Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

PROFIL 3 Hakim Sidang Brigjen Hendra Cs, Ada yang Pernah Pimpin Sidang Kasus KM 50

Berikut profil tiga hakim yang bakal pimpin sidang obstruction of justice Brigjen Hendra dkk pada Rabu (20/10/2022).

Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Tiara Shelavie
zoom-in PROFIL 3 Hakim Sidang Brigjen Hendra Cs, Ada yang Pernah Pimpin Sidang Kasus KM 50
Kolase Tribunnews/pn-jakartaselatan.go.id
Tiga hakim yang bakal memimpin sidang kasus obstruction of justice pembunuhan Brigadir J yaitu Ahmad Suhel (kiri), Djuyamto (tengah), dan Hendra Yuristiawan (kanan). 

TRIBUNNEWS.COM - Sidang perdana perintangan penyidikan atau obstruction of justice pembunuhan Brigadir J akan digelar hari ini, Rabu (19/10/2022) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

Humas PN Jakarta Selatan, Djuyamto mengatakan persidangan akan digelar dalam dua sesi yaitu pukul 10.00 WIB dan 14.00 WIB.

Adapun sesi pertama akan menghadirkan terdakwa yakni Brigjen Hendra Kurniawan, Kombes Agus Nurpatria, AKBP Arif Rahman.

"Lalu yang kedua pukul 14.00 WIB dengan terdakwa Chuck dkk," kata Djuyamto dikutip dari Kompas.com.

Djuyamto juga mengatakan majelis hakim yang memimpin persidangan juga berbeda.

Untuk terdakwa Hendra Kurniawan, Arif Rahman, dan Agus Nurpatria akan dipimpin oleh majelis hakim yang diketuai oleh Ahmad Suhel dengan anggota Djuyamto dan Hendra Yuristiawan.

Baca juga: Brigjen Hendra Dkk Hari Ini Jalani Sidang Perdana Obstruction of Justice Kematian Brigadir J

Sementara sidang kedua akan dipimpin oleh Afrizal Hadi dengan anggota Ari Muladi dan M Ramdes.

Berita Rekomendasi

Lalu seperti apakah profil dari tiga hakim yang bakal memimpin sidang obstruction of justice sesi pertama? Berikut Tribunnews.com rangkum dari berbagai sumber.

1. Ahmad Suhel, Pernah Pimpin Gugatan Praperadilan Kasus Km 50

Ahmad Suhel
Hakim PN Jakarta Selatan, Ahmad Suhel.

Profil dari Akhmad Suhel tidak banyak beredar di dunia maya.

Dikutip dari laman PN Jakarta Selatan, Ahmad Suhel merupakan hakim dengan golongan atau pangkat Pembina Utama Madya (IV/d).

Sebelum menjadi hakim di PN Jakarta Selatan, ia juga pernah memimpin PN Takalar, Sulawesi Selatan pada tahun 2011-2013.

Sementara selama menjadi hakim di PN Jakarta Selatan, ia pernah memimpin sidang gugatan praperadilan dari keluarga salah satu Laskar Front Pembela Islam (FPI) yang tewas tertembak dalam bentrok dengan polisi di Tol Jakarta-Cikampek.

Sosok yang tewas tersebut yaitu M Suci Khadavi Putra.

Baca juga: Brigjen Hendra Dkk Hari Ini Jalani Sidang Perdana Obstruction of Justice Kematian Brigadir J

Sementara gugatan praperadilan yang dilayangkan keluarga terdaftar dengan nomor perkara 158/Pid.Pra/2020/PN.JKT.SEL.

Ahmad Suhel yang kala itu menjadi hakim tunggal memutuskan bahwa penangkapan terhadap Khadavi yang dilakukan polisi sudah sesuai aturan dan sah seperti dikutip dari Kompas.com.

Selain itu, Ahmad Suhel juga menganggap penangkapan tersebut merupakan bagian dari penyidikan yang dibuktikan dengan surat penyidikan.

"Menimbang bahwa tindakan termohon satu terkait penangkapan M Suci Khadavi bukan tangkap tangan, maka permohonan pemohon ditolak. Menimbang karena ditolak, maka permohonan pemohon yang lain harus dikesampingkan," ujar Ahmad Suhel.

2. Djuyamto, Pernah Pimpin Kasus Penyiraman Air Keras terhadap Novel Baswedan

Djuyamto
Hakim PN Jakarta Selatan, Djuyamto.

Djuyamto merupakan salah satu hakim pembina utama muda di PN Jakarta Selatan dengan golongan (IV/c).

Selain itu, ia juga berposisi sebagai Humas PN Jakarta Selatan.

Sebelumnya, Djuyamto pernah menjadi hakim dan humas di PN Jakarta Utara.

Selama kariernya, ia pernah memimpin sidang kasus besar yaitu penyiraman air keras terhadap eks penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.

Dirinya merupakan sosok yang memberikan vonis bagi dua terdakwa yaitu Rahmat Kadir Mahullete dan Ronny Bugis.

Oleh Djuyamto, Rahmat divonis dua tahun penjara sedangkan Ronny Bugis dijatuhi hukuman 1,5 tahun penjara.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Rahmat Kadir dengan pidana penjara selama dua tahun. Menetapkan masa penetapan terdakwa dikurangi dari pidana yang dijatuhkan," kata Djuyamto pada 25 Juni 2020 lalu dikutip dari Kompas.com.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Ronny Bugis dengan pidana penjara selama satu tahun enam bulan. Menetapkan masa penetapan terdakwa dikurangi dari pidana yang dijatuhkan," imbuhnya.

Baca juga: Uang Brigjen Hendra Kurniawan Rp 300 Juta untuk Sewa Jet Pribadi Disebut Belum Diganti Ferdy Sambo

Selain itu, Djuyamto juga pernah menjatuhkan hukuman mati bagi kepada Harris Simamora yang merupakan terdakwa dalam kasus pembunuhan berencana.

Hal ini dilakukannya ketika menjadi hakim di PN Kota Bekasi pada tahun 2019.

Kala itu, vonis yang diberikan Djuyamto sesuai dengan tuntutan jaksa yaitu dijatuhi hukuman mati kepada Harris.

Mendengar vonis tersebut, Haris pun melakukan upaya banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Jawa Barat tetapi ditolak hakim.

3. Hendra Yuristiawan, Pernah Pimpin Sidang Kasus Ujaran Kebencian oleh Pendeta

Hendra Yuristiawan
Hakim PN Jakarta Selatan, Hendra Yuristiawan.

Hendra Yuristiawan adalah salah satu hakim pembina tingkat I di PN Jakarta Selatan dengan golongan (IV/b).

Sebelum menjadi hakim di PN Jakarta Selatan, ia pernah menjabat sebagai Ketua PN Arga Makmur, Bengkulu pada tahun 2021 dikutip dari pt-bengkulu.go.id.

Pada saat itu, ia menggantikan Fajar Kusuma Aji yang dipromosikan menjadi Hakim PN Bandung.

Selain itu, Hendra juga pernah menjabat sebagai salah satu hakim di PN Ungaran.

Hal tersebut dibuktikan dengan dirinya pernah memimpin sidang di PN Ungaran pada tahun 2018.

Baca juga: Brigjen Hendra Kurniawan, Kombes Agus, Hingga AKP Irfan Tak Ajukan Eksepsi di Sidang Perdana Besok

Pada saat itu, ia menjadi hakim ketua dalam sidang kasus ujaran kebencian di media sosial dengan terdakwa seorang pendeta bernama Julius Heri Sarwono.

Dikutip dari Kompas.com, Julius divonis hukuman 3 tahun penjara subsider 3 bulan penjara lantaran terbukti melontarkan ujaran kebencian bernada SARA.

"Terdakwa terjerat dengan Undang-Undang Penistaan Agama dan Undang-Undang Transaksi Elektronik (UU TE)," jelasnya.

Vonis tersebut lebih ringan dari jaksa penuntut umum (JPU) yaitu empat tahun.

(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)(Kompas.com/Jimmy Ramadhan Azhari/Irfan Kamil/Devina Halim/Bonfilio Mahendra Wahanaputra/Syahrul Munir)

Artikel lain terkait Polisi Tembak Polisi

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas