Ahli Digital Forensik: Kebocoran Data di Indonesia Akibat Keamanan IT Tak Diprioritaskan
Ahli digital forensik Ruby Alamsyah menilai instansi Pemerintah dan swasta di Indonesia tidak menjadikan keamanan Teknologi Informasi (IT)
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Wahyu Aji
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli digital forensik Ruby Alamsyah menilai instansi Pemerintah dan swasta di Indonesia tidak menjadikan keamanan Teknologi Informasi (IT) sebagai prioritas.
Menurut Ruby, instansi Pemerintah dan swasta lebih memprioritaskan pemberian jasa atau produk, dibandingkan keamanan siber.
"Semua pihak baik instansi pemerintah maupun industri sangat fokus kepada produk dan jasanya, dan tidak memprioritaskan keamanan IT sistemnya," ujar Ruby dalam dialog Polemik Trijaya, Sabtu (10/9/2022).
Dirinya menilai sikap ini membuat kebocoran data rentan terjadi pada sistem IT milik instansi Pemerintah dan swasta di Indonesia.
Sehingga kesadaran terhadap keamanan siber baru muncul ketika kebocoran data terjadi.
"Yang penting mereka deliver jasa, produk tapi security nanti belakangan. Seperti budaya di Indonesia kalau ada kasus baru melek. Kaya orang sakit, ngapain ke dokter kalo enggak sakit," kata Ruby.
Ruby mengungkapkan sejak tahun 2019, kebocoran data tidak hanya terjadi pada instansi Pemerintah.
Dunia industri dan swasta yang memiliki sumber daya manusia (SDM) IT dan anggaran yang besar juga mengalami pembobolan data.
"Market place kita yang level unicorn dua kali terbukti sudah bocor juga. Dan yang terakhir masih bocornya bukan 90 juta data tapi seluruh pengguna mereka sampai bulan Maret 2020 bocor," ucap Ruby.
Sehingga, menurut Ruby, kebocoran data bukan disebabkan oleh minimnya data, SDM, dan teknologi.
Melainkan karena keamanan siber tidak menjadi prioritas instansi Pemerintah dan swasta di Indonesia.
"Jadi kebocoran data itu tidak related dengan anggaran yang dia miliki, SDM yang dia miliki, teknologi yang dia miliki. Ternyata enggak ke situ, toh unicorn yang punya duit besar juga bobol," ungkap Ruby.
Baca juga: Juru Bicara BIN: Terenkripsi Secara Berlapis, Dokumen Rahasia Presiden Jokowi Tidak Bocor
Sebelumnya, Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) menyebutkan, kasus kebocoran 1,3 miliar data pengguna jasa telekomunikasi SIM card handphone (HP) di Indonesia menjadi kasus kebocoran data terbesar di Asia.