Upaya Mengatasi Kesenjangan Sistem Pendidikan Tinggi dan Kebutuhan Industri
Perguruan tinggi yang bermitra dengan industri harus bergerak cepat memastikan lulusan memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk era big data.
Penulis: Willem Jonata
Editor: Adi Suhendi
TRIBUNNEWS,COM, JAKARTA - Tak dipungkiri ada kesenjangan kompetensi antara sistem pendidikan tinggi dan kebutuhan industri yang dituntut adaptif terhadap kehadiran smart society 5.0.
Penguasaan teknologi big data diyakini dapat menjadi solusi mengatasi kesenjangan tersebut.
Direktur Utama IndoSterling Technomedia Tbk (TECH) Billy Andrian mengatakan bahwa data telah jadi aset bisnis strategis, sehingga setiap pekerjaan profesional harus beradaptasi dengan pola pikir baru ini.
Artinya, lanjut dia, perguruan tinggi yang bermitra dengan industri harus bergerak cepat memastikan lulusan memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk era big data.
Kurikulum yang ada harus ditinjau dan disesuaikan agar relevan dengan kebutuhan industri.
Baca juga: Menko PMK Minta Penyelenggara Pendidikan Siapkan Kompetensi Lulusan Vokasi
Masalahnya, kecepatan adaptasi kurikulum dengan kebutuhan industri akan sulit terjadi.
"Untuk itu edutech dapat menjadi solusi untuk memangkas jarak kualitas pada talenta yang ada,” kata Billy.
Kata dia, implementasi big data di edutech bisa jadi solusi.
Melalui seperangkat alat analisis big data bisa menjadi modal awal paling berharga untuk memetakan skill paling relevan di industri, baik untuk para pencari kerja maupun para pengajar.
Baca juga: Kemendikbudristek Ajak Para Pemangku Kepentingan Bantu Memajukan Pendidikan Indonesia
Edutech atau Education Technology dapat diartikan sistem pendidikan modern yang mengacu pada penggunaan peranti keras (hardware) dan peranti lunak (software), yang dirancang untuk meningkatkan kegiatan pembelajaran di ruang kelas serta meningkatkan hasil pendidikan.
Jika diimplementasikan pada edutech, maka big data tak hanya bisa mengurai benang kusut permasalahan kurikulum, tapi juga memegang peranan penting dalam memetakan kebutuhan bisnis yang sifatnya cepat.
Misalnya, dengan memanfaatkan kelebihan big data yang memberikan analisis prediktif dari data-data yang ada bisnis bisa memetakan kebutuhan talenta yang diselaraskan dengan visi untuk beberapa tahun ke depan.
Dari sana kemudian bisa disusun pipeline SDM untuk melacak kapan talenta dibutuhkan, seperti apa kemampuan yang diharapkan dan variabel lainnya.
Baca juga: Majukan Pendidikan di Indonesia, UPH Perkuat Sinergi Dengan Media Massa Sebagai Mitra Strategis
Menurut Billy, pemanfaatan big data tidak hanya berhenti dalam perencanaan. Kemampuan big data juga bisa dieksploitasi terkait dengan kebutuhan training yang dibutuhkan bisnis, sehingga solusi kebutuhan talenta tidak sekadar hanya berujung mendapatkan SDM (hiring).
“Tetapi juga memungkinkan membekali karyawan yang ada dengan kompetensi tambahan yang menjadikan individu tersebut termotivasi untuk bertahan. Bagi generasi Z, nilai tambah atau value dari sebuah perusahaan itu adalah petimbangan mereka untuk bertahan,” katanya.
Dalam hal ini, lanjutnya, kata kunci untuk seluruh implementasi solusi big data adalah analisis prediktif, monitoring dan reporting.
Selain berguna untuk meramalkan apa yang mungkin terjadi ke depan, analisis juga mampu membuka wawasan dan kesadaran pemilik bisnis tentang apa yang terjadi saat ini.
TECH adalah emiten teknologi informasi di bawah bendera IndoSterling Group yang sejak lama menghadirkan program #hasTECH berkolaborasi dengan lembaga pendidikan tinggi.
Program ini merupakan program intership (magang) yang diberikan kepada mahasiswa untuk membantu mahasiswa yang memiliki jiwa entrepreneur.
Program #hasTECH ini juga akan menempatkan mahasiswa ke dalam portofolio TECH dan penelitian dan pengembangan untuk memperkuat ekosistem-ekosistem Digital di Indonesia.
Adapun portofolio utama dalam program intership (magang) ini adalah Edufecta, PingPoint, Kawn, Renofax.
Sedangkan untuk penelitian & pengembangan #hasTECH berpatokan kepada Big Data, Artificial Intelligence, dan Blockchain.
Program #hasTECH intership ini juga dapat menghasilkan sertifikat keahlian bagi mahasiswa.
TECH gencar menjalankan program #hasTECH setelah melihat hasil penelitian McKinsey dan Bank Dunia yang menyebut Indonesia membutuhkan sekitar 9 juta talenta digital untuk tahun 2015 – 2030.
“Artinya ada kebutuhan 600 ribu tenaga ahli di bidang digital setiap tahunnya. Kebutuhan yang cukup tinggi ini sayangnya masih sukar dipenuhi karena masih ada jarak cukup lebar dalam hal kompetensi. Untuk itu TECH hadir langsung menjalankan program menggandeng banyak kampus,” tandas Billy.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.