Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

KASUM: Pemerintah Harusnya Bentuk Tim Cari Dokumen Tim Pencari Fakta Munir, Bukan Kejar Bjorka

Presiden Jokowi harusnya membuat tim untuk mencari di mana dokumen TPF (Tim Pencari Fakta)

Penulis: Gita Irawan
Editor: Erik S
zoom-in KASUM: Pemerintah Harusnya Bentuk Tim Cari Dokumen Tim Pencari Fakta Munir, Bukan Kejar Bjorka
Tribunnews.com/Gita Irawan
Anggota Komite Aksi Solidaritas Untuk Munir (KASUM) yang juga Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti saat Konferensi Pers Komite Aksi Solidaritas Untuk Munir (KASUM) di kantor KontraS Jakarta Pusat pada Selasa (13/9/2022). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komite Aksi Solidaritas Untuk Munir (KASUM) yang juga Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti berpandangan apa yang disampaikan akun Twitter anonim Bjorka di @Bjorkanism_ terkait kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib bukanlah sesuatu yang baru.

Namun demikian, menurutnya hal tersebut menunjukkan banyak yang belum diselesaikan negara terkait pengungkapan kasus Munir.

Baca juga: Al Araf: Data Bjorka Pertegas Pengungkapan Kasus Munir Adalah Kepentingan Publik

Hal tersebut disampaikannya saat Konferensi Pers Komite Aksi Solidaritas Untuk Munir (KASUM) di kantor KontraS Jakarta Pusat pada Selasa (13/9/2022).

"Jadi kalau misalkan kita lihat, ini bukanlah hal yang baru. Justru malah banyak hal yang sebetulnya belum diselesaikan oleh negara dan sebetulnya dengan adanya hal ini Jokowi bukan semestinya membuat tim untuk mengejar Bjorka," kata Fatia.

"Tapi harusnya Jokowi membuat tim untuk mencari di mana dokumen TPF (Tim Pencari Fakta), dan segera menyelesaikan dan bahkan memerintahkan Kejaksaan Agung atau Kepolisian untuk melakukan peninjauan kembali dan atau melakukan sebuah pencarian dokumen atas dokumen TPF itu sendiri," sambung dia.

Hal tersebut, kata dia, penting dilakukan agar kasus Munir bisa dibuka kembali dan Muchdi bisa kembali diperiksa sebagai salah satu tersangka.

Berita Rekomendasi

Terkait hal itu, menurutnya negara seharusnya merasa terpukul atas fakta yang tidak diungkapkan secara resmi oleh negara dan malah diungkapkan oleh hacker yang tidak diketahui identitasnya.

KontraS, lanjut dia, bersama dengan beberapa jaringan KASUM di tahun 2016 sempat melakukan sidang di Komisi Informasi untuk meminta Presiden segera membuka dokumen TPF Munir. 

Baca juga: Istri Munir Sebut Cuitan Bjorka Soal Dalang Pembunuh Suaminya Sebagai Pesan Penting

Karena, kata dia, pasca dokumen TPF selesai di tahun 2005, ternyata tidak pernah dibuka ke publik secara resmi oleh negara.

Dalam proses itu, kata dia, pihaknya menang dan Komisi Informasi menyatakan bahwa dokumen TPF Munir adalah dokumen publik yang harus dibuka dan diterangkan seterang-terangnya kepada publik dan menjadi hak masyarakat untuk mengetahui bagaimana kronologi dan hasil temuan dari TPF.

Namun sayangnya, kata dia, dalam sidang PTUN arahnya malah berbalik karena PTUN justru menganggap bahwa itu bukanlah dokumen publik.

"Dan sebetulnya sidang di PTUN itu sendiri malah beralih memperkarakan hal yang lain, bukan soal dokumen TPF itu sebagai dokumen publik," kata dia.

Baca juga: Istri Munir Sebut Cuitan Bjorka Soal Dalang Pembunuh Suaminya Sebagai Pesan Penting

Pada sidang putusan Muchdi Putwopranjono, kata dia, banyak sekali kejanggalan dan beberapa orang yang semestinya diperiksa justru tidak diperiksa dan tidak dilakukan tindak lanjut.

"Seperti pimpinan tertinggi BIN saat itu yaitu AM Hendropriyono," kata dia.

Majelis hakim pada saat itu, menurutnya tidak terlalu objektif dan bahkan tidak independen.

Selain itu, hal yang menurutnya perlu digaris bawahi adalah setiap tahunnya selama 18 tahun KASUM sudah mencoba berbagai cara agar negara dapat melakukan pengungkapan kebenaran melalui salah satunya menginformasikan kepada publik terkait dokumen TPF tersebut.

"Namun akhirnya ketika itu terjadi di tahun 2016, dokumen dianggap hilang, atau bolak balik pada saat itu antara SBY atau di Jokowi, terus bolak balik seperti itu sampai pada akhirnya Presiden memerintahkan Kepolisian untuk mencari dokumen TPF berada di sana. Tapi sampai dengan hari ini tidak ada kepastian di mana dokumen TPF Munir itu ada," kata dia.

Terkini, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri turun tangan untuk menelusuri viralnya kasus peratasan oleh Bjorka. Nama Bjorka viral seusai membocorkan sejumlah data milik pemerintah Indonesia.

Baca juga: Sekjen Partai Berkarya Duga Diungkitnya Muchdi dalam Kasus Munir oleh Bjorka untuk Alihkan Isu Lain

Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo menyatakan bahwa penyidik Polri telah masuk ke dalam tim terpadu yang dibentuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menelusuri kebocoran data dari Bjorka.

"Ya, tim Siber Bareskrim sudah masuk dalam tim terpadu," kata Dedi saat dikonfirmasi, Selasa (13/9/2022).

Namun begitu, Dedi masih enggan merinci apakah pihak kepolisian sudah mendapatkan identitas dari Bjorka. Kasus ini pun masih dalam penanganan tim Siber Bareskrim Polri.

"Nunggu update dari siber," pungkasnya.

Presiden Joko Widodo menggelar rapat terbatas bersama sejumlah Menteri Kabinet Indonesia Maju di Istana Merdeka, Jakarta, pada Senin, (12/9/2022). 

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate dalam keterangannya menyampaikan bahwa Kepala Negara menginstruksikan jajarannya untuk segera berkoordinasi dan menelaah lebih lanjut terkait dugaan kebocoran sejumlah data milik tokoh publik termasuk surat-surat yang ditujukan kepada Presiden Jokowi.

"Di rapat dibicarakan bahwa ada data-data yang beredar oleh salah satunya oleh (peretas) Bjorka, tetapi data-data itu setelah ditelaah sementara adalah data-data yang sudah umum, bukan data-data spesifik dan bukan data-data yang terupdatesekarang, sebagian data-data yang lama untuk saat ini. Hanya tim lintas kementerian/lembaga dari BSSN, Kominfo, Polri dan BIN tentu akan berkoordinasi untuk menelaah secara mendalam," ucap Menkominfo.

Baca juga: Ada Sosok Pria Bertopeng Hacker Bjorka Saat Demo Tolak Kenaikan Harga BBM, Ini Kata Mahasiswa

Johnny menuturkan bahwa pemerintah juga akan membentuk tim untuk melakukan asesmen-asesmen berikutnya dalam rangka menjaga kepercayaan publik. 

Tim tersebut akan terdiri dari berbagai unsur, seperti Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kepolisian Republik Indonesia, hingga Badan Intelijen Negara (BIN).

"Perlu ada emergency response teamyang terkait untuk menjaga tata kelola yang baik di Indonesia untuk menjaga juga kepercayaan publik. Jadi akan ada emergency response team dari BSSN, Kominfo, Polri, dan BIN untuk melakukan asesmen-asesmen berikutnya," tuturnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas