KPK Tambah Masa Penahanan Eks Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti dan 2 Orang Lainnya Selama 30 Hari
KPK tambah masa penahanan tiga tersangka penerima kasus dugaan suap pengurusan perizinan di wilayah Pemerintah Kota Yogyakarta.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menambah masa penahanan tiga tersangka penerima kasus dugaan suap pengurusan perizinan di wilayah Pemerintah Kota Yogyakarta.
Mereka yakni eks Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti, Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta Nurwidhihartana, dan Sekretaris Pribadi merangkap ajudan Haryadi yakni Triyanto Budi Yuwono.
"Perpanjangan penahanan sesuai dengan penetapan Ketua Pengadilan Tipikor pada PN Yogyakarta untuk 30 hari ke depan sampai dengan 31 Agustus 2022," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (11/8/2022).
Ali menjelaskan perpanjangan masa penahanan dibutuhkan karena tim penyidik masih membutuhkan waktu untuk pengumpulan alat bukti.
Baca juga: Geledah Plaza Summarecon, KPK Temukan Bukti Suap Apartemen Eks Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti
Haryadi ditahan di Rutan KPK pada gedung Merah Putih, Nurwidhihartana ditahan di Rutan Polres Jakarta Pusat, sementara Triyanto Budi Yuwono ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan eks Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti (HS); Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta, Nurwidhihartana (NWH); dan Sekretaris Pribadi merangkap ajudan Haryadi, Triyanto Budi Yuwono (TBY), sebagai tersangka penerima suap.
Sedangkan sebagai pemberi suap, KPK menetapkan Vice President Real Estate PT Summarecon Agung Tbk, Oon Nusihono (ON) dan Direktur Utama PT Java Orient Property (JOP), Dandan Jaya Kartika (DJK).
Dalam konstruksi perkara, dijelaskan bahwa sekitar tahun 2019, Dandan bersama-sama dengan Oon mengajukan permohonan izin mendirikan bangunan (IMB) mengatasnamakan PT JOP untuk pembangunan apartemen Royal Kedhaton yang lokasinya berada di Malioboro dan masuk kategori wilayah cagar budaya ke Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta.
PT Java Orient Property merupakan anak usaha PT Summarecon Agung Tbk (SMRA).
Karena sempat terkendala adanya beberapa dokumen yang belum lengkap, pengajuan permohonan izin dilanjutkan kembali di tahun 2021 dan agar proses pengajuan permohonan tersebut lancar, Oon dan Dandan diduga melakukan pendekatan dan komunikasi secara intens serta kesepakatan dengan Haryadi yang saat itu menjabat Wali Kota Yogyakarta periode 2017-2022.
Sebagai tanda jadi adanya komitmen Haryadi untuk “mengawal” permohonan izin IMB dimaksud, KPK menduga Oon dan Dandan kemudian memberikan beberapa barang mewah, di antaranya 1 unit sepeda bernilai puluhan juta rupiah dan uang tunai minimal Rp50 juta.
Haryadi kemudian memerintahkan Kadis PUPR untuk segera memproses dan menerbitkan izin IMB tersebut walaupun dari hasil kajian dan penelitian oleh Dinas PUPR, banyak ditemukan kelengkapan persyaratan yang tidak sesuai.
Di antaranya adanya ketidaksesuaian dasar aturan bangunan khususnya terkait tinggi bangunan dan posisi derajat kemiringan bangunan dari ruas jalan.
Saat proses pengurusan izin berlangsung, KPK mensinyalir Oon dan Dandan selalu memberikan sejumlah uang untuk Haryadi baik secara langsung maupun melalui perantaraan Triyanto dan Nurwidhihartana.
Adapun pada saat dilakukan tangkap tangan untuk Haryadi dkk, Oon dan Dandan diduga memberi uang dalam bentuk mata uang asing sejumlah sekira 27.258 dolar AS yang dikemas dalam goodie bag.
Sebagai pemberi, Oon dan Dandan dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara selaku penerima, Haryadi, Nurwidhihartana, dan Triyanto dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.