KPK Dapat Info Praktik Suap Juga Terjadi pada Penerimaan Siswa Baru SMA
Praktik suap ternyata tidak hanya terjadi pada penerimaan mahasiswa. Namun juga diduga kuat terjadi pada penerimaan murid SMA.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Praktik suap ternyata tidak hanya terjadi pada penerimaan mahasiswa.
Menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), praktik lancung tersebut juga terjadi pada penerimaan siswa baru Sekolah Menengah Atas (SMA).
"Sebetulnya bukan hanya perguruan tinggi loh. Dalam proses penerimaan siswa baru di SMA pun seperti itu rumornya," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam keterangannya, Selasa (23/8/2022).
Diungkapkan Alex, panggilan Alexander, KPK melihat adanya keganjilan dari sistem penerimaan siswa SMA.
Keganjilan yang paling kentara yakni perbedaan penerimaan siswa yang kerap dimanipulasi.
"Berapa kuota yang diterima secara online sebenarnya, tapi praktik sebenarnya kalau kita cek sebenarnya ada penambahan dari jumlah yang diterima secara online," katanya.
Lembaga antirasuah itu menyayangkan praktik suap ini terjadi di dunia pendidikan.
Baca juga: Plt Rektor Unila Pastikan Ikuti Aturan Ditjen Diktiristek Soal Penerimaan Mahasiswa Baru
Tindakan suap di tingkat sekolah diyakini membuat sulit upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
"Tentu kita prihatin di dunia yang kita harapkan jadi cikal bakal pembentukan karakter budaya antikorupsi dan integritas ternyata disusupi hal seperti itu," tutur Alex.
Baru-baru ini KPK mengungkap kasus dugaan suap terkait penerimaan calon mahasiswa baru di Universitas Lampung (Unila) tahun akademik 2022.
KPK menetapkan empat tersangka yakni Rektor Unila, Karomani; Wakil Rektor I bidang Akademik Unila, Heryandi; Ketua Senat Unila, Muhammad Basri; serta swasta, Andi Desfiandi.
Diduga Karomani dkk menerima suap hingga hampir Rp5 miliar rupiah dari orang tua mahasiswa yang diluluskan via jalur mandiri. Penerimaan uang itu dilakukan Karomani melalui sejumlah pihak.
Rinciannya, diterima dari Mualimin selaku dosen yang diminta mengumpulkan uang oleh Karomani senilai Rp603 juta. Rp575 juta di antaranya sudah digunakan untuk keperluan pribadi Karomani.
Kemudian, diterima dari Budi Sutomo selaku Kepala Biro Perencanaan dan Hubungan Masyarakat Unila dan M Basri senilai Rp4,4 miliar, dalam bentuk tabungan deposito, emas batangan dan uang tunai.
Sehingga, total uang yang diduga diterima oleh Karomani dkk mencapai Rp5 miliar.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, uang miliaran rupiah tersebut diduga dikumpulkan oleh Karomani dkk dari sejumlah orang tua mahasiswa yang diluluskan via jalur mandiri Unila.
Setiap pihak keluarga mahasiswa diduga menyetor uang yang beragam agar anak atau kerabatnya lulus dalam seleksi mandiri tersebut.
"Terkait besaran nominal uang yang disepakati antara pihak KRM (Karomani) diduga jumlahnya bervariasi dengan kisaran minimal Rp100 juta sampai Rp350 juta untuk setiap orang tua peserta seleksi yang ingin diluluskan," kata Ghufron dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Selatan, Minggu (21/8/2022).
Kasus yang menjerat Karomani dkk bermula dari giat operasi tangkap tangan (OTT), Jumat (19/8/2022) di wilayah Lampung, Bandung, dan Bali.
Adapun dalam OTT, KPK telah mengamankan barang bukti yang diduga merupakan suap tersebut.
Barang bukti itu yakni uang senilai Rp414,5 juta; deposito bank senilai Rp800 juta; kunci save deposit boks diduga isi emas setara Rp1,4 miliar; dan kartu ATM serta buku tabungan yang berisi Rp1,8 miliar.
Tersangka penerima suap yakni Karomani, Heryandi, dan Basri disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Sedangkan tersangka pemberi suap yakni Desfiandi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.