Serukan Pertemuan G20 Jadi Ruang Dialog, AHY: Kita Ingin, Persatuan, Perdamaian dan Kestabilan
(AHY) berharap pertemuan puncak G20 di Bali pertengahan November nanti bisa menjadi ajang dialog yang substantif bagi para pemimpin negara yang hadir.
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif lembaga kajian (think tank) The Yudhoyono Institute Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) berharap pertemuan puncak G20 di Bali pertengahan November nanti bisa menjadi ajang dialog yang substantif bagi para pemimpin negara yang hadir.
"Indonesia dan para anggota G20 lainnya harus mengirimkan pesan yang lebih jernih dan lantang pada dunia bahwa kita menginginkan perdamaian dan stabilitas. Karena itu kita harus bersatu," kata AHY dalam sambutan penutup Roundtable Discussion bertema 'Geo Politik & Keamanan Internasional, Ekonomi Global, dan Krisis Perubahan Iklim' di Jakarta (13/10/2022).
Forum ini diselenggarakan bersama oleh TYI Indonesia dan Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM).
Forum diskusi yang dihadiri 19 pembicara dari kedua negara, dengan berbagai latar belakang profesi itu, menyimpulkan bahwa ada tiga masalah utama yang sekarang dihadapi dunia, dan juga berdampak pada kawasan Asia Tenggara.
Pertama, kata AHY, adalah ketidakpastian stabilitas keamanan global.
"Pasca pandemi Covid-19, saat dunia sedang membutuhkan spirit persatuan dan kebersamaan untuk bangkit kembali, perang Rusia - Ukraina justru memperburuk kondisi dunia," tegas AHY.
"Dividen perdamaian selama 30 tahun pasca perang dingin tampaknya sudah berlalu."
Merujuk pada pengalamannya sebagai perwira operasi pada Pasukan Penjaga Perdamaian PBB di Libanon (UNIFIL), AHY mengingatkan jika ketegangan antar kekuatan tidak dimitigasi dengan baik, miskalkulasi, kesalahan taktikal di lapangan berpotensi mendorong erratic leaders (pemimpin yang tidak terkendali) mengambil langkah-langkah spekulatif yang destruktif.
"Jangan anggap remeh ancaman penggunaan nuklir dan senjata pemusnah massal lainnya," katanya.
Kedua, tekanan ekonomi dan ancaman resesi global.
AHY mengingatkan, "Jika keamanan global masih belum membaik, lalu berdampak serius pada pasokan gas alam ke negara-negara Eropa, maka ancaman resesi dan krisis energi global akan membayangi ekonomi dunia. Di saat itu, kita semua, bangsa Indonesia, harus bersiap-siap menghadapi tubulensi ekonomi yang lebih berat di tahun 2023 mendatang. Jika nilai tukar Rupiah kian melemah, maka tanggungan bunga dan cicilan utang negara akan semakin berat."
AHY kembali menekankan soal pentingnya menetapkan prioritas pembangunan yang benar, ”Dalam kondisi ekonomi negara yang lemah saat ini, kemampuan negara negara berkembang untuk membayar utang menjadi semakin terbatas. Apalagi kalau bunga utangnya sangat tinggi. Ruang fiskal menjadi kian terbatas. Kita harus bijak menentukan agenda pembangunan nasional. Jangan sampai kebangkrutan nasional seperti yang dialami Sri Lanka terulang."
Baca juga: AHY: Ajang G20 Jangan Hanya Jadi Gimik Politik
Ketiga, komitmen untuk mengatasi perubahan iklim yang melemah.
"Krisis perubahan iklim kian memburuk. Ini berpotensi mempengaruhi 10 persen nilai total ekonomi dunia pada tahun 2050. Yang paling terdampak adalah negara-negara Asia karena bertumpu pada agrikultur. Jika kita tidak melakukan apa-apa, ini akan mengurangi 18 persen nilai ekonomi kita. Tetapi jika kita melakukan sesuatu, itu hanya akan mempengaruhi 4 persen," tegas AHY.
"Langkah-langkah dekarbonisasi melalui inovasi teknologi dan promosi energi alternatif seperti tenaga surya dan mobil elektrik patut dipertimbangkan. Negara dan sektor swasta harus bersinergi dan berkolaborasi untuk mengambil peran itu bersama-sama," pesan AHY.
AHY mengajak untuk sama-sama mendukung pertemuan puncak G20 sebagai forum dialog dan mencari solusi.
"Tanggalkan dan tinggalkan ego masing-masing," tandas AHY, "Zero sum game hanya akan hanya akan menghancurkan fondasi keamanan dan ekonomi dunia. Perlu jiwa besar untuk menurunkan ego masing-masing pemimpin dunia untuk fokus memikirkan masa depan peradaban kita."
Hasil dari Roundtable Discussion TYI-UKM ini akan dibawa ke pertemuan Club de Madrid, yaitu forum para mantan pemimpin negara yang demokratis di Berlin, akhir Oktober nanti.
Rencananya, hasil pertemuan Club de Madrid akan disampaikan sebagai masukan pada Pertemuan Puncak G20 di Bali, pertengahan November mendatang.