Wacana KIB Duetkan Kader Partai dan Nonpartai di Pilpres 2024, Golkar: Harus Punya Manfaat Elektoral
Lamhot Sinaga menilai calon wakil presiden Koalisi Indonesia Bersatu harus sejalan dan bermanfaat secara elektoral bagi capres dan partai pengusung.
Penulis: Reza Deni
Editor: Adi Suhendi
Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPP Partai Golkar Lamhot Sinaga menilai calon wakil presiden Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) harus sejalan dan bermanfaat secara elektoral bagi capres dan partai pengusung.
Menurutnya, jika terealisasi wacana duet kader dan non kader dalam Pilpres 2024, diharapkan dapat diterima masyarakat luas.
"Sama nonpartai atau kader partai, cawapresnya harus bisa punya manfaat terhadap pasangan calon. misalnya manfaat eletoral dan elektabilitas," ujar Lamhot kepada wartawan, Rabu (20/7/2022)
Namun, secara spesifik, Lamhot menyebut belum ada kriteria yang dirumuskan secara bersama oleh KIB.
Anggota Komisi VII DPR RI itu mengatakan sampai saat ini KIB belum membahas capres dan cawapres secara spesifik dan resmi, termasuk jika KIB membuka peluang sosok cawapres berasal dari kalangan profesional atau non partai.
Baca juga: Buka Pintu kepada Parpol Lain Gabung, Pengamat Sebut KIB Coba Lakukan Terobosan
Terpenting saat ini, dikatakan Lamhot, adalah semangat KIB untuk mengusung kader internal untuk capres dan cawapres
"Kami dari Golkar, capresnya pak Airlangga. Nah cawapresnya dibuatkan kriteria yang bisa mengemban paltform dan visi misi KIB," ujar Lamhot.
Lebih lanjut, dia menambahkan tiga partai pendiri KIB sekarang tengah turun ke rakyat untuk menyosialisasikan koalisi dan visi misinya.
"Ini masih sangat dinamis, melihat perkembangan seperti apa?. Maka tidak ada masalah (cawapres diluar KIB) tapi, siapakah figur itu sampai saaat ini kita belum bahas," tegasnya.
Baca juga: Golkar Nilai Partai yang Hendak Gabung KIB Harus Bisa Ikuti Ritme Kerja
Sebelumnya, Ketua umum PPP Suharso Monoarfa mengatakan syarat utama bagi seseorang yang diusung sebagai kepala daerah hingga presiden adalah kader partai.
Menurut Suharso, hal tersebut merupakan tradisi yang tak boleh dirusak.
"Bung Karno sampai dengan Pak Jokowi, itu semua kader partai yang jadi presiden, betul tidak? Jadi kita berharap ke depan jangan dirusak tradisi itu," kata Suharso.
Baca juga: Pengamat: Jika KIB Ekspor Capres dari Luar Sama dengan Pertaruhkan Harga Diri
"Harusnya adalah kader partai, jadi siapa yang mau jadi presiden harus masuk ke partai karena setengah mati kita mengurusi partai terus ada orang lain cepluk masuk saja begitu," ia melanjutkan.
Meski begitu, menurut dia ada pengecualian bagi jabatan wakil yang bisa diisi oleh orang non partai untuk menunjukan Demokrasi.
"Kalau wakil presiden ya mungkin begitu ya, masih mungkin non partai, untuk menunjukkan bahwa partai politik itu demokratis dan bisa membuka peluang juga, jadi bukan dia berarti mendiskriminasi. Tapi juga orang partai politik jangan didiskriminasi selama profesional, jadi seimbang gitu ya. Jadi orang politik juga banyak yang profesional," ujar Suharso.