Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

BREAKING NEWS: Bareskrim Tetapkan Ahyudin dan Ibnu Khajar Jadi Tersangka Penyelewengan Dana ACT

Bareskrim Polri menetapkan pendiri Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin dan Presiden ACT Ibnu Khajar sebagai tersangka penyelewengan dana donasi.

Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Adi Suhendi
zoom-in BREAKING NEWS: Bareskrim Tetapkan Ahyudin dan Ibnu Khajar Jadi Tersangka Penyelewengan Dana ACT
Kolase Tribunnews.com
Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ibnu Khajar dan mantan Presiden ACT Ahyudin ditetapkan Bareskrim Polri jadi tersangka kasus penyelewengan dana donas. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bareskrim Polri menetapkan pendiri Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin dan Presiden ACT Ibnu Khajar sebagai tersangka kasus dugaan penyelewengan dana donasi di lembaga filantropi tersebut.

Penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik melakukan gelar perkara pada Senin (25/7/2022).

Hasilnya, keduanya ditetapkan sebagai tersangka.

"Pada pukul 15.50 WIB, mereka sudah ditetapkan sebagai tersangka," ujar Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Helfi Assegaf di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (25/7/2022).

Selain Ahyudin dan Ibnu Khajar, penyidik juga menetapkan dua tersangka lainnya berinisial HH selaku Anggota Pembina ACT dan NIA selaku Anggota Pembina ACT.

Baca juga: BREAKING NEWS: Polisi Tetapkan Tersangka Kasus Penyelewengan Dana ACT

Ia menyampaikan bahwa keempat tersangka kini masih belum diproses penahanan.

BERITA TERKAIT

Menurutnya, penyidik masih melakukan diskusi internal terkait rencana tersebut.

"Sementara kami masih melakukan diskusi internal terkait penangkapan dan penahanan," katanya.

Helfi Assegaf di Mabes Polri,
Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Kombes Pol Helfi Assegaf di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (25/7/2022). Ia mengumumkan Ahyudin dan Ibnu Khajar jadi tersangka penyelewengan dana donasi ACT.

Sebelumnya, Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan mengungkapkan ACT mengelola dana sosial dari pihak Boeing untuk disalurkan kepada ahli waris para korban kecelakaan pesawat Lion Air Boeing JT610 pada tanggal 29 Oktober 2018 lalu.

"Dimana total dana sosial atau CSR sebesar Rp 138.000.000.000," kata Ramadhan dalam keterangannya, Sabtu (9/7/2022).

Baca juga: Dugaan Penyelewengan Donasi, Bareskrim Polri Periksa Dua Petinggi ACT Jelang Penetapan Tersangka

Dijelaskan Ramadhan, dugaan penyimpangan itu terjadi era kepemimpinan mantan Presiden ACT Ahyudin dan Ibnu Khajar yang saat ini masih menjabat sebagai pengurus.

Mereka diduga memakai sebagian dana CSR untuk kepentingan pribadi.

"Pengurus Yayasan ACT dalam hal ini Ahyudin selaku pendiri merangkap ketua, pengurus dan pembina serta saudara Ibnu Khajar selaku ketua pengurus melakukan dugaan penyimpangan sebagian dana social/CSR dari pihak Boeing tersebut untuk kepentingan pribadi masing-masing berupa pembayaran gaji dan fasilitas pribadi," jelas Ramadhan.

Ramadhan menjelaskan bahwa kepentingan pribadi yang dimaksudkan memakai dana sosial untuk kepentingan pembayaran gaji ketua, pengurus, pembina hingga staff di yayasan ACT.

"Pihak yayasan ACT tidak merealisasikan/menggunakan seluruh dana sosial/CSR yang diperoleh dari pihak Boeing, melainkan sebagian dana sosial/CSR tersebut dimanfaatkan untuk pembayaran gaji ketua, pengurus, pembina, serta staff pada Yayasan ACT dan juga digunakan untuk mendukung fasilitas serta kegiatan/kepentingan pribadi Ketua Pengurus/presiden Ahyudin dan wakil Ketua Pengurus/vice presiden," beber Ramadhan.

Baca juga: Dana ACT Diduga Kuat Mengalir ke Jaringan Terorisme di Turki dan India

Ia menjelaskan ACT tak pernah mengikutisertakan ahli waris dalam penyusunan rencana maupun pelaksanaan penggunaan dana sosial atau CSR yang disalurkan Boeing.

"Pihak Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) tidak memberitahu kepada pihak ahli waris terhadap besaran dana sosial/CSR yang mereka dapatkan dari pihak Boeing serta pengunaan dana sosial/CSR tersebut," pungkas Ramadhan.

Dalam kasus ini, polisi mendalami Pasal 372 jo 372 KUHP dan/atau Pasal 45A ayat (1) jo Pasal 28 ayat (1) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 70 ayat (1) dan ayat (2) jo Pasal 5 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan dan/atau Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas