Optimalisasi Pemanfaatan Pupuk Ber-SNI, Jamin Kualitas dan Tingkatkan Produksi Pangan Nasional
Menetapkan Standarisasi Nasional Indonesia (SNI) pada produk pupuk yang beredar di pasaran jamin kualitas dan tingkatkan produksi pangan nasional.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Arif Fajar Nasucha
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia selama ini dikenal sebagai negara agraris karena memiliki sebagian besar penduduk yang bekerja pada sektor pertanian.
Namun dalam prosesnya, banyak petani yang kerap mengalami gagal panen karena berbagai faktor, mulai dari hama hingga salah dalam memilih produk pupuk.
Hal ini tentunya berpengaruh pada ketahanan pangan nasional yang telah menjadi program pemerintah.
Pemerintah pun saat ini terus mendorong produksi komoditas pangan untuk mewujudkan program ketahanan pangan nasional.
Ada berbagai upaya yang dilakukan pemerintah, satu di antaranya dengan menetapkan Standarisasi Nasional Indonesia (SNI) pada produk pupuk yang beredar di pasaran.
Pupuk selama ini tidak hanya menjadi komponen yang sangat penting dalam meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman.
Namun juga meningkatkan kesuburan tanah hingga menggantikan unsur-unsur kimia pada tanah yang telah diambil dari komoditas pangan yang ditanam sebelumnya.
Berdasarkan data Kementerian Pertanian, terdapat peningkatan pada nilai ekspor pertanian Indonesia pada 2019 dan 2020, dari Rp 390,16 triliun menjadi Rp 451,77 triliun atau naik mencapai 15,79 persen.
Peningkatan terus terjadi pada 2020 hingga 2021, dengan nilai ekspor mencapai Rp 625,04 triliun atau naik 38,68 persen.
Capaian ini tentu saja didukung dengan ketersediaan pupuk yang telah tersertifikasi SNI.
Baca juga: Indef Dorong Pemerintah Perbesar Ruang Anggaran Pupuk Organik
Kepala Badan Standardisasi Nasional (BSN), Kukuh S Achmad mengatakan bahwa hingga saat ini pihaknya telah menetapkan 29 SNI pupuk.
Penetapan ini sejalan dengan upaya pemerintah dalam mendukung peningkatan produktivitas dan kualitas pertanian nasional.
Menurutnya, diberlakukannya SNI pada pupuk tentu akan memberikan jaminan bagi petani bahwa pupuk yang mereka gunakan memiliki kualitas yang baik dan mampu meningkatkan produksi pangan.
"Dari 29 SNI pupuk yang telah ditetapkan, 9 SNI diberlakukan secara wajib. Penerapan SNI pupuk akan menjamin kualitas dari produk pupuk yang harapannya dapat memenuhi harapan petani atau pengguna," kata Kukuh di Jakarta, Selasa (2/8/2022).
9 SNI pupuk yang diterapkan secara wajib itu meliputi:
- SNI 2801:2010 Pupuk Urea
- SNI 2803:2012 Pupuk NPK Padat,
- SNI 02-1760-2005 Pupuk Amonium Sulfat
- SNI 02-0086-2005 Pupuk Tripel Super Fosfat
- SNI 02-2805-2005 Pupuk Kalium Klorida
- SNI 02-3769-2005 Pupuk SP-36
- SNI 02-3776-2005 Pupuk Fosfat alam untuk pertanian
- SNI 7763:2018 Pupuk Organik Padat
- SNI 8267:2016 Kitosana Cair sebagai pupuk organik
Perlu diketahui, tanaman membutuhkan setidaknya 16 elemen untuk bisa tumbuh maksimal dan menjadi produk pertanian yang unggul, namun dari belasan elemen tersebut, ada beberapa diantaranya yang paling esensial yakni karbon, belerang, hidrogen, oksigen, nitrogen, fosfor, kalium, kalsium dan magnesium.
Tanaman memperoleh karbon dari atmosfer, lalu hidrogen dan oksigen dari air dan unsur hara lainnya diambil dari tanah.
Baca juga: Program CSA Kementan Dorong Peningkatan Penggunaan Pupuk Alami
Lalu seperti apa upaya BSN dalam mendorong agar SNI pupuk tepat sasaran ?
Deputi Bidang Pengembangan Standar BSN, Hendro Kusumo mengatakan bahwa agar para petani bisa menggunakan SNI pupuk secara maksimal, maka diperlukan pula tambahan keterangan terkait petunjuk penggunaan.
Karena jika pupuk diberikan secara berlebihan, maka bisa saja terjadi penurunan hasil.
Sehingga produsen pupuk didorong pula untuk memberikan petunjuk penggunaan, selain detail terkait komposisi produknya.
"Kalau pupuknya sudah memenuhi SNI, tapi pabriknya berlebihan, ya bukannya malah sehat, malah tanamannya jadi nggak bagus. Jadi tidak hanya masalah komposisi dari suatu produk di dalam pemenuhan standar, tapi juga dengan petunjuk penggunaannya," kata Hendro, dalam virtual press conference BSN, Kamis (1/9/2022).
Terkait penerapan SNI pada pupuk ini, Direktur Keuangan dan Umum PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT), Qomaruzzaman mengatakan bahwa pihaknya mempertimbangkan standar baku maupun persyaratan mutu dalam memproduksi berbagai jenis pupuk seperti Urea dan NPK.
"Salah satu standar jaminan mutu, proses, serta tata kelola manajemen yang diterapkan oleh Pupuk Kaltim adalah standar SNI produk untuk Ammonia, Pupuk Urea serta NPK," jelas Qomar, kepada Tribunnews, Selasa (30/8/2022).
Qomar kemudian menjelaskan bahwa produk pupuk yang diproduksi PKT menggunakan bahan baku gas alam, yakni amoniak.
"Untuk Urea, bahan bakunya adalah Amonia (NH3) dan karbondioksida (CO2), untuk NPK bahan bakunya adalah Nitrogen (N), Fosfor (P) dan Kalium (K)," papar Qomar.
Ia pun menekankan bahwa kualitas dan kuantitas dalam pembuatan pupuk, saat ini terus menjadi fokus perusahaannya.
"Karena itu, pengujian kami lakukan di setiap tahapannya, baik itu saat produksi maupum sampai pupuk sudah masuk ke dalam karung (uji petik), untuk memastikan produk tersebut sudah layak untuk digunakan," tutur Qomar.
Sementara itu, SVP Sekretaris Perusahaan dan Tata Kelola PT Pupuk Kujang, Ade Cahya Kurniawan mengatakan bahwa pupuk yang diproduksi perusahaannya telah memiliki sertifikasi SNI.
"Terkait dengan pupuk organik yang kami miliki, Pupuk Kujang memiliki 2 pupuk organik, pupuk hayati cair itu namanya Bion-up dan satu lagi pupuk organik Excow. Nah kedua pupuk sudah tersertifikasi SNI," kata Ade.
Ade pun menekankan bahwa pupuk yang telah tersertifikasi SNI ini selain dapat meningkatkan produktivitas pangan, juga dapat memperbaiki kondisi tanah melalui penggunaan pupuk kimia yang dikombinasikan dengan pupuk organik.
"Pupuk kimia dengan pupuk non-kimia itu harus dikombinasikan, karena pupuk organik bertugas untuk memperbaiki tanah dengan cara memasukkan bakteri tertentu supaya kondisi tanah itu sehat. Nah pupuk kimia ini adalah makanan bagi tumbuhan, jadi dua-duanya harus tetap kita lakukan supaya menjaga produktivitasnya tinggi," tegas Ade.
Ade menambahkan bahwa PT Pupuk Indonesia (Persero) yang menaungi Pupuk Kujang pun sempat memberikan sosialisasi mengenai kombinasi antara pupuk organik dan kimia melalui istilah 532.
Ini dilakukan agar pada saat yang sama, kondisi tanah selalu terjaga dan nutrisi yang diperoleh tanaman pun tetap terpenuhi.
"Makanya Pupuk Indonesia sempat pernah mensosialisasikan istilah 532, 532 ini adalah kombinasi, 500 kilo per hektar itu pupuk organik, 300 itu pupuk Urea per hektar, dan 200 itu pupuk NPK per hektar," pungkas Ade.
Sementara itu, SVP Operasi PT Pupuk Sriwidjadja (Pusri) Palembang, Andri Azmi mengatakan bahwa terkait dengan kualitas pupuk Urea dan NPK pada saat sebelum dan sesudah tersertifikasi SNI, tidak jauh berbeda.
"Namun ketika kita bersertifikasi SNI, maka pola produksi kita, mulai dari penerimaan bahan baku, pengolahan bahan baku, proses produksi hingga penyaluran, itu betul-betul diatur oleh sistem manajemen yang terkontrol dengan baik. Maka ketika kita sudah bersertifikasi SNI, itu kualitas yang sudah baik itu akan selalu terjaga," tegas Andri.
Terkait jumlah penjualan saat produk telah memiliki 'label SNI' ini, ia pun mengakui memang terjadi peningkatan karena adanya kepercayaan dari konsumen.
"Di sisi penjualan, sebenarnya ketika setelah ber-SNI, dari sisi komersil ini meningkat, pasti ada peningkatan karena trust dari konsumen akan bertambah," tutur Andri.
Ia menuturkan bahwa dari penjualan 2,2 juta ton pada 2020, 50 persen atau sekitar 1,2 juta merupakan pupuk subsidi.
"Kemudian sekitar 630-an (juta ton) itu untuk non-subsidi dalam negeri, kemudian kita ada ekspor sekitar 300-an (juta ton)," papar Andri.
Untuk lebih menggaungkan penggunaan pupuk tersertikasi SNI, Hendro pun menekankan bahwa BSN telah melakukan sosialisasi, namun masih terbatas pada Usaha Kecil Menengah (UKM), bukan kelompok tani.
Padahal kelompok tani memiliki peranan penting dalam memastikan terjaganya produksi pangan demi meningkatkan ketahanan pangan nasional.
"Tapi memang masih terbatas di UKM-nya, belum sampai pada petani, itu belum sampai ke sana. Masih di level BSN membuat flyer, kemudian menginformasikan di website BSN, social media BSN, itu kita sosialisasikan," jelas Hendro.
Ia pun menyadari bahwa perlu adanya upaya yang lebih besar untuk bisa menjangkau kelompok tani.
"Tapi memang mungkin kita perlu melakukan upaya yang lebih tinggi lagi, agar sampai ke kelompok tani," kata Hendro.
Hendro pun menyampaikan bahwa beberapa waktu lalu, pihaknya melakukan audiensi dengan Kementerian Pertanian terkait standarisasi dan kesesuaian untuk mendukung tata kelola pertanian nasional.
"(Ini terkait) SNI yang sudah ada di pertanian itu apa saja? Bagaimana menggalakkan pemanfaatannya dan bagaimana pembinaannya," jelas Hendro.
Oleh karena itu, dirinya menegaskan bahwa pengembangan produk tersertifikasi SNI serta sosialisasinya sangat memerlukan kolaborasi dari berbagai pihak.
"Jadi memang seluruh upaya yang diperlukan, kami akan terus melakukan tidak hanya melalui BSN, tapi juga sinergi kolaborasi dengan seluruh pemangku kepentingan (stakeholder). Tidak hanya dengan pemerintah, tapi juga pelaku usaha seperti kita menggandeng pelaku industri pupuk," papar Hendro.
Ia pun menyatakan bahwa tidak menutup kemungkinan akan ada sinergi lanjutan dengan produsen pupuk untuk melakukan sosialisasi yang menyasar sentra industri pertanian.
"Mungkin di waktu-waktu tertentu, kami dengan sinergi di masing-masing pelaku usaha produsen pupuk, melakukan sosialisasi ke sentra-sentra industri pertanian yang katakanlah daerah penghasil beras, daerah penghasil apa saja yang sesuai dengan konteks penerapan dari SNI pupuk," pungkas Hendro.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.