Lembaga Filantropi Perlu Diawasi Agar Tidak Meresahkan Masyarakat
Buntut kasus Aksi Cepat Tanggap (ACT), diduga ada ratusan lembaga filantropi lain yang menyelewengkan dana umat sehingga perlu pengawasan
Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Buntut kasus Aksi Cepat Tanggap (ACT), diduga ada ratusan lembaga filantropi lain yang menyelewengkan dana umat sehingga perlu pengawasan mendalam terhadap aksi lembaga filantropi nakal.
Ini terungkap dalam Focus Group Discussion (FGD) 'Kolaborasi Intelkam Polri-(BIK) Dengan Kementerian Lembaga Dalam Mendeteksi Pengelolaan Dana Filantropi' di Jakarta, baru-baru ini.
Forum ini digagas oleh Kombes Solehan Sik MH, Siswa Pendidikan Kepemimpinan Tinggi Tingkat 1 LAN Angkatan 55 Tahun 2022.
Dalam paparannya, Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Pol R Ahmad Nurwakhid mengingatkan penyelewengan aliran dana filantropi terkait terorisme.
"Mereka menghalalkan apapun seperti menipu, merampok, korupsi, mendirikan lembaga filantropi dengan casing agama semua atas nama agama menjadi halal darah dan harta," beber Ahmad.
Terorisme disebut mendapatkan donasi dari Wahabisasi Internasional yang ciri dan indikasinya adalah takfiri, ekslusif terhadap lingkungan pergaulan dan dinamika sosial, intoleransi agama, pro ideologi khilafah, anti budaya dan kearifan lokal.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Wishnu Hermawan mengatakan, risalah filantropi ditemukan dalam kitab-kitab agama yakni citizen filantropi, kegiatan amal seseorang dengan berasas jangka pendekatan.
Lalu filantropi berbentuk lembaga agar dana dapat terdistribusi secara perorangan dan melalui dunia usaha.
"Eksistensi lembaga filantropi di Indonesia mayoritas dilatarbelakangi motif agama, misalnya Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT), Rumah Zakat, Dompet Du’afa, Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI), Laziznu, Lazismu, PKPU, Dompet Sosial Madani (BSM) Bali, Karinakas (berbasis Agama Katolik), HFHIND (Kristen) dan lainnya yang belum teridentifikasi," beber Wishnu.
Ada pula fakta menarik, masyarakat khawatir dana sumbangan tak dipergunakan semestinya.
"Diketahui lembaga filantropi membelanjakan lebih dari 50 persen hasil donasi untuk operasional kelembagaan. Hal tersebut diperkuat data dari PPATK, ada 176 Yayasan Filantropi di Indonesia diduga menyelewengkan dana," kata Wishnu.
Baca juga: Hidayat Nur Wahid: Soal Filantropi Semua Pihak harus Amanah, Taati Aturan, Agar Tak Jadi Musibah
Dit Strategi dan Kerja Sama Dalam Negeri PPATK Mardiansyah menyoroti minimnya transparansi dan akuntabilitas pengelola donasi masyarakat.
"Butuh regulasi terkait sumbangan masyarakat yang dapat menyesuaikan perkembangan," ujarnya.
Hal tersebut mengiringi permasalahan sosial yang bervariasi, angka kemiskinan tinggi, serta seringnya terjadi bencana.
Sedangkan Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial Kemensos Edi Suharto menjelaskan soal Pengumpulan Uang atau Barang (PUB). Sejatinya PUB untuk kesejahteraan sosial harus tertib, transparan, dan akuntabel.
"Secara sukarela, tanpa ancaman dan kekerasan, melalui organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum. Terdiri dari perkumpulan atau yayasan, pelaksanaan PUB harus mendapatkan izin Mensos, Gubernur, Bupati/Walikota," beber Edi.
Adapun PUB yang tidak perlu mendapatkan izin yaitu Zajat, pengumpulan di tempat ibadah, keadaan darurat di lingkungan terbatas, serta gotong royong di lingkungan terbatas seperti sekolah dan kantor.
Baca juga: Satgas Filantropi Bakal Bantu Kemensos Awasi Penyaluran Bansos
FGD tersebut dibuka oleh Karo Analis Baintelkam Polri, Brigjen Pol Hariyanta. Dihadiri oleh Dir Kamsus Baintelkam, Dir Ekonomi Baintelkam, Agen Intelijen Kepolisian Utama TK. II, Para Kasubdit dan Kanit pada Direktorat Baintelkam, Para Kasat Intel dan KBO Intel Jajaran Polda Metro Jaya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.