Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pengacara Keluarga Brigadir J Minta Rekaman Percakapan Ponsel Irjen Ferdy Sambo Hingga Isteri Dibuka

LPSK mempertanyakan mengapa call data record atau rekaman percakapan ponsel tidak dilakukan terhadap Irjen Ferdy Sambo, istrinya dan para ajudannya

Editor: Srihandriatmo Malau

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim Pengacara Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, Eka Prasetya masih meyakini kasus dugaan pembunuhan terhadap Brigadir J telah memenuhi unsur dari Pasal 340 KUHP.

Pasal 340 KUHP itu sendiri pada intinya adalah penghilangan nyawa orang lain yang didahului oleh perencanan, dengan ancaman Pidana seumur hidup, atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.

Keyakinan tersebut bukan tanpa dasar.

Eka mengatakan ada ancaman-acaman sebelum kematian Brigadir J hingga 25 personel polisi yang diperiksa terkait kasus ini.

Selain itu, Eka juga mempertanyakan mengapa call data record atau rekaman percakapan ponsel tidak dilakukan terhadap Irjen Ferdy Sambo, istrinya dan para ajudannya.

Menurutnya, rekaman percakapan ponsel bisa menjadi petunjuk sentral yang dapat menguak peristiwa sebenarnya di balik kasus ini.

Selengkapnya, mari simak wawancara Eka Prasetya bersama Vice News Director Tribun Network, Domu Ambarita.

Berita Rekomendasi

(Wawancara ini berlangsung di Kantor Tribun Network, Sabtu (6/8/2022), sebelum Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengumumkan Irjen Ferdy Sambo jadi tersangka dalam kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J, pada Selasa (9/8/2022)

Petikan wawancara Eka Prasetya bersama Vice News Director Tribun Network, Domu Ambarita:

Tadi malam kita mendapat informasi mungkin sebagian orang menjawab keadilan tapi bagaimana versi dari keluarga Brigadir J ketika Kapolri mengumumkan bahwa Bharada E ditetapkan sebagai tersangka?

Pertama saya sampaikan apresiasi pihak penyidik yang berani menetapkan Bharada E tersangka dengan sangkaan Pasal 338 Junto 55 dan 56 KUHP.

Terlepas dari laporan kami sebenarnya kami melaporkan Pasalnya pembunuhan berencana, pembunuhan, dan penganiayaan.

Sekarang sedang dalam pendalaman dari pihak Polri apakah bisa masuk ke Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana. Kami meyakini bahwa seharusnya pasal yang menjerat tersangka adalah pasal 340 KUHP.

Seberapa erat kaitannya Pasal 338 Junto 55 dan 56 dengan Pasal 340 KUHP?

Jadi yang jelas kasusnya bukan tembak-menembak tetapi pembunuhan.

Mengapa bisa dikatakan pembunuhan berencana karena dalam BAP resmi ada pengancam-pengancam terhadap Brigadir J sebelum kejadian.

Kedua, memang terjadi peristiwa pembunuhan di rumah jenderal tersebut. Ketiga sangat kaget saya kemarin bahwa ada 25 orang yang diperiksa. Bahkan sudah sempat dimutasi.

Artinya kasus ini ada persiapan, pelaksanaan sampai pasca pelaksanaan meninggalnya. Inilah yang saya bilang erat kaitannya perencanaan karena ada awalannya. Pembunuhan ini ada yang melakukan dan jika dipersempit lagi siapa yang menyuruh melakukan.

Ada relasi kuasa karena punya jabatan dia berani melakukan pembunuhan berencana. Nah ini yang harus digali oleh penyidik. Saya yakin itu Bharada E apakah mungkin dia bisa menggerakan sindikat penegak hukum. Saya menyebut sindikat karena dari level Polres, Polda, Bareskrim kena masalah di olah TKP pertama.

Otomatis bukan Bharada pasti yang punya kuasa, nalar saya yang bisa menggerakkan bintang satu ya bintang dua atau bintang tiga bukan level Bharada.

Saya juga prihatin kalau dalam tubuh polri istilahnya ada silent wolf atau upaya operasi senyap yang melibatkan banyak jaringan, ini sangat menyedihkan. Kalau pakai bahasa jaman dahulu ya inilah yang disebut pengkhianat.

Apakah ini artinya tim kuasa hukum keluarga Brigadir J meragukan bahwa Bharada E sesungguhnya eksekutor atau masih ada yang lain?

Kembali lagi mengapa kami menyebutkan pembunuhan berencana karena ada awal ada goalnya ketika nyawa korban melayang hingga penyelesaiannya. Ini semua skenario yang sudah disusun rapih.

Dan ternyata pada faktanya melibatkan perwira tinggi dan aparat yang lain. Kalau terbukti ada tindak pidananya ya akan disidang kata Kapolri setelah sidang etik.

Seumpamanya terbukti apakah kita masih butuh orang-orang seperti ini di instansi kepolisian. Menurut kami ini tragedi kemanusiaan.

Kasihan institusi ini banyak pihak yang mendukung institusi ini humani, kredibel, presisi lalu dirusak oleh sindikat penegak hukum.

Kalau tim kuasa hukum menyebut mereka sindikat penegak hukum berarti tidak cukup kalau hanya Bharada E tersangka, apa sebetulnya harapan dari keluarga Brigadir J?

Bongkar semua sindikat karena penanganan kasus ini salah dari awal. Yang pertama ketika diketahui ada kejadian tembak menembak seharusnya ada olah TKP. Penyidik datang pasang police line dan tidak boleh ada barang yang bergeser sedikit pun.

Lalu foto apa saja barang yang ditemukan di TKP, setelah itu lapfor kalau ada kematian semua dicatat dan orang yang ada di sekitar situ diamankan langsung sebagai saksi. Kalau ada alat komunikasi perlu disita.

Tetapi yang terjadi di sini mungkin kita bisa lihat, koreksi kalau saya salah, sepengetahuan saya police line dipasang pada saat sudah viral. Inilah yang kami curigai sebagai silent wolf operation.

Ada kelompok yang melakukan setting sehingga ada pernyataan CCTV disambar petir, handphone hilang, dan pakaian yang melekat entah di mana. Sampai hari ini kami belum juga mengetahui barang-barang bukti tersebut dari penyidik. 

Apa tanggapan kuasa hukum keluarga Brigadir J terkait pemeriksaan istri Irjen Ferdy Sambo yang sudah diperiksa tiga kali di kasus dugaan pelecehan seksual?

Kata kuasa hukumnya bukannya sedang depresi dan trauma, tapi itu bisa diperiksa sampai tiga kali. Ini apa coba, siapa yang periksa dan di mana diperiksanya ini harus dipertanyakan.

Artinya mengapa saya bilang ini sindikat penegak hukum karena sangat terstruktur sekali dan sistematis. 

Ada dua perkara pokok yang dibicarakan publik yakni bersama-sama melakukan pembunuhan atau setelah itu menghalangi, merusak, membereskan barang bukti, di mana kira-kira yang pengacara duga?

Saya menduganya dari awal sudah dipersiapkan. Seperti laporan dari pihak keluarga bahwa ada pengancam yang katanya skuat lama, itu pun saya tidak tahu siapa, katanya kalau sampai naik ke atas habis, naik ke atas ini maknanya apa saya juga tidak tahu.

Tapi yang paling jelas adalah TKP rusak, berubah, CCTV yang tadinya gak ada disambar petir tiba-tiba ada. Handphone hilang tapi katanya sudah labfor. 

Yang paling penting soal kasus ini sebetulnya CDR (Call Data Record) ponsel belum ada keterangan dari digital forensik. Tapi yang dikeluarkan video dari CCTV. Padahal CDR ini yang menjadi sentral untuk mengungkap kasus kematian Brigadir J.

Siapa yang harus diperiksa CDR menurut tim kuasa hukum keluarga Brigadir J?

Semuanya harus diperiksa termasuk Brigadir J. Semua orang yang ada di situ, baik itu Ibu PC, baik itu bapak FS, baik itu pembantunya, dan semua ajudannya. Karena handphone pacar Brigadir J saja sudah disita penyidik.

Kami lawyer memiliki SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan), siapa saja yang sudah diperiksa, barang apa saja yang sudah disita, karena kami menyerahkan alat bukti pun harus BAP dan tandatangan. 

Hasil BAP itu nantinya akan dibawa ke pengadilan. Pertanyaan kami di mana barang-barang Brigadir J sampai saat ini tidak dijawab. Bahkan kami sudah mencantumkan tiga nomor handphone dari empat nomor handphone ke dalam BAP.

Kami sudah berkali-kali menanyakan ke penyidik agar nomor handphone tersebut dicari, kalau tidak bisa melalui operator CDR-nya. Ini kan sudah zaman modern, kata teman saya yang ahli IT, kalau saya ganti handphone namanya nomor IMEI pasti ketahuan. Begitu pun nomor handphone yang juga bisa dibuka.

Sebetulnya apa yang ingin keluarga Brigadir J ketahui dari pemeriksaan Call Data Record?

Pertama penghakiman terhadap Brigadir J soal dia melakukan pelecehan seksual. Itu sangat melukai keluarga sampai detik ini. Apalagi orang ini sudah meninggal tetapi masih dituduh.

Menurut kami seorang Brigadir dididik secara disiplin dan keras. Dia seharusnya tahu apa yang namanya unggah ungguh (sopan santun). Apakah mungkin dia melakukan pelecehan di rumah atasannya yang banyak orang serta merta tanpa didasari hubungan sebelumnya.

Artinya begini, pelecehan seksual yang kita semua tahu terjadi di tempat umum bukan di tempat privat. Contoh di dalam bus kota atau di kereta. Ini ada hubungan atasan bawahan dan di tempat atasannya, tanpa didasari hubungan sebelumnya akan kecil kemungkinan makanya CDR itu kunci seberapa dekat hubungan Brigadir J dengan Bapak Jenderal dan Ibu Jenderal.

Bisa dikatakan histori komunikasi baik itu whatsapp dan SMS akan mungkin terpantau dari CDR?

Begitu semestinya, untuk kompetensi itu seharusnya digital forensik yang memiliki keahlian atau ahli IT.
Kalau misalkan terbuka CDR kecil kemungkinan ditemukan pelecehan seksual karena nilai keakraban dan nilai kedekatan emosional bisa kita lihat dari percakapan. 

Percakapan tersebut bisa dilihat apakah antara ibu dan anak atau percakapan dengan pacar atau percakapan dengan kawan. Saya secara logika dan nalar menjadi berimajinasi kira-kira apa saja percakapannya kok bisa serta merta ada pelecehan seksual.

Apakah tim kuasa hukum Brigadir J tidak ada niat untuk meminta langsung ke operator atau memang mekanismenya harus dari penyidik?

Untuk kasus ini menjadi kewajiban penyidik tinggal sekarang mau tidak kita telanjang membuka kasus kematian Brigadir J. Kalaupun ini terbongkar semua dan yang dimutasi terbukti terlibat, saya bilang tidak ada obat pak.

Institusi ini capek ngebangunanya sudah berapa tahun masyarakat Indonesia melepaskan institusi kepolisian dari ABRI. Seharusnya lebih dekat dengan masyarakat dan humanis tapi ini sama dengan mesin pembunuh.
Jadi bagaimana level Bharada bisa pegang Glock (senjata api), ini gila apa yang harganya ratusan juta.

Apa harapan tim kuasa hukum kepada personel yang terlibat, cukupkah hanya dinonaktifkan lalu dimutasi ke tempat yang tidak strategis?

Saya bilang nggak cukup sampai di situ, kalau saya jadi Pak Kapolri mengetahui bawahannya yang ditugaskan di tempat hukum dalam institusi penegak hukum lalu melakukan tindak pidana atau kejahatan. Sudah nggak ada obatnya. Pecat.

Buat apa kalau kita pertahankan orang seperti itu, apakah rakyat akan percaya lagi dengan Polri. Nggak akan percaya pak.

Terkait laporan Ibu PC saat ini sedang berproses penyidikan yang artinya akan ada tersangka, bagaimana tanggapan pengacara Brigadir J soal ini?

Komentar saya untuk membuktikan pelecehan seksual itu apakah ada relasi kedekatan hubungan sebelumnya. Karena kalau serta merta pelecehan seksual tidak mungkin apalagi Brigadir J ini terlatih dan sebagai ajudan.

Sebagai ajudan tidak ada kata-kata lain selain siap. Baik itu terhadap atasannya ataupun istri atasannya. Jadi CDR itu penting mau itu penyidikan, tolong penyidik handphone ibu PC disita, diperiksa, tolong nomor Brigadir J diperiksa kami sudah jelaskan di BAP.

Sampai ada ngomong lagi soal pelecehan ini bagaimana, mayat sudah dua kali di otopsi. Kalau pro yustisia, itu kuncinya (lakukan CDR).

Kalau pengacara meragukan Bharada E melakukan pembunuhan sendiri, apakah ada kekhawatiran keselamatan dari tersangka?

Kalau saya bukan dari ragu tidak sendiri, memang dia tidak sendiri karena pasalnya ada 55 dan 56. Tapi keselamatan Bharada E ini menjadi menarik.

Beban ini berat sebetulnya untuk Bharada E. Dia katanya mengaku menembak pala Brigadir J saat tersungkur. Benar tidak sejago itu dia. Ini keselamatan dia ada dua saat di dalam sel, dia bisa ditabokin, bisa diracun, dan bisa bunuh diri.

Apa usul dari pengacara Brigadir J agar hal tersebut di terjadi?

Saya tidak mau mengusulkan karena ada lembaga yang mengurus soal itu yakni Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Karena karena LPSK lembaga sudah besar proseduralnya menjadi semakin ribet padahal situasi sudah genting.

Padahal dia tahu ada kemungkinan ancaman keselamatan Bharada E. Mengapa tidak langsung datang dan melindungi, koordinasi dengan Kapolri. Kalau memang ada kekhawatiran sebagai justice collaborator harusnya LPSK datang  

Karena ini sudah jelas sindikat penegak hukum yang bisa merekayasa apa yang tidak ada menjadi ada. 
Kapan terakhir bertemu dengan orang tua dari Brigadir J?

Saya pertemuan terakhir ketika ekshumasi. Saya berangkat ke Jambi 26 Juli sampai 27 Juli. 

Ibunya ini kan guru honorer walaupun katanya sekarang sudah diangkat. Bapaknya ini sopir tembak.

Artinya perjuangan orang tuanya melihat anaknya memakai seragam gagah dan katanya disayang sama atasannya. Betapa terpukulnya ketika melihat anaknya pulang menjadi mayat.

Tapi saya pikir keluarga akan menerima anaknya bertugas tembak-tembakan dengan KKB di Papua lalu pulang menjadi jenazah.  

Tapi ini tidak sudah diotopsi tidak benar dan diotopsi lagi, sekarang dituduh pelecehan. 
Ekspektasinya apa dari pengacara?

Kasus ini harus dibongkar seterang-terangnya, transparan. Kedua sebagai masyarakat Indonesia institusi ini jangan kayak begini lagi. Ada kelompok atau gang yang membentuk jaringan di dalam institusi.

Makanya ini PR berat buat kita semua jangan terlalu apatis terhadap polri. Dalam tubuh polri dari pendidikan harus dievaluasi. Ini tugas berat Pak Kapolri.(*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas