Respons Sekjen PDIP soal Isu Jokowi Jadi Ketum PDIP: Itu Provokator Politik, Bu Mega jadi Pemersatu
Sekjen DPP PDI-P, Hasto Kristiyanto, menilai isu Jokowi akan menjadi Ketum PDIP gantikan Megawati Soekarnoputri sebagai provokasi, Jumat (4/11/2022).
Penulis: Suci Bangun Dwi Setyaningsih
Editor: Miftah
TRIBUNNEWS.COM - Sekretaris Jenderal DPP PDI-P, Hasto Kristiyanto, menanggapi soal isu Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan menjadi Ketua Umum PDI-P, menggantikan posisi Megawati Soekarnoputri.
Diketahui, akhir-akhir ini berhembus kabar Presiden Jokowi akan menggantikan Megawati hingga muncul tagar #MegaDikudeta di media sosial.
Merespons hal tersebut, Hasto menyebut, isu yang beredar tersebut sebagai provokator politik.
"Ya saya kira itu kan saya katakan provokator politik. Itu yang mau memecah belah," ucap Hasto, dikutip Tribunnews.com dari Kompas.com, Sabtu (5/11//2022).
Lebih lanjut, Hasto mengatakan, partai politik memiliki aturan dan mekanisme dalam pemilihan ketua umum (ketum).
Hasto menjelaskan, pemilihan Ketum PDIP harus disepakati dan disadari oleh arus bawah partai.
Baca juga: KSP Angkat Bicara Soal Adu Domba: Hubungan Jokowi dan Megawati Seperti Ibu dan Anak
Lantas, Hasto menyinggung Megawati menjadi ketum karena sebagai tokoh pemersatu di PDI-P.
"Dan Bu Mega tidak hanya jadi ikon, jadi pemersatu, tapi beliau lah yang kemudian membangun partai ini dalam situasi yang sangat sulit sehingga kepemimpinan beliau diterima," jelasnya.
Hasto menambahkan, bahwa Megawati selalu terpilih secara aklamasi menjadi ketum PDI-P dalam kongres partai.
Hal ini, menurut Hasto, menunjukkan Presiden kelima RI itu masih diinginkan memimpin PDI-P.
"Bu Mega selalu berada dalam sanubarinya pengurus partai, dimulai dari struktur paling bawah dari akar rumput. Karena kepemimpinan Bu Mega adalah kepemimpinan yang berasal dari akar rumput itu," ucap Hasto d di Hotel Borobudur, Jakarta, Jumat (4/11/2022).
Sementara itu, pihak dari Kantor Staf Presiden (KSP) turut angkat bicara terkait adanya kabar dukungan kepada Jokowi untuk menjadi Ketua Umum PDIP.
Istana menyebut, hal tersebut dinilai sebagai upaya adu domba yang merupakan tindakan tidak beretika dan keji.
Bahkan, Tenaga Ahli Utama KSP, Joanes Joko, Jokowi dan Megawati mempunyai hubungan emosional dan ideologis layaknya ibu dan anak.
"Kalau ada pihak di luar itu yang coba benturkan ibu dan anak, itu menurut saya adalah cara-cara adu domba yang tidak beretika," katanya di kawasan Jakarta Pusat, Rabu (2/11/2022), dilansir Tribunnews.com.
Joanes pun mempertanyakan, mengenai cara berpolitik dalam menjelang Pemilu 2024, apakah memang harus dilakukan melalui cara adu domba.
Padahal, kata Joanes, politik ke depan ialah politik persatuan.
Sebagaimana diketahui, sebelumnya muncul tagar #MegaDikudeta yang berisi desakan agar Presiden Jokowi menjadi Ketua Umum PDI Perjuangan.
Diberitakan Tribunnews.com, relawan Koalisi Aktivis dan Milenial Indonesia untuk Ganjar Pranowo (KAMI-Ganjar) juga sempat mendoakan Jokowi untuk menjadi Ketua Umum PDIP di 2024 menggantikan Megawati.
Namun, hal tersebut dianggap oleh banyak pihak sebagai upaya adu domba, termasuk Relawan Ganjar Pranowo (GP) Mania.
Ketua Umum GP Mania, Immanuel Ebenezer, menyatakan tak sepakat dengan wacana yang digulirkan itu.
Ia pun meragukan kelompok itu relawan Ganjar sesungguhnya.
Respons Ganjar hingga Gibran
Merespons isu Jokowi bakal menggantikan Ketum Megawati Soekarnoputri, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo meminta agar relawan tak mencampuri urusan partai.
Ganjar mengatakan, PDI-P memiliki aturan sendiri terkait ketua umum.
"Enggak boleh, semua harus tertib. Semua tertib, PDI Perjuangan punya aturan sendiri soal itu," ujar Ganjar, Senin (31/10/2022).
"Sebaiknya relawan tidak mencampuri urusan yang ada di partai," lanjutnya.
Ganjar juga meminta agar tidak ada pihak yang memprovokasi dan mengadu domba.
Sementara itu, Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka menolak memberikan banyak komentar mengenai desakan kepada Jokowi untuk menggantikan Megawati Soekarnoputri sebagai Ketum PDIP.
Gibran mengatakan, tidak ada pembicaraan antara dirinya dengan Jokowi mengenai isu yang sempat menjadi tren di media sosial tersebut.
"Tidak ada tanggapan. Tidak ada (pembicaraan mengenai isu Jokowi menjadi Ketum PDIP)," kata putra sulung Jokowi itu, di Solo, Jawa Tengah (Jateng), pada Senin (31/10/2022).
Dikutip dari Kompas.com, Gibran mengaku, tidak tahu mengenai bertahan atau tidaknya sang ayah menjadi kader PDIP setelah masa jabatannya sebagai presiden berakhir.
Baca juga: Jokowi Dukung Prabowo, Pengamat: Isyarat Tak Ingin Anies Menang di Pilpres 2024
Di sisi lain, Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Solo, FX Hadi Rudyatmo, akan mencari orang yang mengatasnamakan relawan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.
Orang itu, dinilai telah mengadu domba internal PDI-P dengan membuat tagar #MegaDikudeta.
Di dalam tagar tersebut, muncul desakan agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggantikan posisi Ketua Umum (Ketum) PDI-P Megawati Soekarnoputri.
"Tagar #MegaDikudeta yang mengatasnamakan relawan Ganjar akan saya cari sampai ketemu. Kalau sembunyi ke lubang yang terkecil pun di tanah, saya tuang bensin saya bakar tenan anak itu," kata Rudy saat dihubungi Kompas.com, Selasa (1/11/2022).
Rudy mengaku sangat marah dengan kemunculan tagar tersebut.
Menurutnya, tagar tersebut berpotensi menimbulkan perpecahan di internal partai dan membuat gaduh di masyarakat.
"Iya ngawur sekali. Itu adalah cara-cara Belanda mengadu domba bangsa Indonesia," ungkapnya.
Rudy menilai orang yang suka mengadu domba bukan merupakan relawan dan bukan bangsa Indonesia.
Mantan Wali Kota Solo ini menegaskan, ia akan membela Ketua Umum Megawati Soekarnoputri jika ada yang ingin menjatuhkan dan menjelek-jelekkan.
(Tribunnews.com/Suci Bangun DS/Mario Christian Sumampow, Kompas.com/Nicholas Ryan Aditya/Labib Zamani/
Fristin Intan S)
Simak berita lainnya terkait Partai Politik
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.