Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

VIDEO EKSKLUSIF Ungkap Alasan Mundur, Niluh Djelantik Ingin Anies Minta Maaf Soal Pilkada DKI 2017

Niluh menyayangkan sikap NasDem yang kala itu sangat mendukung Ahok yang dituduh menistakan agama, justru saat ini berbalik arah mendukung Anies

Editor: Srihandriatmo Malau

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Niluh Djelantik  memilih keluar dari Partai NasDem setelah deklarasi dukungan untuk Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebagai Calon Presiden (Capres) 2024.

Niluh yang merupakan Ketua DPP Partai NasDem ini mengungkapkan alasan mengapa dirinya meninggalkan Partai yang dikomandoi Surya Paloh.

Dia mengaku masih teringat luka dari kontestasi Pilkada DKI 2017.

Kata Niluh, Anies Baswedan yang saat ini, diusung menjadi bakal calon Presiden 2024 meninggalkan dampak polarisasi politik cukup besar.

Dia masih ingat bagaimana diri bersama sejumlah orang mendirikan relawan Teman Ahok, yang merupakan lawan Anies Baswedan di Pilkada DKI 2017 lalu.

Saat itu dirinya menilai mendapat sejumlah intimidasi, mendiskreditkan personal, dan merugikan usaha yang dijalankannya.

Hal itu disampaikan Niluh saat dialog Tribun Series bertajuk 'Mengapa Mundur Setelah Anies Diusung Bakal Capres?' yang dipandu oleh Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra secara virtual, Jumat (7/10/2022).

Berita Rekomendasi

"Ini jauh sebelum saya memutuskan masuk partai politik, bahwa saat itu saya berjuang untuk Pak Ahok all out, kami menjadi bagian dari teman Ahok, mendirikan teman Ahok di Kemang," kata Niluh.

Niluh juga menyayangkan sikap Partai NasDem yang kala itu sangat mendukung Ahok yang dituduh menistakan agama, justru saat ini berbalik arah mendukung Anies.

Berikut hasil wawancara Niluh Djelantik terkait keputusan keluar dari Partai NasDem:

Bu Niluh bisa dijelaskan tidak, apa sih buruknya Pak Anies, apa kekurangan Anies Baswedan di mata Niluh Djelantik, sehingga kemudian memilih untuk meninggalkan Partai Nasdem ?

Anies, Pak Anies Baswedan adalah salah satu idola saya. Salah satu idola saya sejak beliau masih di Paramadina. Saya pernah berkomunikasi dengan Mas Anies langsung pada saat beliau ditunjuk menjadi juru bicara dari Capres pada saat itu yaitu Pak Presiden Jokowi.

Saya menyampaikan kepada beliau, saya titip Bali yah, kan nanti karena kami kan memperjuangkan seorang Jokowi. Beliau kan adalah juru bicara dari Jokowi. Saya melihat Nasionalisme beliau itu sebagai seorang stakeholder, sebagai seorang pendidik, sebagai seorang rektor termuda di Negeri ini di Paramadina.

Saya lihat beliau adalah pada saat itu saya melihat beliau memiliki potensi dan beliau bersama orang baik ini. Saya sudah berkomunikasi sejak lama sebenarnya dengan mas Anies hingga akhirnya beliau diangkat menjadi menteri, saya tetap menjaga hubungan baiknya.

Nah jikalau kemudian di tahun 2017 beliau dipilih menjadi salah satu calon gubernur dan saat itu beliau apa namanya sudah selesai menjadi menteri. Pada saat itu saya masih tetap baik-baik saja dan beliau This is competion. Kompetisi itu adalah....ada Anies Baswedan ada juga bapak Basuki Tjahaja Purnama. Di saat yang sama masuk juga AHY (Agus Harimurti Yudhoyono) ya kan.

Ini adalah anak-anak bangsa yang akan berkompetisi secara fair, secara kesatria. Karena saya juga begini-begini juga saya mantan atlet gitu loh. Sistem kompetisi itu seperti apa bagaiamana kita bertanding dengan fair.

Nah pada saat kemudian berjalan proses kontestasi politik itu, proses kampanye tersebut karena saya memang sudah memutuskan untuk memperjuangkan Bapak Ahok. Jadi saya harus memilih dan ini jauh sebelum memasuki rumah partai politik. Jadi saya memutuskan saya berjuang untuk Ahok all out.

Kami menjadi bagian dari teman Ahok, mendirikan teman Ahok di Kemang.

Kami mengalami begitu banyak intimidasi-intimidasi, mendiskreditkan saya sebagai seorang personal Niluh Djelantik, mendiskreditkan usaha kami dan kami semua kami lalu dengan alasan apa, dengan alasan sederhana bahwa siapapun kamu apapun warna rambut mu, apapun latar belakang kamu, kamu berhak memiliki impian di negeri ini.

Dan saat itu NasDem adalah salah satu partai yang mengusung Ahok, salah satu yang paling depan mengusung Basuki Tjahaja Purnama. Partai pendukung penista agama kalau kita melihat hari ini. Kalau kita ketik google partai pendukung penista agama itu adalah Nasdem.

Bagaimana kita melihat media-media televisi yang kemudian ada reporternya dilemparin, dipukulin kepala dan sebagainya itu Metro TV. Jadi saya berada di sana tanpa ada hubungan secara pribadi dengan partai Nasdem, dan partai-partai nasionalis lainnya juga bahkan mengalami juga proses-proses diskreditkan seperti itu, kami tetap berjalan mendukung Ahok, itu bukan tentang Ahok gitu loh mas.

This not, bagaimana anak Bangsa itu bisa menjadi apa yang mereka mau, apa yang mereka inginkan dengan catatan harus bersih, transparan dan profesional. Dan proses Pilkada itu membuat saya karena saya mengalami kesehariannya, membuat saya sangat patah hati, gitu loh sangat bersedih.

Karena bukan Mas Anies yang mengatakan haram hukumnya memilih pemimpin kafir, bukan mas Anies yang mengatakan menolak mensholatkan mayat yang memilih Ahok, bukan Mas Anies, bukan dari bibirnya keluar.

Akan tetapi saya melihat, beliau di sana seolah-olah duduk dan menikmati dan enjoy dan mungkin itu salah satu cara dia agar, saya (Anies) bisa meraih kekuasaan itu, untuk menjadi dekat buat rakyat.

Tapi saya harus lalui jalan yang buat saya yah menurut saya pribadi, saya lihat itu bisa lebih bersih gitu loh. Dan saya tidak melihat itu dalam diri seorang Anies Baswedan saat itu.

Dan kekecewaan itu saya saya simpan, saya simpan, dan kemudian akhirnya karena masukan dari Bapak BTP, saya memutuskan untuk masuk berjuang dari dalam sistem yaitu partai politik. Dan itu pun masukan dari Bapak BTP loh.

Jadi, tidak ada benci saya secara personal kepada Anies Baswedan, tidak, ada kekesalan saya secara personal.

Baca juga: Politisi Nasdem Sebut Ada yang Iri Dengki, Munculnya Sebutan Nasdrun Usai Deklarasi Anies Capres

Baca juga: Niluh Djelantik Tolak Dukung Anies Baswedan Jadi Capres karena Masih Terluka di Pilkada DKI Jakarta

Akan tetapi, saya sangat berharap dia memiliki jiwa besar, dia memiliki kemampuan merangkul, bukan hanya sekedar ke Pure ini atau ke Wihara ini atau ke Gereja ini, tapi dia bisa mengatakan secara global, secara nasional saya minta maaf atas apa yang terjadi di Pilkada 2017, yang mungkin bukan kesalahan saya. Akan tetapi yuk kita bareng-bareng yuk, bangun bangsa ini.

Jadi yang masa lalu biarlah masa lalu, saya minta maaf sebesar-besarnya kepada rakyat Indonesia atas apa yang terjadi di 2017. Nah kami-kami ini yang merasa minoritas, kami-kami ini yang merasa apa yang perjuangkan selama ini, kami pasti akan menjadi lebih adem gitu loh. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas