Forum Sinologi: Isu Tenaga Kerja Tiongkok ke Indonesia Perlu Dicermati Serius
Indonesia perlu mencermati dengan serius isu terkait dengan kedatangan tenaga kerja Tiongkok ke Indonesia.
Penulis: Choirul Arifin
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews, Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia perlu mencermati dengan serius isu terkait dengan kedatangan tenaga kerja Tiongkok ke Indonesia.
Johanes Herlijanto, Ketua Forum Sinologi Indonesia (FSI) menjelaskan fenomena kedatangan TKA asal Tiongkok dapat ditelaah dalam konteks kajian migrasi baru yang mulai berlangsung sejak tahun 1980an.
"Gelombang migrasi baru tersebut berbeda dengan gelombang migrasi lama yang meninggalkan Tiongkok sejak sekitar abad ke 17 hingga awal abad ke-20," ujarnya dalam seminar daring (webinar) bertajuk “Migrasi Pekerja China ke Indonesia: Dampak dan Persepsi” yang diselenggarakan FSI, Jumat, 5 Agustus 2022.
Menurut pemerhati Tiongkok dari Universitas Pelita Harapan itu, sebagian besar dari migran lama itu telah membentuk budaya yang sarat dengan kekhasan lokal.
Khusus dalam satu dasawarsa terakhir, para migran baru asal Tiongkok berdatangan ke Indonesia untuk bekerja dalam berbagai proyek industri, infrastruktur, dan pertambangan yang didanai dengan dana investasi Tiongkok.
Baca juga: China Panggil Diplomat Eropa yang Memprotes Latihan Militer Tiongkok di Selat Taiwan
Hal menarik, menurut Johanes, TKA dari Tiongkok sebenarnya sudah mulai hadir di Indonesia sejak tahun 1990-an dan paruh kedua tahun 2000-an, meski tidak signifikan.
Juga yang menarik adalah persepsi publik di Indonesia pada waktu itu cenderung positif karena mereka dianggap memiliki etos kerja yang patut ditiru.
Namun, sejak sekitar 7 tahun lalu, seiring dengan meningkatnya jumlah TKA asal Tiongkok tersebut, isu terkait TKA Tiongkok cenderung didominasi oleh persepsi negatif.
Dalam pandangan Johanes, selain disebabkan oleh dinamika politik internal, merebaknya persepsi negatif tersebut juga terkait dengan prilaku para TKA tersebut dan sikap Tiongkok sendiri.
Baca juga: Pasar Masih Besar, Pemain Tiongkok Agresif Garap Pasar Kamera Pengawas di Indonesia
Para TKA asal Tiongkok cenderung kurang memahami aturan main dalam masyarakat Indonesia, dan kurang dibekali dengan sensitivitas budaya dari masyarakat lokal.
“Misalnya, beberapa dari mereka mengenakan pakaian yang mirip dengan seragam militer, atau melakukan pekerjaan ilegal di wilayah terlarang, seperti yang terjadi di Pangkalan Angkatan Udara Halim beberapa waktu lalu,” katanya.
Berdasarkan sebuah penelitian, didapati bahwa tak sedikit dari mereka yang datang dengan menggunakan izin masuk yang tak sesuai.
Bahkan terdapat pula kasus-kasus di mana migran dari Tiongkok itu datang tanpa visa yang pas dan merebut peluang bekerja dari warga lokal, salah satunya pada sektor pertambangan.
Pada sisi lain, transfer teknologi dari Tiongkok ke Indonesia masih belum terasa efeknya.
Padahal transfer teknologi ini keinginan dari pemerintah Indonesia yang sudah disetujui dan dijanjikan oleh Tiongkok.
Baca juga: Efek Poros Maritim Indonesia Tiongkok Terhadap Stabilitas Kawasan
Munculnya isu-isu tersebut berdampak bagi upaya pemerintah Indonesia dalam mengimplementasikan kebijakan percepatan pembangunan infrastruktur yang menjadikan investasi dari Tiongkok sebagai salah satu dari sumber pendanaannya.
“Kebijakan itu sejatinya sudah pas dan diyakini akan berdampak positif bagi masyarakat Indonesia, tetapi dalam pelaksanaannya mendapat gangguan oleh munculnya isu-isu di atas,” kata Johanes.
Seminar juga menghadirkan Ketua Mahkamah Partai Buruh Riden Hatam Aziz, dan Staf Ahli Bidang Investasi, Fiskal, dan Stabilitas Ekonomi Gubernur Sulawesi Tengah Andhika.
Moderator dalam acara tersebut adalah Isyana Adriani, Dosen Jurusan Hubungan Internasional pada President University, Cikarang.
Ketua Mahkamah Partai Buruh Riden Hatam Aziz menekankan tidak terjadinya transfer teknologi dalam kasus hadirnya investasi dan TKA Tiongkok di Indonesia.
“Berdasarkan laporan dari para pekerja Indonesia, tak sedikit TKA Tiongkok yang datang merupakan buruh kasar dan bukan pekerja dengan keahlian khusus. Bahkan ada kasus di mana para TKA malah diajari oleh pekerja Indonesia,” katanya.
Menurutnya, pemerintah Indonesia sudah berupaya melakukan pengawasan ketat, antara lain dengan melaksanakan inspeksi mendadak (sidak), namun karena para TKA itu biasanya tinggal di wilayah yang jauh dari kawasan pabrik sehingga ketika dilakukan sidak tidak ditemukan para TKA yang mengerjakan pekerejaan kasar itu.
Riden juga menyoroti terdapatnya potensi konflik di antara TKA Tiongkok dan pekerja Indonesia yang antara lain disebabkan oleh permasalahan komunikasi dan perbedaan budaya di antara mereka.
Staf Ahli Bidang Investasi, Fiskal, dan Stabilitas Ekonomi Gubernur Sulawesi Tengah Andhika menyampaikan bahwa dalam kasus di Sulawesi Tengah, yang terjadi bukanlah kecemburuan karena kesulitan akses pekerjaan akibat hadirnya TKA Tiongkok, tetapi perbedaan perlakuan dan fasilitas yang diterima oleh pekerja Indonesia dan pekerja Tiongkok.
Bagi para pembicara, munculnya isu di atas memperlihatkan bahwa isu terkait TKA Tiongkok merupakan isu yang perlu dicermati dengan pertimbangan untuk meminimalisasi dampak-dampak kurang menguntungkan.
Dalam pandangan Johanes, upaya menangani isu di atas seyogyanya tidak dibebankan kepada Indonesia semata.
“Sebagai negara sahabat, Tiongkok harus pula memperhatikan kepentingan Indonesia, dengan cara memenuhi ekspektasi masyarakat, antara lain dalam hal memenuhi janji transfer teknologi dan menyiapkan pekerja yang lebih dilengkapi dengan pemahaman budaya Indonesia,” pungkasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.