Komisi II DPR RI Segera Bentuk Panja Konflik Pertanahan
Pembentukan Panja ini dinilai penting, menyusul banyaknya pengaduan dan masukan dari masyarakat terkait berbagai permasalahan menyangkut pertanahan.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Willem Jonata
Dalam pertemuan ini, dilaporkan juga ternyata begitu banyaknya kasus pertanahan yang dialami selama ini oleh masyarakat yang diduga banyak melibatkan lembaga dan instansi pemerintah serta pihak swasta besar.
Yanuar pun mengambil contoh, laporan dari Persatuan Masyarakat Racangbuka Kab. Manggarai Barat Nusa Tenggara Timur yang terlibat kasus pertanahan dengan Pengadilan Negeri.
“Yang menarik itu adalah bahwa ternyata kita ini bermasalah bukan dengan tetangga kita, kita masalah bukan dengan keluarga kita, tapi justru kita bermasalah dengan negara. Ini problem," katanya.
"Makanya, saya inventarisir problemnya. Yang pertama, dengan BPN, kedua Kemendagri, dan KLHK. Misalnya, di Manggarai Barat, NTT dengan Pengadilan Negeri. Pengadilan ini termasuk institusi penegak hukum, tapi ada dalam bagian persoalan tanah, bahkan dengan balai lelang, termasuk pemda terkait, badan Otorita BUMN dan seterusnya,” ujar Yanuar.
Untuk itu, Yanuar menyampaikan akan mendorong penguatan Panja Kasus Pertanahan untuk mencari solusi terbaik dalam kasus ini.
Namun, ia juga meminta untuk masyarakat yang terlibat dalam kasus pertanahan ini, menyampaikan data secara rinci ke Sekretariat Komisi II yang nantinya akan dijadikan bekal Komisi II saat rapat dengan mitra terkait.
Sebelumnya, dalam RDPU tersebut, Ketua Forum Korban Mafia Tanah Indonesia (FKMTI), Supardi Kendi Budiardjo menegaskan bahwa pihaknya saat ini tengah berupaya mencari keadilan bagi korban mafia tanah yang terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia.
Sebagaimana diketahui, kata dia, FKMTI beranggotakan seluruhnya adalah korban perampasan tanah, dan bukan korban mafia tanah yang jumlahnya mencapai 30 ribu yang tersebar di 27 provinsi.
"Konflik pertanahan itu seyogyanya diselesaikan oleh tiga lembaga. BPN, penegakan hukum dan peradilan. Tapi fakta di lapangan, kasus perampasan tanah terus terjadi, bahkan eskalasinya terus naik, tidak berkesudahan. Ini fakta yang kami hadapi di lapangan," ujar Budiardjo, di hadapan anggota dan pimpinan Komisi II DPR.
Karena itu, dia berharap, dengan pertemuan ini Komisi II DPR dapat melahirkan sebuah kebijakan untuk menyelesaikan konflik pertanahan di luar tiga lembaga tersebut.
Mengingat, kata dia, tidak sedikit pula kasus ini yang menimpa aset pemerintah. Di Makassar misalnya, mafia tanah pernah menggugat sepertiga tanah ibu kota Sulawesi Selatan. Dalam gugatan tersebut tanah Pemkot, BUMN Pelindo dan PLN hendak digasak oleh mafia tanah.
"Bahkan di Rawamangun, Jakarta, Pertamina digugat oleh diduga mafia tanah dengan dokumen palsu," katanya.
Dalamnya gugatan tersebut, ujar Budiardjo, Pertamina menang di pengadilan. Namun pengadilan melakukan 'auto debit' yang menyebabkan perusahaan pelat merah tersebut mengalami kerugian Rp224 miliar.
"Banyak perkara pertanahan melibatkan aset negara/daerah/BUMN/BUMD yang kalah di pengadilan ketika berhadapan dengan korporasi atau individu-individu yang diduga di-beckingi oleh para mafia tanah. Karenanya, perlu segera dilakukan pendataan terhadap perkara-perkara tanah aset negara diduga menjadi target dari modus para mafia tanah," kata dia.