Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Rp 64,94 Miliar Dana Masuk Rekening ACT Bersumber dari Luar Negeri, Dana Keluar Negeri Rp 52,94 M

PPATK mencatat sebanyak Rp 64,94 miliar dana masuk rekening ACT yang bersumber dari luar negeri. Sedangkan dana yang tercatat keluar negeri Rp 52,94 M

Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Rp 64,94 Miliar Dana Masuk Rekening ACT Bersumber dari Luar Negeri, Dana Keluar Negeri Rp 52,94 M
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mengungkapkan PPATK mencatat sebanyak Rp 64,94 miliar dana masuk rekening ACT yang bersumber dari luar negeri. Sedangkan dana yang tercatat keluar negeri senilai Rp 52,94 Miliar. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mengungkapkan pihaknya mencatat sejumlah data transaksi dari dan ke Indonesia yang terkait dengan ACT selama periode 2014 hingga Juli 2022.

Ivan Yustiavandana menjelaskan sebanyak Rp 64.946.453.925 atau Rp 64,94 miliar dana masuk yang bersumber dari luar negeri.

Sedangkan dana yang tercatat keluar negeri sebanyak Rp 52.947.467.313 atau Rp 52,94 miliar.

"Penghimpunan dan penyaluran bantuan harus dikelola dan dilakukan secara akuntabel serta dengan memitigasi segala risiko baik dalam penghimpunan maupun penyaluran dana kemanusiaan," kata Ivan Yustiavandana.

Baca juga: Dituduh Ikut Nikmati Dana Umat ACT, Fauzi Baadilla: Gue Kerja Sukarela

Diketahui PPATK menghentikan sementara transaksi di CIF pada lebih dari 300 rekening yang dimiliki oleh lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) yang tersebar di 41 penyedia jasa keuangan (PJK).

"PPATK telah melakukan penghentian sementara transaksi di 141 CIF pada lebih dari 300 rekening yang dimiliki oleh ACT," kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana, Kamis (7/7/2022).

Ia menyebutkan, pemerintah telah menetapkan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2017 yang pada intinya meminta setiap ormas yang melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran sumbangan untuk mengenali pemberi (know your donor) dan mengenali penerima (know your beneficiary), serta melakukan pencatatan dan pelaporan yang akuntabel mengenai penerimaan bantuan kemanusiaan tersebut.

BERITA REKOMENDASI

"Itu sebagai respons PPATK atas hasil penilaian risiko tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme, dan teridentifikasinya beberapa kasus penyalahgunaan yayasan untuk sebagai media pencucian uang dan pendanaan terorisme," terangnya.

PPATK juga mengharapkan pihak yang melakukan kegiatan pengumpulan dan penyaluran dana bantuan kemanusiaan tidak resisten untuk memberikan ruang bagi pengawasan oleh pemerintah.

Karena aktivitas yang dilakukan oleh pihak penggalang dana dan donasi melibatkan masyarakat luas dan reputasi negara.

"PPATK menyatakan berkomitmen untuk bekerja sama dengan Kementerian/Lembaga (K/L) terkait termasuk Aparat Penegak Hukum (Apgakum) dan Kementerian Sosial selaku Pembina Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) dalam menyikapi permasalahan yang menarik perhatian masyarakat ini," ucap Ivan.

Baca juga: Setuju Internal Aksi Cepat Tanggap Dievaluasi, MUI: ACT Adalah Aset, Jangan Sampai Dimatikan

Menurutnya, menyumbang dan berbagi memang dianjurkan oleh seluruh ajaran agama. Akan tetapi para donatur hendaknya waspada dalam memilih ke mana atau melalui lembaga apa sumbangan itu akan disalurkan.


Namun, dia juga mengimbau kepada masyarakat agar masyarakat dalam hal ini para penyumbang, lebih berhati-hati karena sangat mungkin sumbangan yang disampaikan dapat disalahgunakan oleh oknum untuk tujuan yang tidak baik.

"Beberapa modus lain yang pernah ditemukan oleh PPATK di antaranya penghimpunan sumbangan melalui kotak amal yang terletak di kasir toko perbelanjaan, yang identitasnya kurang jelas dan belum dapat dipertanggungjawabkan akuntabilitasnya," pungkas Ivan.

Dugaan Adanya Aliran Dana ke Kelompok Al-Qaeda

Sebelumnya PPATK menyebut adanya dugaan aliran dana dari lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) ke kelompok teroris Al-Qaeda.

Kepala PPATK Ivan Yustiavanda menjelaskan pihaknya terus mendalami terkait dugaan aliran dana tersebut.

Dari penyelidikan sementara ada transaksi yang diduga mengalir ke salah satu anggota Al-Qaeda yang pernah ditangkap pihak kepolisian di Turki.

Hal itu disampaikan Ivan saat konferensi pers di Gedung PPATK, Jakarta, Rabu (6/7/2022).

"Beberapa nama yang PPATK kaji berdasarkan hasil koordinasi dan hasil kajian dari database yang PPATK miliki itu ada yang terkait dengan pihak yang masih diduga, patut diduga terindikasi pihak, yang bersangkutan pernah ditangkap, menjadi salah satu dari 19 orang yang ditangkap oleh kepolisian di Turki karena terkait dengan Al-Qaeda," kata Ivan Yustiavanda.

Baca juga: PPATK Tidak Akan Terima Permintaan Audiensi ACT, Alasannya Undang-Undang

Meski demikian, Ivan mengatakan pihaknya perlu mendalami lebih detail soal dugaan aliran dana tersebut. 

Dia juga tak menutup kemungkinan untuk menggandeng pihak lain dalam melakukan penelurusan itu.

Sehingga, akan terbukti bahwa adanya dugaan aliran dana tersebut atau hanya sebuah kebetulan.

"Ini masih dalam kajian lebih lanjut, apakah ini memang ditujukan untuk aktivitas lain atau ini secara kebetulan," terangnya.

Blokir 60 Rekening ACT

Ivan mengatakan PPATK telah melakukan analisis terhadap lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT) sejak tahun 2018, lalu.

Dia menyebut PPATK telah melakukan analisis penghimpunan dana publik yang dilakukan oleh ACT melalui penelusuran transaksi keuangan lembaga tersebut.

Dimana, perputaran dana yang masuk melalui ACT tersebut mencapai Rp 1 triliun per tahunnya. 

Lebih jauh, Ivan menemukan sebuah kasus yang melibatkan salah satu pihak perusahaan yang melakukan transaksi dengan yayasan ACT senilai Rp 30 miliar.

Dan ternyata pemilik perusahaan tersebut juga adalah salah satu pendiri lembaga tersebut.

"Kami menemukan ada transaksi lebih dari dua tahun senilai Rp 30 miliar yang ternyata transaksi itu berputar antara pemilik perusahaan yang notabene juga salah satu pendiri yayasan ACT," terangnya.

Atas temuannya itu, Ivan langsung mengambil langkah dengan melakukan pembekuan atas 60 rekening yang berafiliasi dengan Yayasan ACT mulai hari ini.

"Kami putuskan untuk menghentikan sementara transaksi atas 60 rekening atas nama yayasan ACT di 33 penyedia jasa keuangan," tegas Ivan.

Selain itu, pihaknya menyebut bahwa Yayasan ACT melakukan transaksi dengan lembaga luar negeri atau entitas asing.

Dimana angka tersebut terbilang fantastis.

Berdasarkan data yang ada, PPATK temukan lebih dari 2.000 kali transaksi yang dilakukan ACT dengan pihak-pihak asing di luar negeri.

Bahkan, nominalnya mencapai Rp 64 miliar.

"Kegiatan entitas yayasan ini juga bertransaksi dengan 10 negara yang paling besar menerima dan mengirim ke yayasan tersebut berdasarkan laporan 2014-2022," kata Ivan.

Baca juga: Sebut Pencabutan Izin ACT Tak Bisa Dibatalkan, Kemensos: Harus Ajukan Izin Baru Secara Bertahap

Kemensos Cabut Izin ACT

Mulai Selasa (5/7/2022), Kementerian Sosial mencabut izin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) yang telah diberikan kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap atau ACT Tahun 2022.

Hal ini lantaran dugaan pelanggaran peraturan yang dilakukan oleh pihak Yayasan.

Pencabutan itu dinyatakan dalam Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 133/HUK/2022 tanggal 5 Juli 2022 tentang Pencabutan Izin Penyelenggaraan Pengumpulan Sumbangan Kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) di Jakarta Selatan yang ditandatangani oleh Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendy pada Selasa (5/7/2022).

PPATK mengungkap Lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT) diduga memakai uang donasi untuk kepentingan bisnis perusahaan yang terafiliasi milik pempinananya.

“Jadi alasan kita mencabut dengan pertimbangan karena adanya indikasi pelanggaran terhadap Peraturan Menteri Sosial sampai nanti menunggu hasil pemeriksaan dari Inspektorat Jenderal baru akan ada ketentuan sanksi lebih lanjut,'' kata Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendi melalui keterangan tertulis, Rabu (6/7/2022).

Berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan berbunyi "Pembiayaan usaha pengumpulan sumbangan sebanyak-banyaknya 10 persen (sepuluh persen) dari hasil pengumpulan sumbangan yang bersangkutan".

Sedangkan dari hasil klarifikasi, Presiden ACT lbnu Khajar mengatakan bahwa menggunakan rata-rata 13,7 persen dari dana hasil pengumpulan uang atau barang dari masyarakat sebagai dana operasional yayasan.

Angka 13,7 persen tersebut tidak sesuai dengan ketentuan batasan maksimal 10 persen.

Sementara itu, PUB Bencana seluruhnya disalurkan kepada masyarakat tanpa ada biaya operasional dari dana yang terkumpul.

"Pemerintah responsif terhadap hal yang sudah meresahkan masyarakat dan selanjutnya akan melakukan penyisiran terhadap izin-izin yang telah diberikan kepada yayasan lain dan untuk memberikan efek jera agar tidak terulang kembali," kata Muhadjir.

Pada Selasa (5/7/2022) Kementerian Sosial telah mengundang pengurus Yayasan ACT yang dihadiri oleh Presiden ACT Ibnu Khajar dan pengurus yayasan untuk memberikan klarifikasi dan penjelasan terkait dengan pemberitaan yang berkembang di masyarakat.

ACT Lakukan Pelanggaran

Direktur Potensi dan Sumber Daya Sosial Kemensos Raden Rasman memastikan lembaga amal Aksi Cepat Tanggap (ACT) melakukan pelanggaran.

Pelanggaran tersebut, kata Rasman, menjadi dasar pencabutan izin Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) dari ACT.

"Boleh saja menjawab bahwa memang ada ketentuan-ketentuan yang memang sesuai aturan itu ada pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh ACT," ucap Rasman, Kamis (7/7/2022).

Pelanggaran yang dilakukan, kata Rasman, berupa pemotongan biaya donasi sebesar 13,7 persen.

Padahal, menurut aturan, maksimal pemotongan donasi hingga 10 persen.

Saat pemeriksaan, Rasman mengatakan pihak ACT mengaku telah menarik biaya sebesar 13,7 persen.

"Itu sudah disampaikan ketika pemanggilan oleh Kemensos, itu ACT menyampaikan bahwa penggunaan untuk biaya PUB rata-rata 13,7 persen," kata Rasman.

Rasman menegaskan Kemensos telah membuat keputusan sesuai peraturan yang berlaku.

"Kalau saya itu hak mereka untuk memberikan informasi, tapi Kemensos tetap sesuai dengan perundang-undangan," pungkas Rasman.

Seperti diketahui, Kemensos mencabut izin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) yang telah diberikan kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Tahun 2022, terkait adanya dugaan pelanggaran peraturan yang dilakukan oleh pihak yayasan.

Pencabutan itu dinyatakan dalam Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 133/HUK/2022 tanggal 5 Juli 2022 tentang Pencabutan Izin Penyelenggaraan Pengumpulan Sumbangan Kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap di Jakarta Selatan yang ditandatangani oleh Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendy pada Selasa (5/7/2022).

“Jadi alasan kita mencabut dengan pertimbangan karena adanya indikasi pelanggaran terhadap Peraturan Menteri Sosial sampai nanti menunggu hasil pemeriksaan dari Inspektorat Jenderal baru akan ada ketentuan sanksi lebih lanjut”, kata Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendi. (tribun network/yuda)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas