Bikin Menteri ATR/BPN Tidak Bisa Cabut Sertifikat Palsu, DPR Sebut Permen 21/2020 Harus Direvisi
DPR menyoroti Peraturan Menteri Nomor 21 Tahun 2020 tentang Penanganan dan Penyelesaian Masalah Pertanahan.
Penulis: Naufal Lanten
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Reporter Tribunnews.com, Naufal Lanten
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang menyoroti Peraturan Menteri Nomor 21 Tahun 2020 tentang Penanganan dan Penyelesaian Masalah Pertanahan.
Menurut dia, aturan itu harus segera direvisi.
Sebab dengan ketentuan itu, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) tidak punya wewenang untuk menentukan mana sertifikat yang asli dan mana yang palsu.
Padahal, kantor BPN punya wewenang untuk mengeluarkannya.
Termasuk ketika ada dua sertifikat tanah yang sama-sama resmi dikeluarkan oleh kantor BPN.
Baca juga: DPR Beberkan Sederet Pekerjaan Rumah Menteri Hadi Tjahjanto di 100 Hari Kerja
Demikian dikatakan Junimart Girsang dalam diskusi bertajuk ‘100 Hari Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto: Pemberantasan Mafia Tanah dan Janji Reforma Agraria, Senin (26/9/2022).
“Di situ diatur, ketika ada dua sertifikat, dan yang satu adalah palsu, menteri tidak akan mencabut yang palsu, saya marah-marah itu, ini sertifikat menjadi otoritas dari Kementerian ATR/BPN untuk menerbitkan,” kata Junimart.
“Kan anda yang tahu mana yang asli dan mana yang palsu, tetapi kenapa harus menunggu putusan pengadilan, yang nyata-nyata di situ mafianya ada,” lanjut dia.
Tak hanya itu, Junimart pun menyebut bahwa saat ini jejaring mafia tanah hingga pengadilan.
Sehingga kasus sertifikat ganda ketika digugat banyak dimenangkan oleh mafia yang menggugat.
“Mafia ini sudah terstruktur dan sistemik, sudah ada mafia itu di APH, ada mafia di pengadilan, kalau di lapangan itu sudah pasti ada,” ucapnya.
Baca juga: 100 Hari Kinerja Menteri Hadi Tjahjanto Disorot DPR, Junimart Girsang: Saya Belum Lihat Apa-apa
Selain itu, Junimart bilang bahwa hakim yang mengadili masalah pertanahan juga bisa dilihat dari siapa yang menyidang.
Menurut Junimart, para hakim ini juga tidak mempunyai pengetahuan yang cukup luas tentang masalah pertanahan.
“Coba dicek, kalau masalah tanah hakimnya itu-itu saja. Kedua, bagaimana seorang hakim, tidak pernah mempelajari masalah pertanahan secara detail bisa ahli menjadi hakim untuk kasus pertanahan,” katanya.
“Saya sudah usulkan, tolong dikoordinasikan supaya hakim tingkat I tingkat II itu bagaimana ada hakim khsusus pertanahan,” tuturnya menambahkan.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.