PSI Nilai DPR Layak Mendapat 'Kartu Merah' Karena Copot Hakim MK Aswanto Tanpa Alasan
Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menilai DPR layak mendapat 'kartu merah' dalam kasus pemecatan Hakim Konstitusi Aswanto.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menilai DPR layak mendapat 'kartu merah' dalam kasus pemecatan Hakim Konstitusi Aswanto.
Hal ini, karena DPR telah melakukan dua kesalahan dalam proses pemecatan tersebut termasuk pengangkatan Sekjen MK Guntur Hamzah sebagai pengganti Aswanto.
“DPR sudah offside, karena tidak ada alasan dalam UU MK untuk memberhentikan Aswanto. Apalagi Sekjen MK sendiri tidak pernah menjalani proses fit and proper test di DPR. Jadi ini sudah dua kali salahnya. Sudah kartu merah kalau tanding bola,” kata Direktur Advokasi dan Bantuan Hukum DPP PSI Rian Ernest, Rabu (5/10/2022).
PSI, kata Rian, meminta Komisi III DPR tidak menunjukkan politik yang jorok.
Seorang hakim MK, kata dia, adalah negarawan yang memutuskan perkara berdasarkan konstitusi, bukan untuk membela DPR.
Baca juga: Copot Hakim MK Aswanto, ICW: DPR Arogan dan Otoriter
“Hakim MK yang diajukan DPR tidak dapat disamakan dengan pegawainya DPR, yang harus gelap mata selalu membela DPR. Itu cara berpolitik yang salah, transaksional, dan tidak memberi contoh yang baik. Jangan lupa, DPR selalu menjadi lembaga yang terendah kepercayaannya,” tegas Rian.
Menurut Rian, publik bakal semakin tidak percaya kepada hukum jika diatur dan dikendalikan kepentingan politik.
“Kalau rule of law diobok-obok demi kepentingan politik, bagaimana orang mau semakin percaya dengan hukum kita. Baru saja kita lihat perkara Sambo. Ada juga perkara Lukas Enembe. Belum lagi OTT hakim agung kemarin. Hari-hari ini kita lihat pemberhentian hakim MK secara sewenang-wenang,” ungkapnya.
Baca juga: Begini Respons Ketua DPR Soal Pencopotan Aswanto dari Hakim MK yang Tuai Protes
Untuk itu, PSI menuntut agar DPR dan Komisi III DPR segera mengoreksi keputusannya.
“Kami juga meminta agar presiden tidak menindaklanjuti keputusan Komisi III yang ngawur tersebut,” pungkas Rian.