KPK: Tidak Logis Koruptor Dapat Remisi karena Donor Darah dan Pandai Membatik
KPK menilai tidak logis jika pemberian remisi dan pembebasan bersyarat terhadap koruptor hanya mengacu pada pembinaan para napi di Lapas
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
![KPK: Tidak Logis Koruptor Dapat Remisi karena Donor Darah dan Pandai Membatik](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/ratu-atut-pinangki-suryadharma-ali-zumi-zola-dan-patrialis-akbar.jpg)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti soal pemberian remisi serta pembebasan bersyarat bagi para narapidana atau napi kasus korupsi.
KPK menilai tidak logis jika pemberian remisi dan pembebasan bersayarat terhadap koruptor hanya mengacu pada pembinaan para napi di lembaga pemasyarakatan (lapas), seperti donor darah atau membatik.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, pemberian remisi serta pembebasan bersyarat seharusnya juga memerhatikan perilaku para napi tersebut ketika perkara masih di tahap penyelidikan, penyidikan, bahkan sampai penuntutan di pengadilan.
Untuk itu, ia menekankan pemberian remisi serta pembebasan bersyarat, termasuk kepada koruptor harus dilaksanakan secara proporsional.
“Kan tidak logis kalau kemudian remisinya seakan-akan hanya remisi dalam perspektif masa pembinaan di lapas saja. Apalagi kemudian misalnya dianggap sudah memiliki kontribusi bagi negara dan kemanusiaan ketika sudah donor darah, kemudian pandai membatik dan lain-lain,” kata Ghufron dalam keterangan tertulis, Sabtu (17/9/2022).
Padahal, Ghufron menekankan, narapidana itu dijebloskan ke penjara karena mencuri uang rakyat.
Tak hanya merugikan perekonomian negara, para koruptor itu juga sudah merugikan kepentingan masyarakat.
“Itu kan padahal perilakunya itu perilaku yang sebelumnya pada saat proses peradilan pidana, proses penyelidikan, penyidikan, mereka-mereka tersangka korupsi itu merugikan uang rakyat dan kepentingan orang banyak,” katanya.
Ghufron mengakui, remisi maupun pembebasan bersyarat merupakan hak bagi tiap narapidana yang diatur dalam Pasal 10 UU Pemasyarakatan.
Hanya saja, ia mengingatkan agar pelaksanaan pemberian remisi kepada para napi dijalankan secara lebih proporsional.
Baca juga: 23 Napi Koruptor Bebas Bersyarat Secara Bersamaan, MAKI Kecewa Banyaknya Remisi
“Maksudnya apa proporsional? Harus seimbang antara perbuatannya yang mencederai publik dan merugikan Indonesia rakyat banyak dengan kemudian pembinaan yang masanya mohon maaf kadang hanya masanya empat tahun sudah dianggap kemudian terpulihkan,” kata Ghufron.
Ghufron juga mempertanyakan pembinaan para napi tersebut sudah terevaluasi dengan baik.
Selain itu, apakah pembinaan tersebut juga telah mampu membuat perilaku para napi menjadi sesuai dengan norma-norma yang ada di masyarakat.
Terkait polemik tersebut, Ghufron meminta agar ada keterbukaan dalam pemberian remisi serta pembebasan bersyarat kepada para napi, termasuk napi korupsi atau koruptor.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.