VIDEO EKSKLUSIF Wakil Ketua KPK Johanis Tanak: Saya Bangga Jadi Orang Toraja
Sebagai pria berdarah Toraja, Sulawesi Selatan ini, Johanis memiliki kisah tersendiri dengan tanah leluhurnya itu.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - "Saya memang orang Toraja dan saya bangga, sebagai warga Toraja. Saya bangga, meskipun saya tidak lahir dan besar di sana. Saya bangga karena Papa saya dan Mama saya memang orang Toraja."
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak menegaskan demikian
saat sesi wawancara khusus dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra, Rabu (30/11/2022),
Johanis Tanak merupakan putra berdarah Toraja.
Kiprahnya di bidang penegakan hukum tak perlu diragukan.
Memulai karier sebagai Jaksa pada tahun 1993, Johanis kini mendapat tugas baru sebagai Wakil Ketua KPK menggantikan Lili Pintauli Siregar.
Johanis Tanak sebelumnya menjabat sebagai Direktur Tata Usaha Negara pada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara.
Kini, dia sudah kurang lebih 1 bulan menggemban tugas bersama Firli Bahuri Cs.
Sebagai pria berdarah Toraja, Sulawesi Selatan ini, Johanis memiliki kisah tersendiri dengan tanah leluhurnya itu.
Meski tak lahir dan besar di Toraja, dia mengaku sangat bangga. Tentu, hal ini berkaitan dengan orangtuanya yang merupakan orang asli Toraja.
Selain itu, Johanis bercerita soal kenikmatan kopi Toraja yang begitu memikat dirinya. Bahkan, dia kerap mempromosikan kopi asal daerahnya itu dengan sebutan 'air kotor'.
Tak hanya kopi, Johanis juga sangat mencintai kuliner asal tana Toraja yakni Pa'piong ikan mas. Menurutnya, makanan itu memiliki kelezatan yang tiada tandingan.
Sebagai orang Toraja, Johanis juga menjelaskan soal arti nama panjangnya, Tanak. Dia menyebut banyak salah arti dibalik namanya itu.
Orangtuanya yang merupakan anggota Polri memberi nama Ta'nak. Di mana, memiliki arti yang begitu mendalam bagi orang Toraja.
Berikut petikan wawancara Johanis Tanak dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra;
Apakah bapak menyukai kopi Toraja ngggak? Soalnya, orang di dunia internasional, mengenal toraja lebih dulu dari kopinya Pak. Silakan Pak?
Saya senang dengan kopi Toraja, sehingga biasanya kalau ditanya di oleh pelayan di suatu kafe atau dipesawat 'bapak mau minum apa?' Kebetulan ada kopi toraja disitu, jadi saya bilang, jadi saya bilang saya mau 'Air Kotor'. Air kotor itu apa, air kopi Toraja.
Jadi sempat salah paham orang, minta air kotor?
Iyaa, bingung. Tapi untuk lebih populer itu supaya ada satu nama yang terkenal dan berkesan, air kotor itu apa, air kopi Toraja.
Dan saya sudah menyebarkan di beberapa daerah dimana saya bertugas, saya memperkenalkan 'air kotor'. Dan biasa saya pesan kopi toraja, kemudian belikan cuma-cuma kepada teman-teman untuk mempromisikan kopi Toraja.
Saya mau tanya kelebihan kopi Toraja. menurut Bapak, dibandingkan kopi lainnya itu apa?
Pengetahuan saya sih kopi Toraja itu punya rasa tersendiri ya, asamnya ada, pahit-pahitnya ada. Enak.
Dan Kebetulan saya bisa menikmati kopi ketika kopi itu tanpa gula. Kalau sudah ada gula rasanya tidak nikmat. Tanpa gula baru terasa nikmatnya kopi Toraja.
Tapi mungkin Pak Febby perlu tahu sedikit tentang tahu saya khususnya Nama saya nama saya Johanis, itu nama yang diberikan oleh orang tua. Kalau Tanak itu, sebenarnya sudah keliru. Karena saya lahir di kota orang, bapak saya dari kepolisian, kemudian kurang waktu untuk berdiskusi, sehingga waktu ketika ditulis di sekolah itu Tanak.
Padahal seharunya orang nama bapak saya itu Ta'nak. Itu baru punya makna dalam bahasa Toraja katanya. Bahasa Toraja artinya maknanya itu bibit padi di persemaian yang kemudian akan dipindahkan ke sawah. Jadi Itu sekilas saja tentang Ta'nak. Tapi sekarang lebih umum dipanggil Tanak.
Meskipun tidak lahir dan besar di Toraja, Apakah Bapak secara berkala juga berkunjung ke wilayah Toraja?
Saya pertama kali ke Tana Toraja itu menjelang tamat SMA, pertama kali saya ke tanah Toraja. Ya kemudian jarang pergi ke Toraja.
Tetapi ketika Bapak saya Sudah pensiun dan tinggal di Makassar hampir setiap tahun kami berkunjung sampai dengan beliau meninggal, hampir setiap tahun juga. Kemudian kami ziarah ke makam beliau. Makam Bapak ada di tana Toraja, di Sadan, Kabupaten Toraja Utara.
Ketika berziarah tentu memanfaatkan waktu juga mengunjungi lokasi-lokasi tertentu. Apakah punya tempat favorit yang dikunjungi setiap kali Bapak pergi ke tanah Toraja dan sekitarnya?
Saya lebih suka di rumah tetapi ketika saya ke Toraja juga untuk pertama kali. saya mengunjungi juga tempat-tempat wisata Tanah Toraja di mana tempat-tempat pemakaman.
Lupa saya ada di, ada juga air panas di sana namanya di Makula, Nah itu juga enak air panasnya kemudian saya lupa nama-namanya di Toraja itu.
Inilah susahnya orang Toraja yang tidak tinggal di sana tetapi ketika saya ditanya Pak Tanak orang apa, saya pasti menjawab saya adalah orang Toraja.
Kalau boleh tahu apakah Bapak juga bisa berbahasa Toraja?
Nah itu masalah, saya tidak bisa bahasa Toraja, karena saya sebagai, karena bapak saya seorang polisi kami tinggal di asrama dari lahir sampai Bapak pensiun tinggal di asrama. Jadi kami berbaur dengan anak-anak asrama.
Kemudian orang tua itu selalu piket dan sebagainya jarang di rumah, pulang di rumah kami ini sudah tidur, pergi ke kantor kami baru pergi sekolah. Jadi susah berkomunikasi. Walaupun Mama saya sendiri orang Toraja.
Jadi sehari-hari Bapak berkomunikasi dengan anggota keluarga menggunakan bahasa Indonesia tidak menggunakan bahasa Toraja?
Bahasa Indonesia Pak. Dan tidak pernah menggunakan bahasa Toraja. Itu kekurangan kami. Itu penyesalan juga sih.
Dan apakah juga putra-putri bapak juga tidak bisa bahasa Toraja?
Kebetulan putra-putri saya sudah lahir di Jakarta. Mamanya juga bukan orang Toraja, jadi tambah tidak ngerti bahasa Toraja.
Saya mohon maaf untuk keluarga besar orang Toraja. Tidak bermaksud untuk itu.
Pak, apakah nanti nantinya juga berkeinginan untuk mendirikan rumah adat Tongkonan. Menurut Bapak apakah perlu nanti bapak ini punya satu rumah Tongkonan, untuk ngariung bersama keluarga besar Tanak?
Kebetulan Papa saya sudah mendirikan Tongkonan di sana.
Jadi kami hanya menjaga merapikan cuman yang ingin kami tambahkan itu karena luasan tanah terbatas. Jadi kami hanya menambahkan lumbung. Untuk padi.
Karena untuk mendirikan lagi rumah Tongkonan itu memerlukan tempat yang cukup lumayan, sementara tempat Papa saya kampung kecil lahannya.
Lahan datarnya kecil cuma ada bukit-bukit, jurang-jurang. Jadi tidak mungkin membuat rumah adat berjurang. Rumah adatnya kebetulan tanah datarnya kurang.
Dan kemudian merapikan Tongkonan itu agak lebih rapi supaya ada keluarga datang, mereka mau juga menginap di dalam rumah Tongkonan itu. Jadi rapi di dalam pun rapi. kalau kita di dalam sudah kelihatan agak cukup mewah lah.
Bukan dalam hati mewah yang bagaimana mewah dalam arti dinding-dindingnya ditutupi triplek dipasang plafon sehingga lebih kelihatan cakep dan layak untuk ditiduri kalau teman-teman datang dan pengen tinggal di kampung.
Biar merasa enak kalau tinggal di rumah Tongkonan itu enak juga.
Di Kampung apa, Pak?
Itu adanya di kampung Kabupaten Toraja Utara, Kecamatan Sadan Matalo. Itu sudah salah-salah saya sebutnya. Haha
Meskipun tidak pernah hidup dan besar di Toraja, apakah bapak punya makanan favorit, makanan favorit dari Toraja?
Saya senang kalau datang ke sana itu kalau saudara saya, ada sepupu saya di sana dia beli ikan mas, kemudian diaduk campur sayur-sayur, apa saya tidak begitu paham. Kemudian dia taruh di dalam bambu. Kemudian di dalam bambu dibakar itu nikmatnya tiada tara. Pa'piong Ikan Mas. (Tribun Network/ Yuda)