Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Wakil Ketua Umum Partai Garuda Nilai Pasal Menghina Presiden dalam RKHUP Tak Perlu Jadi Polemik

Wakil Ketua Umum Partai Garuda Teddy Gusnaidi angkat bicara mengenai pasal menghina presiden dalam RKUHP.

Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Wahyu Aji
zoom-in Wakil Ketua Umum Partai Garuda Nilai Pasal Menghina Presiden dalam RKHUP Tak Perlu Jadi Polemik
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Sejumlah mahasiswa melakukan aksi demonstrasi di kawasan Patung Kuda, Monas, Jakarta Pusat, Selasa (21/6/2022). Dalam aksinya, mereka menolak draf RKUHP yang memuat pasal-pasal problematika berupa living law, soal pidana mati, contempt of court, penyerangan harkat dan martabat presiden, aborsi, hate speech, kohabitasi, pidana untuk demonstrasi tanpa pemberitahuan, hingga penghinaan terhadap penguasa. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Partai Garuda Teddy Gusnaidi angkat bicara mengenai pasal menghina presiden dalam RKUHP.

Ia menilai ancaman penjara dalam pasal menghina presiden di RKHUP seharusnya tidak menjadi polemik.




Sebab, kata Teddy, menghina tidak dapat dibenarkan baik secara ajaran agama maupun adab dimasyarakat.

"Kenapa hal negatif ini dianggap hal positif, sehingga tidak boleh dilarang jika ada yang melakukan penghinaan?" tanya Teddy dalam keterangan tertulis, Jumat (8/7/2022).

Teddy menuturkan hal yang perlu ditentang bila RKHUP melarang seseorang mengkritik dan  mengeluarkan pendapat.

Sebab, hal tersebut bertentangan dengan demokrasi dan UUD 45. 

BERITA TERKAIT

"Karena negara Demokrasi itu bukanlah negara barbar, karena demokrasi itu bukan bebas sebebas-bebasnya. Kritik dan menghina itu dua hal yang berbeda," tuturnya.

"Bila mempermasalahkan kata dalam draft RKUHP bahwa kata

Baca juga: Draf RKUHP: Serang Fisik Presiden dan Wapres Diancam Penjara 5 Tahun

ini sebaiknya dihapus karena bisa menjadi multitafsir misalnya, itu wajar," tambah Teddy.

Tetapi, Teddy menilai tidak wajar bila menghapus pasal penghinaan.

"Itu kurang ajar, karena membiarkan warga negara menjadi barbar, membolehkan melanggar norma, adab dan ajaran agama," ujarnya.

Teddy pun mempertanyakan bila ada pihak yang beralasan adanya penghinaan kepada lembaga bukan orang secara personal.

"Kalau begitu, apakah orang boleh juga menghina agama? Organisasi? Suku, budaya dan sebagainya? Kan yang dihina bukan orang secara personal, tapi sesuatu yang berkaitan dengan orang tersebut. Saya yakin tidak akan ada yang setuju," ungkap Teddy.

Maka itu, Teddy mengingatkan bahwa menyerang kehormatan atau harkat dan martabat siapapun tentu tidak dibenarkan, termasuk terhadap Presiden.

Baca juga: Draf RKUHP: Hina Presiden dan Wakil Presiden Hingga Usik Tetangga Dipidana

"Ini hal yang normal yang dibuat seolah-olah tidak normal karena punya tujuan-tujuan tertentu," katanya. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas