Aliansi Buruh: Pemerintah yang Berutang, Tapi Rakyat yang Diminta Menanggung
Ketua Umum Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Nining Elitos mengkritisi alasan pemerintah menaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Nining Elitos mengkritisi alasan pemerintah menaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
Diketahui, pemerintah beralasan mengambil kebijakan menaikan harga BBM karena anggaran negara defisit dan tak sanggup membayar utang.
"Kalau kita bicara BBM, awalnya kekurangan APBN, sekarang (alasan) karena tidak sanggup bayar utang. Yang berutang siapa? yang nanggung utang siapa? Rakyat!" kata Nining dalam diskusi mimbar bebas bertajuk 'Rakyat vs Oligarki' di YLBHI, Jakarta, Jumat (16/9/2022).
Padahal kata dia, alih-alih menaikkan harga BBM, pemerintah bisa mencari solusi lain yakni memilih program yang tidak jadi prioritas seperti pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan Timur.
Namun pembangunan IKN yang dinilai tidak punya urgensinya apalagi berdampak pada kepentingan rakyat, justru dikebut luar biasa.
Baca juga: BBM Naik, Jusuf Kalla Bercerita Soal Pengambilan Keputusan sebagai Pemimpin
Rezim Jokowi dinilai sangat ambisius menyelesaikan pembangunan IKN yang menelan biaya besar tersebut secara cepat.
"Proyek IKN yang tidak jadi prioritas untuk kepentingan rakyat, tapi dikebut luar biasa," kata Nining.
Juru Bicara aliansi Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) ini menyatakan rezim era Jokowi berulang kali menempatkan rakyat untuk jadi korban atas kebijakan-kebijakan pemerintah.
Ia menuturkan berbagai macam revisi UU dilakukan oleh rezim Jokowi. Bahkan revisi tersebut banyak yang terkesan dipaksakan dan dikebut.
Baca juga: AHY Kritik Pemerintah Naikan Harga BBM Subsidi, Ini Solusi yang Ditawarkan Demokrat
Mulai dari pembahasan Omnibus Law UU Cipta Kerja yang banyak tidak disepakati oleh rakyat berbagai sektor lantaran dipandang sebagai kebijakan eksploitasi terhadap manusia dan sumber daya alam.
Seakan tidak cukup, di masa pandemi Covid-19 2020-2021, rakyat kembali menjadi korban dari tumbal krisis kesehatan dan ekonomi. Para pedagang, tukang ojek, buruh di PHK tanpa pesangon atau dirumahkan tanpa dibayar.
Baca juga: Respon Sindiran AHY Soal BLT BBM, Ini Jawaban Menteri Sosial Risma
Kemudian sebelum harga BBM dinaikkan, pemerintah telah lebih dulu mengeluarkan kebijakan yang menyengsarakan rakyat yakni menaikkan PPN 11 persen, pencabutan subsidi listrik, hingga kenaikan tarif tol.
Rakyat berharap solusi, tapi pemerintah justru mengedepankan kepentingan investasi. Lagi-lagi, kata dia, rakyat jadi tumbal utama atas kepentingan investasi pemerintah.
"Lagi lagi rakyat yang selalu dijadikan korban," kata dia.