan Gugatan Presidential Threshold 20 Persen ke MK, Ini Alasan PKS
Presiden PKS, Ahmad Syaikhu menyebut ada dua pemohon dalam uji materi ini. Pertama DPP PKS dan kedua Ketua Majelis Syura PKS, Salim Segaf Aljufri.
Penulis: Abdi Ryanda Shakti
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) resmi mengajukan gugatan terkait Pasal 222 UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur Presidential Threshold (ambang batas pencalonan Presiden) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Presiden PKS, Ahmad Syaikhu menyebut ada dua pemohon dalam uji materi ini. Pertama DPP PKS dan kedua Ketua Majelis Syura PKS, Salim Segaf Aljufri.
Gugatan itu telah diterima dengan nomor tanda terima 69-1/PPU/PAN.MK/AP3.
"Untuk mendaftarkan secara langsung permohonan, uji materi pasal 222 UU No. 7 tahun 2017, tentang Pemilu terkait President Threshold (PT)," kata Syaikhu kepada wartawan di MK, Jakarta Pusat, Rabu (6/7/2022).
Syaikhu menuturkan ada tiga alasan PKS mengajukan uji materi soal Undang-Undang tersebut.
Pertama, PKS sebagai penyambung lidah rakyat yang menolak Presiden Threshold 20 persen kursi DPR dan 25 persen suara nasional.
Baca juga: Presiden PKS Pimpin Pengajuan Permohonan Uji Materi Presidential Treshold 20 Persen ke MK Hari Ini
"Kami PKS hadir di MK, sebagai penyambung lidah bagi rakyat yang menginginkan adanya perubahan aturan President Threshold 20 persen keputusan tersebut diambil setelah kami bertemu dan mendengarkan aspirasi masyarakat untuk menolak aturan PT 20 % ," ucapnya.
Alasan kedua, lanjut Syaikhu, PKS ingin memperkuat sistem demokrasi dengan memberi peluang lebih banyak calon Presiden (capres) dan Wakil Presiden (cawapres).
"Ketiga, kami ingin mengurangi polarisasi di tengah masyarakat akibat hanya ada dua kandidat capres dan cawapres," ucapnya.
Pengajuan judicial review ini tidak dilakukan secara asal-asalan. Syaikhu mengaku tim dari PKS sudah mengkaji 30 permohonan judicial review ke MK sebelumnya.
"MK menyebut bahwa angka PT ini sebagai open legal policy, pembentuk UU. PKS sepakat dengan argumentasi ini, namun open legal policy ini seharusnya disertakan dengan landasan, rasional proporsional agar tidak bertentangan dengan UUD RI 1945," ungkapnya.
"Kami juga telah mencermati keputusan MK nomor 74/PUU-XVIII/2020 yang menyatakan bahwa partai politik, atau gabungan partai politik peserta Pemilu memiliki legal standing untuk ajukan permohonan pengujian konstitusional pasal 222 UU No 7 tahun 2017," ungkapnya.