Formappi: Idealnya Tidak Perlu Ada Presidential Threshold pada Pilpres
Presidential Threshold atau ambang batas pencalonan presiden yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Penulis: Naufal Lanten
Editor: Hasanudin Aco

Laporan Reporter Tribunnews.com, Naufal Lanten
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presidential Threshold atau ambang batas pencalonan presiden yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ramai diperbincangkan.
Adapun Pasal 222 UU No. 7 tahun 2017 tentang Presidential Threshold mengatur bahwa ambang batas pencalonan presiden adalah harus memiliki 20 persen kursi DPR dan 25 persen suara nasional.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai sebaiknya Presidential Threshold ditiadakan karena dianggap membatasi kepesertaan pemilu.
“Saya kira memang idealnya tidak perlu ada itu presidential treshold. Apa sih membatasi,” kata Lucius Karius dalam sebuah diskusi virtual yang diselenggarakan The Indonesian Institute (TII), Jumat (8/7/2022).
Baca juga: Gerindra Tak Ingin Ikuti Jejak PKS Mengajukan Judicial Review ke MK terkait Presidential Treshold
“Jangankan penduduk umumnya, partai politik yang sudah menjadi peserta pemilu pun dibatasi,” ujarnya menambahkan.
Luis, sapaan akrabnya, menambahkan bahwa ketentuan amban batas pencalonan presiden tidak relevan dengan situasi saat ini.
Sebab aturan tersebut masih menggunakan hasil pada Pemilu periode lalu.
Sedangkan Indonesia saat ini tengah mencoba Pemilu serentak yang akan dihelat pada 2024 mendatang.
“Ini kan logika sesat begitu ya. Kita sedang bikin Pemilu baru tapi menggunakan hasil pemilu yang lama,” ucap Luis.
“Pada saat yang sama dia menerima ada peserta baru. Jadi itu aja sulit untuk dipahami. Jadi mestinya tidak penting itu treshold itu,'' katanya menambahkan.
Ia mengungkap sejumlah alasan yang menyebabkan bahwa tidak perlu ada Presidential Treshold.
Dengan pembatasan tersebut, lanjut dia, nantinya akan memunculkan calon presiden (capres) yang sedikit sehingga rawan terhadap konflik hingga polarisasi.
Menurutnya, jika aturan ambang batas itu dicabut maka akan memunculkan banyak capres yang dapat maju di Pilpres, sehingga masyarakat punya banyak alternatif untuk memilih.