Ketum Prima Sebut Tragedi Kanjuruhan sebagai Akumulasi Masalah Kebangsaan
Dia kemudian menarik lagi ke belakang, soal kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat yang dikepalai oleh Ferdy Sambo
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Rakyat Adil dan Makmur (PRIMA) Agus Jabo Priyono menilai Tragedi Stadion Kanjuruhan, Malang, merupakan akumulasi dari masalah kebangsaan, khusus adanya dekadensi kepribadian bangsa yang jatuh ke titik nadir.
"Rasa sedih yang teramat mendalam, marah, kesal, semua bercampur aduk jadi satu. Betapa mudahnya nyawa saudara-saudara kita melayang, tragedi ini akan terus menghantui dan menjadi sejarah paling kelam dalam persepakbolaan nasional, bahkan mungkin juga dunia," kata Agus dalam keterangannya, Rabu (5/10/2022).
Dia kemudian menarik lagi ke belakang, soal kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat yang dikepalai oleh Ferdy Sambo, hingga hakim Mahkamah Agung Sudrajad Dimyati yang terjerat kasus di KPK.
"Ini semua menunjukkan ada yang tidak beres dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama rusaknya kepribadian bangsa. Hitam putihnya kepribadian bangsa sangat dipengaruhi oleh sistem ekonomi dan politik, dalam sistem yang baik, akan menghasilkan kepribadian bangsa yang luhur, begitu juga sebaliknya, dalam sistem yang bobrok, akan melahirkan kepribadian yang bobrok pula," kata Agus
Baca juga: Mahfud MD: TGIPF Sepakat Cari Akar Masalah Tragedi Kanjuruhan untuk Rekomendasi Selanjutnya
Agus yakin publik sudah sepakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, landasannya adalah Pancasila, dengan selalu dan terus-menerus memegang teguh nilai-nilai luhur, yaitu Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Demokrasi dan Keadilan Sosial.
"Namun sekarang ini nilai-nilai tersebut hilang, sirna. Sirna ilang kertaning bumi. Akar persoalan rusaknya kepribadian bangsa, kehidupan berbangsa dan bernegara adalah ketika uang dan kekayaan dijadikan sebagai sumber daya untuk menguasai kehidupan ekonomi, politik dan sosial," kata dia.
Dia lebih lanjut bicara bahaa pasca reformasi, tidak ada perubahan struktur ekonomi, alam liberal hasil reformasi telah melahirkan satu kelompok kecil masyarakat yang sangat kuat dan berkuasa penuh, dengan menguasai sumber ekonomi.
Segelintir orang penguasa sumber ekonomi, dikatakan Agus, dengan kekuatan uangnya kemudian mempengaruhi serta menguasai lembaga politik.
"Akibatnya, aturan dan UU yang berlaku, cenderung membela kepentingan orang-orang superkaya ini. Segelintir orang super kaya inilah yang kemudian kita kenal dengan oligarki," kata dia.
Sebelum Pemilu 2024, dikatakan Agus, harus ada koreksi total terhadap konsep, sistem, struktur berbangsa dan bernegara, dengan jalan konsensus.
"Mempertemukan unsur-unsur pimpinan negara dengan unsur-unsur masyarakat untuk merumuskan haluan baru, kembali ke jati diri bangsa, dengan landasan Preambule UUD 1945," kata dia.
Baca juga: Kesaksian Penonton saat Tragedi Kanjuruhan: Brimob Tolak Bantu 3 Suporter Wanita Arema yang Pingsan
Jika tidak, dikatakan Agus, Pemilu 2024 hanya akan menjadi ritual pergantian komposisi dan susunan kekuasaan, tanpa mengubah apa pun yang menjadi akar persoalan kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Struktur ekonomi dan politik yang hanya dikuasai segelintir orang, yang bertentangan dengan tujuan dan dasar negara, yakni terwujudnya keadilan, kemakmuran dan kebahagiaan bagi seluruh rakyat Indonesia, agar terbentuk kepribadian bangsa yang luhur, sesuai dengan nilai Pancasila. Jika tidak, maka peristiwa demi peristiwa yang memilukan, akan terus bermunculan dan kehidupan kita akan masuk ke dalam era Sirna Ilang Kertaning Bumi," tandas dia.