Eks Dirjen Kemendag Suruh Bawahan Terima Amplop dari Komisaris Wilmar Nabati Indonesia, SGD10 Ribu
Farid Amir pun bersedia menerima amplop karena ini merupakan arahan dari terdakwa Indra Sari Wisnu Wardhana ucap Jaksa Muhammad di Pengadilan Tipikor
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indra Sari Wisnu Wardhana menyuruh bawahannya, Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Farid Amir, untuk menerima amplop yang akan diberikan Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor.
Dijelaskan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) Muhammad, uang itu nantinya bakal diberikan kepada tim yang memproses persetujuan ekspor crude palm oil (CPO).
"Pada Februari 2022, MP Tumanggor dari Grup Wilmar memberikan amplop dan menyampaikan kepada Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Farid Amir yang melakukan tugas verifikasi bahwa Indra Sari meminta MP Tumanggor untuk memberikan uang tersebut kepada tim yang memproses persetujuan ekspor.
Farid Amir pun bersedia menerima amplop karena ini merupakan arahan dari terdakwa Indra Sari Wisnu Wardhana," ucap Jaksa Muhammad di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (31/8/2022).
Diungkapkan jaksa, isi uang di dalam amplop senilai 10.000 dolar Singapura atau sekira Rp100 juta.
Selanjutnya duit itu dibagikan Farid kepada tim verifikatur penerbitan persetujuan ekspor (PE), yakni Ringgo, Demak Marseulina, Almira, Sabrina, dan Fadro.
Baca juga: Jaksa Beberkan Peran Eks Mendag M Lutfi di Kasus Korupsi Fasilitas Ekspor Minyak Goreng
"Isi amplop tersebut sebesar 10.000 dolar Singapura atau setara Rp100 juta," kata jaksa.
Dalam kasus ini, Indra Sari Wisnu Wardhana didakwa melakukan sejumlah perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian keuangan negara yaitu pertama memberikan persetujuan atas permohonan persetujuan ekspor kepada perusahaan dalam Grup Permata Hijau yang diurus oleh Stanley Ma, yaitu PT Permata Hijau Palm Oleo, PT Nagamas Palm Oil Lestari, PT Pelita Agung Agri Industri, dan PT Permata Hijau Sawit, padahal tidak memenuhi kewajiban Domestic Market Obligation (DMO) sebagaimana dipersyaratkan.
Kedua, memberikan persetujuan atas permohonan PE untuk perusahaan dalam Grup Wilmar yang diurus oleh Master Parulian Tumanggor, yaitu PT Wilmar Nabati Indonesia, PT Multimas Nabati asahan, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Nabati Sulawesi, dan PT Wilmar Bio Energi Indonesia, padahal tidak memenuhi kewajiban DMO sebagaimana dipersyaratkan
Ketiga, memberikan persetujuan atas permohonan PE dari perusahaan yang tergabung dalam Grup Musim Mas yang diurus oleh Pierre Togar Sitanggang yaitu PT Musim Mas, PT Intibenua Perkasatama, PT Agro Makmur Raya, PT Wira Inno Mas, PT Megasurya Mas, dan PT Musim Mas Fuji, padahal tidak memenuhi kewajiban DMO sebagaimana dipersyaratkan
Keempat, mengarahkan tim verifikasi Inatrade agar tetap memproses persetujuan ekspor yang tidak memenuhi persyaratan.
Kelima, menggunakan data analisis atas realisasi komitmen (pledge) yang dibuat oleh Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei dalam memberikan persetujuan atas permohonan PE dari perusahaan eksportir, padahal analisis tersebut tidak menggambarkan kondisi realisasi distribusi dalam negeri yang sebenarnya.
Keenam, mengetahui dan menyetujui adanya penerimaan uang dalam rangka penerbitan PE dari MP Tumanggor kepada Farid Amir selaku Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan pada Direktorat Perdagangan Luar Negeri Kemendag yang melakukan tugas verifikasi.
Ketujuh, memberikan rekomendasi secara lisan kepada Stanley MA untuk menggunakan PT Bina Karya Prima dalam melakukan pendistribusian DMO padahal mengetahui bahwa PT Bina Karya Prima merupakan perusahaan eksportir yang juga mengajukan PE dan mempunyai kewajiban DMO secara terpisah.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.