Task Force FoWE B20 Indonesia Dukung Inklusifitas dan Persiapan Transisi ke Sektor Masa Depan
para pemimpin bisnis global diundang untuk mendiskusikan dan merumuskan rekomendasi kebijakan untuk KTT G20 dalam upaya pemulihan ekonomi pasca pandem
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM, NUSA DUA - Dalam acara B20 Summit, Task Force FoWE (Future of Work and Education) B20 Indonesia menyampaikan rekomendasi kebijakan terkait tantangan terhadap tersedianya lapangan kerja yang berkelanjutan, pendidikan, dan inklusifitas.
B20 Indonesia merupakan bagian dari forum dialog resmi G20, dan Task Force FoWe adalah gugus tugas yang fokus merumuskan rekomendasi kebijakan mengenai isu pekerjaan dan pendidikan di masa depan.
Acara ini digelar sebagai bagian dari rangkaian acara B20 Indonesia Summit 2022 atau Konferensi Tingkat Tinggi B20 (KTT B20) Indonesia yang digelar di BNDCC, Nusa Dua, Bali, pada 13-14 November 2022, dengan welcoming address dari Ketua B20 Indonesia, Shinta W. Kamdani.
Melalui B20 Summit, para pemimpin bisnis global diundang untuk mendiskusikan dan merumuskan rekomendasi kebijakan untuk KTT G20 dalam upaya pemulihan ekonomi pasca pandemi dan tantangan bisnis global.
Adapun di antara pembicara pada sesi ini diisi oleh Hamdhani Dzulkarnaen Salim selaku ketua dari Task Force FoWE dan Presiden Direktur PT Astra Otoparts Tbk sekaligus Direktur PT Astra International Tbk; Zeynep Bodur Okyay Presiden dan CEO Kale Group , Bettina Schaller selaku Presiden dari World Employment Confederation, dan Michele Parmelee selaku Presiden IOE (International Organisation of Employers).
Sesi ini juga dihadiri oleh tokoh-tokoh berpengaruh lainnya terkait bidang kesempatan kerja seperti Johnny C. Taylor Jr. selaku President CEO SHRM (the Society for Human Resource Management) dan Daniel Funes de Rioja selaku Presiden Argentine Industrial Employers Chamber (UIA) dan Presiden Food Industrial Chamber (COPAL).
Hamdhani Dzulkarnaen memaparkan tiga rekomendasi kebijakan dari Task Force FoWE yang selaras dengan tujuan B20.
Pertama, mendukung pemulihan pasca pandemi dengan cara menyesuaikan pasar kerja dengan sektor masa depan supaya menjadi lebih dinamis dan fleksibel. Di antaranya dengan cara mendukung UMKM, menyesuaikan regulasi kerja dengan kondisi pasca pandemi, memungkinkan transisi pekerja dan transisi bisnis ke dalam konteks ekonomi formal, dan memastikan tempat kerja yang people-centered.
Rekomendasi yang kedua adalah memperbaharui sistem pendidikan agar selaras dengan kebutuhan pasar kerja dan pekerjaan masa depan dengan cara mendesain sistem pembelajaran yang memiliki lifelong outcome dan dapat mengantisipasi transisi ke dunia kerja dengan meminimalisir skill gap antara pelajar dan pekerja.
Sementara itu, rekomendasi ketiga adalah memastikan inklusifitas di tempat kerja, memastikan keterlibatan peran generasi muda, perempuan, dan kelompok rentan, dalam ekonomi global.
“Tiga rekomendasi kebijakan Task Force FoWE, selaras dengan prioritas B20-G20, akan berkontribusi secara signifikan untuk proses pemulihan ekonomi dunia pasca pandemi. Penyesuaian pasar kerja, pemberharuan sistem pendidikan, dan inklusifitas peran ekonomi, akan menjadi kunci untuk membuka potensi ekonomi pulih dan bertumbuh lebih cepat.” kata Hamdhani Dzulkarnaen memungkasi paparannya.
Johnny C. Taylor Jr merespon pertanyaan terkait memperkuat keterampilan STEM bagi perempuan dalam bisnis. Menurutnya pandangan stereotip dalam kurikulum, ruang kelas dan struktur pendukung pendidikan maupun pekerjaan harus dihilangkan dan mulai menanamkan STEM ke dalam kurikulum sekolah. Lembaga-lembaga terkait juga perlu secara proaktif mencari penyediaan jaringan atau mentor yang mendukung dan mempromosikan pengembangan jalur karir yang jelas serta memunculkan peran kepemimpinan perempuan seperti melalui road map yang jelas dalam dunia pekerjaan.
Menurut Erol Kiresepi, ada empat hal yang harus dilakukan untuk menjawab kebutuhan akan kewirausahaan dan mendorong inklusifitas, terutama dari kalangan perempuan.
Pertama, memberikan insentif bagi pelaku wirausaha; kemudian mengurangi kebijakan yang menjadi penghalang produktifitas dan pertumbuhan bisnis; ketiga mewujudkan tempat kerja yang lebih fleksibel misalnya secara online atau hybrid; dan keempat mengimplementasikan kebijakan yang dapat mendukung produktifitas. Sementara itu, mengenai kesetaraan kesempatan pendidikan dan kesempatan kerja bagi kelompok rentan, Bettina Schaller selaku Presiden dari World Employment Confederation menyampaikan bahwa dibutuhkan kolaborasi antar pemangku kepentingan seperti asosiasi bisnis dan akademia untuk merancang dan mengimplementasikan kebijakan yang dapat mendukung transisi ke sektor masa depan.
Di sisi lain, Michele Parmelee selaku Presiden IOE (International Organisation of Employers) memaparkan, untuk mencapai kesetaraan kesempatan kerja, penghalang bagi perekrutan bagi perempuan dan kelompok rentan lainnya di dunia kerja haruslah dihilangkan.
Selain itu, ungkap dia, fasilitas untuk pelatihan dan intensif juga mesti disediakan, dan kemitraan antara sektor privat dan publik harus diperkuat agar dapat merangkul pemuda dan kelompok rentan lainnya. Sesi FoWE ini diadakan secara paralel dengan sesi dari WiBAC (Women in Business Action Council) B20 Indonesia untuk melengkapi pembahasan isu sektor pekerjaan masa depan dan pendidikan yang lebih fokus pada pemberdayaan perempuan dalam dunia bisnis.