Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

MUI: Pondok Pesantren Berkontribusi dalam Konsolidasi Hukum Nasional

Pesantren, menurut Asrorun, telah membangun, menjaga, dan merawat budaya hukum Islam di Indonesia, dalam praktik living law.

Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
zoom-in MUI: Pondok Pesantren Berkontribusi dalam Konsolidasi Hukum Nasional
NET
ILUSTRASI Santri di Pondok Pesantren 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Asrorun Ni’am mengatakan Indonesia adalah negara Pancasila yang menjunjung tinggi kesetaraan derajat semua golongan.

Sehingga hukum yang berlaku di Indonesia adalah hukum negara, bukan berdasarkan hukum Islam atau golongan lain.

"Namun selama ini pesantren telah berkontribusi dalam konsolidasi hukum nasional," ucap Asrorun melalui keterangan tertulis, Selasa (25/10/2022).

Hal tersebut diungkapkan oleh Asrorun dalam Simposium Khazanah Pemikiran Santri dan Kajian Pesantren.

Pesantren, menurut Asrorun, telah membangun, menjaga, dan merawat budaya hukum Islam di Indonesia, dalam praktik living law.

Dalam kaitannya dengan hukum positif, pemikiran Islam telah menyumbang khazanah keilmuan melalui literatur, dan aktor-aktornya, yaitu para santri yang saat ini menjadi akademisi, politisi, birokrat, dan lain-lain.

Baca juga: Majelis Masyayikh Berkomitmen Jaga Keberagaman Pesantren

BERITA TERKAIT

Prinsip keislaman dalam hukum Indonesia bukan secara simbolis, akan tetapi menginternalisasi norma dan perilaku.

Misalnya budaya tertib hukum, budaya bersih, budaya sehat, budaya disiplin, dan budaya integritas.

"Indonesia berpenduduk mayoritas Islam dan memiliki budaya yang tinggi nilainya," katanya.

Hal ini, kata Asrorun, tak lepas dari prinsip yang ditanamkan oleh para pendidik bangsa yang mengajari bangsa ini dengan karakter agama Islam dan budaya ketimuran.

Hukum Islam dari dulu sampai sekarang sukses mendampingi masyarakat dan memecahkan banyak problematika kehidupan.

Misalnya dalam perubahan sosial yang cepat, hukum-hukum Islam selalu memberi guidance ke arah yang benar dan tak membiarkan yang besar melakukan monolpoli.

Terhadap munculnya masalah-masalah baru yang belum pernah ada presedennya, hukum Islam telah menjalankan fungsi ijtihad baru.

"Contohnya tentang kewajiban zakat bagi perusahaan, perluasan mas’a, perluasan mina, dan sejenisnya" tutur Asrorun.

Sementara itu, Tenaga Ahli Utama Kantor Sekretariat Presiden KH. Rumadi Ahmad mengatakan, hukum Islam di Indonesia itu efektif dan berlaku dalam masyarakat.

"Masyarakat Jawa, Sunda dan Banten mengembangkan hukum Islam melalui lembaga pendidikan, terutama pondok pesantren" katanya.

Di sejumlah wilayah, terutama Jawa dan Minangkabau terdapat “benturan” antara hukum Islam dengan hukum adat, terutama di bidang hukum kewarisan dan hukum tanah.

Secara substatif, hukum Islam telah berada dalam lima level penerapan. Yang pertama tentang masalah-masalah hukum kekeluargaan, seperti perkawinan, perceraian dan kewarisan, telah diadopsi dalam hukum nasional.

Lalu yang kedua, urusan-urusan ekonomi dan keuangan, seperti perbankan Islam dan zakat juga telah diresepsi dalam hukum nasional.

Ketiga, praktik-praktik ritual keagamaan, seperti kewajiban mengenakan jilbab bagi wanita muslim, ataupun pelarangan resmi hal-hal yang bertentangan dengan ajaran Islam seperti alkohol dan perjudian sudah masuk pada Perda-Perda lokal.

Keempat, penerapan hukum pidana Islam, terutama bertalian dengan jenis-jenis sanksi yang dijatuhkan bagi pelanggar di Aceh. Kelima, penggunaan prinsip Islam yang monotheistik murni sebagai dasar negara dan sistem pemerintahan.

"Hal ini bukan hal baru, karena pengangkatan penghulu dan para qadi di kerajaan Islam masa lalu juga telah terjadi," pungkasnya.

Seperti diketahui, penutupan simposium ini bersamaan dengan berakhirnya seluruh rangkaian acara Hari Santri 2022, termasuk "Malam Puncak Peringatan Hari Santri 2022" yang digelar di Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta dan "Peringatan Hari Santri 2022" yang digelar di Pesantren Tebu Ireng, Jombang Jawa Timur.

Simposium yang dinamai Mu'tamad (Al-multaqa al-tsanawi lil bahai an afkari al-thullab wa dirasat Pisantrin) ini menghasilkan paper-paper ilmiah tentang berbagai pemikiran baru di bidang keislaman.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas