VIDEO EKSKLUSIF Mungkinkah Jokowi Maju Jadi Cawapres untuk Prabowo Subianto di Pilpres 2024?
Koordinator Sekretariat Bersama (Sekber) Prabowo-Jokowi, Ghea Giasty Italiane menyatakan Prabowo Subianto dan Jokowi pernah disurati agar diduetkan
Editor: Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tribun Series kali ini membahas mengenai wacana yang mencuat, yakni duet antara Prabowo Subianto sebagai Calon Presiden (Capres) akan berpasangan dengan Joko Widodo (Jokowi) sebagai Calon Wakil Presiden (Cawapres) di Pemilu Presiden (Pilpres) 2024.
Diskusi ini menghadirkan Ketua Koordinator Sekber Prabowo-Jokowi, Ghea Giasty, pengamat politik Charta Politika Yunarto Wijaya, dan politisi PDI Perjuangan Masinton Pasaribu.
Koordinator Sekretariat Bersama (Sekber) Prabowo-Jokowi, Ghea Giasty Italiane menyatakan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pernah disurati agar diduetkan pada Pilpres 2024.
Hal itu diungkapkan Ghea Giasty Italiane saat wawancara khusus dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra di Kantor Tribun, Jakarta, Senin (26/9/2022).
Ghea mengatakan pihaknya mendapat respon ketika menyurati pihak Prabowo meski tidak menyatakan menerima juga menolak dukungan tersebut.
"Tidak menolak juga tidak menerima juga yang penting mereka terima kasih aja karena ternyata masih banyak yang mau mendukung beliau berdua untuk maju bersama," kata Ghea.

Sama halnya ke Prabowo, Ghea juga mengaku sempat menyurati pihak Istana untuk menyampaikan aspirasi tersebut.
Kendati demikian, Ghea menuturkan pihaknya tak mendapat respons setelah menyurati pihak Istana.
"Kalau waktu itu kita memang mengirim surat ke istana yah cuman memang untuk balasannya tidak ada," ujarnya.
Lebih lanjut, Ghea berharap Jokowi menerima aspirasi tersebut.
"Namun dari beberapa media beliau menolak pun tidak menerima pun tidak. Mudah-mudahan sih beliau menerima," ungkap dia.
Yunarto Wijaya: Gerindra Merasa Dirugikan
Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia Yunarto Wijaya menyebut Partai Gerindra merasa dirugikan akibat wacana duet Prabowo Subianto dan Joko Widodo (Jokowi) di pilpres 2024.
Awalnya, Yunarto mengatakan secara empiris rupanya Partai Gerindra cenderung menolak wacana Prabowo-Jokowi.
Hal itu, kata dia, terlihat dari beberapa pernyataan kata Ketua Harian Gerindra Sufmi Dasco Ahmad yang cenderung menolak.
"Kalau kita baca secara empiris juga kalau kita coba tafsirkan dari pernyataan misalnya Dasco ya Ketua Harian dari Gerindra cenderung juga menolak," kata Yunarto.
Selain itu, Yunarto menuturkan munculnya beberapa spanduk Prabowo-Jokowi di beberapa daerah dianggap Gerindra sebagai bentuk black campaign.
"Artinya mereka merasa dirugikan bukan diuntungkan situasi ini. Itu tafsiran saya dan spekulasi saya mengenai secara empiris ya," ujarnya.

Tak hanya itu, ia mengungkapkan berdasarkan hasil survei lembaganya, Charta Politika memperlihatkan mayoritas responden menolak wacana itu.
"Ternyata 57 persen menolak, 31 persen setuju sisanya belum menentukan pilihan," ucap Yunarto.
Karena itu, Yunarto menganggap narasi mencegah polarisasi di balik wacana Prabowo-Jokowi tak bisa diterima.
"Artinya kan kalau dibaca dari sini kalau tidak ada perubahan berarti kalau maju pun dua sosok ini walaupun disebut dua sosok kebangsaan bisa mencegah polarisasi tapi ternyata tidak diterima," ungkapnya.
Yunarto lantas menanyakan alasan Sekretariat Bersama (Sekber) Prabowo-Jokowi yang menggabungkan wacana tersebut.
"Jangan-jangan hanya perasaan dari temen-temen (Sekber) saja bukan merepresentasikan perasaan dari pendukung Jokowi dengan pendukung Prabowo yang sesungguhnya," imbuh dia.
Mari simak diskusi di atas.(*)