Sejarah Hari Ini: 18 Tahun Kasus Kematian Munir Belum Terungkap, Aktivis HAM yang Diracun
Sejarah Hari Ini: 18 tahun kasus kematian Munir belum terungkap, aktivis HAM yang diracuni dengan racun jenis arsenik.
Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Miftah
TRIBUNNEWS.COM - Hari ini, Rabu 7 September 2022 adalah peringatan 18 tahun meninggalnya aktivis Hak Asasi Manusia (HAM), Munir Said Thalib.
Munir (39) meninggal di dalam pesawat yang terbang dari Jakarta ke Belanda.
Munir meninggal karena racun jenis arsenik yang ditemukan di kandungan darah, air seni, dan jantungnya, yang melebihi kadar normal.
Sudah 18 tahun berlalu, kasus kematian Munir belum menemui titik terang.
Peristiwa ini terjadi ketika Munir akan melakukan perjalanan ke Amsterdam, Belanda menggunakan pesawat untuk melanjutkan pendidikan.
Munir berangkat dari Jakarta pada Senin, 6 September 2004 pukul 21.55 WIB.
Baca juga: 18 Tahun Munir Dibunuh, Hendardi: Komnas HAM Pilih Jalur Aman, Jokowi Gagal Pahami Kasus Munir
Ia menaiki pesawat dengan nomor penerbangan GA-974 menuju ke Belanda.
Ketika hendak masuk ke kelas ekonomi, Munir bertemu dengan Pollycarpus, mantan pilot Garuda Indonesia yang hendak pergi ke Singapura, karena pesawat yang ditumpangi Munir akan transit di Bandara Changi, Singapura.
Percakapan keduanya berakhir dengan pertukarang tempat duduk.
Pollycarpus yang seharusnya berada di kelas bisnis dengan nomor kursi 3K, kemudian bertukar tempat duduk dengan Munir yang seharusnya berada di kelas ekonomi dengan nomor kursi 40G.
Sebelum pesawat lepas landas, Munir mendapatkan welcome drink dari pramugari bernama Yeti yang berada di kelas bisnis.
Dari dua pilihan yaitu Wine dan jus jeruk, Munir memilih jus jeruk.
Sekitar 15 menit setelah pesawat tinggal landas, Yeti kembali menyajikan welcome drink kepada penumpang dengan pilihan yang lebih beragam.
Kedua kalinya, Munir memilih jus jeruk.
Selain itu, Yeti juga menawarkan makanan yang masih panas di atas nampan dan Munir memilih mi goreng.
Baca juga: Gelar Aksi Simbolik, KASUM Desak Lagi Komnas HAM untuk Tetapkan Kasus Munir Pelanggaran HAM Berat
Pesawat tersebut transit di Bandara Changi, Singapura pada pukul 00.40 waktu setempat.
Saat itu, Munir kembali ke tempat duduk di kelas ekonomi karena Pollycarpus turun di Singapura.
Pada tanggal 7 September 2004 pukul 01.50 waktu setempat, pesawat melanjutkan perjalanan ke Amsterdam, Belanda.
Tiga jam setelah pesawat lepas landas dari Singapura, seorang pramugara senior bernama Najib melaporkan pada pilot Pantun Matondang, Munir yang duduk di kursi nomor 40G sakit.
Ia beberapa kali pergi ke toilet di pesawat.
Seorang penumpang pesawat yang berprofesi sebagai dokter mencoba menolong Munir.
Namun, pada Selasa, 7 September 2004 pukul 08.10 waktu setempat, Munir dinyatakan meninggal dunia.
Munir mengembuskan napas terakhir pada dua jam sebelum mendarat di bandara Schipol, Amsterdam, Belanda.
Akibat kejadian itu, semua penumpang tidak boleh turun dari pesawat ketika pesawat telah mendarat di bandara Schipol.
Seluruh penumpang menjalani pemeriksaan selama 20 menit.
Jenazah Munir kemudian diturunkan dan dijaga oleh otoritas bandara Schipol.
Untuk mengetahui penyebab kematiannya, pihak Belanda melakukan autopsi terhadap jenazah Munir.
Dua minggu kemudian, Institut Forensik Belanda (NFI) yang melakukan autopsi jenazah Munir menemukan adanya racun jenis arsenik di dalam tubuhnya.
Racun itulah yang membuat aktivis HAM itu meninggal dunia.
Setelah dilakukan autopsi, jenazah Munir kemudian dikembalikan ke Indonesia.
Munir Said Thalib dimakamkan di Batu, Malang pada 12 September 2004.
Baca juga: Bulan Depan, Komnas HAM Putuskan Anggota Tim Ad Hoc Penyelidikan HAM Berat Kasus Munir
Pollycarpus Ditetapkan sebagai Tersangka Pembunuhan Munir
Kejanggalan dalam kematian Munir ini mendapat perhatian yang sangat besar dari publik.
Setelah setengah tahun berlalu, pada tanggal 18 Maret 2005, Mabes Polri baru menetapkan Pollycarpus Budihari Priyanto sebagai tersangka pembunuhan Munir.
Pembunuhan itu juga diyakini Tim Pencari Fakta (TPF) melibatkan petinggi Badan Intelijen Negara (BIN) dan Garuda Indonesia.
Pada tanggal 1 Desember 2005, Pollycarpus dituntut penjara seumur hidup.
Namun Pollycarpus bersaksi tidak pernah mengontak Munir sebelum penerbangan dan sebenarnya hanya basa basi memberikan kursi di kelas bisnis.
Atas pernyataan itulah, pada 20 Desember 2005, Pengadilan Negeri (PN) Jaksel memvonis Pollycarpus hanya dipenjara selama 14 tahun.
Pollycarpus Bebas Murni
Pollycarpus bebas murni pada 29 Agustus 2018.
Namun, Pollycarpus sebenarnya hanya menjalani hukuman penjara selama 8 tahun.
Ia keluar dari penjara Sukamiskin pada November 2014 dan hanya dikenai wajib lapor hingga 29 Agustus 2018.
Setelah bebas murni, Pollycarpus mendapatkan kembali semua haknya sebagai warga negara biasa.
Pollycarpus Budihari Priyanto meninggal pada 17 Oktober 2020 karena infeksi virus corona.
Aksi Kamisan
Dikutip dari Komnas Perempuan, keluarga dan gerakan masyarakat sipil tidak berhenti memperjuangkan pengungkapan kasus pembunuhan Munir.
Tujuannya agar mendorong pemerintah untuk segera menindaklanjuti rekomendasi dari Tim Pencari Fakta (TPF) Munir.
Namun, laporan TPF Munir sempat diberitakan hilang.
Karena itu, rekomendasi TPF agar pemerintah mempublikasi hasil pencarian fakta itu belum ditindaklanjuti.
Sementara, rekomendasi untuk pemeriksaan sejumlah nama yang teridentifikasi di dalam kasus tersebut juga tertunda.
Istri alm Munir, Suciwati, menjadi motor sekaligus inspirasi banyak keluarga dalam menyikapi stagnansi dari kasus yang mereka alami.
Aksi Kamisan yang menjadi ruang solidaritas lintas komunitas korban dan masyarakat serta aktivitas kampanye di Omah Munir menjadi saksi tentang kegigihan perjuangan yang penting ini.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)(TribunnewsWiki.com/Febri Ady Prasetyo, Natalia Bulan Retno Palupi)
Artikel lain terkait Kematian Munir
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.