Sejumlah Masyarakat Sipil Akan Gelar Aksi Tolak RKUHP di Depan DPR RI Hari Ini
Sejumlah elemen masyarakat sipil akan menggelar aksi penolakan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), Senin ini (5/12/2022) di DPR RI.
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah elemen masyarakat sipil akan menggelar aksi penolakan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), Senin ini (5/12/2022).
Diketahui, aksi tersebut dijadwalkan akan digelar pukul 13.00 WIB siang.
Hal tersebut diketahui melalui poster Seruan Aksi Tolak RKUHP, yang akan digelar di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI itu.
Dalam poster Seruan Aksi Tolak RKUHP tersebut tertulis #semuabisakena dan #tolakrkuhp.
Aksi ini diduga digelar senada dengan RKUHP yang dianggap masih mencantumkan pasal-pasal bermasalah.
Sebelumnya, Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menyebut, Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang bakal diketok tingkat dua oleh DPR RI hanya akan menyenangkan penguasa dalam hal ini Presiden dan Lembaga Negara.
Hal itu didasari karena menurut Bivitri, banyak pasal yang diatur dalam beleid tersebut malah menyengsarakan rakyat, termasuk soal kebebasan berdemokrasi dan menyampaikan kritik.
RKUHP itu sendiri kabarnya sudah masuk agenda di DPR RI untuk disahkan dalam rapat Paripurna pada Selasa (6/12/2022) atau sebelum memasuki masa reses.
"Sehingga RKUHP balik lagi ke hari Selasa besok, jelas akan membuat nyaman presiden dan semua lembaga negara ya, gak bisa dikritik," kata Bivitri saat hadir dalam acara diskusi bersama KedaiKopi 'Ngopi dari Seberang Istana', di Amaris Hotel, Juanda, Jakarta, Minggu (4/12/2022).
Adapun ancaman bagi masyarakat yang melontarkan kritik terhadap pemerintah dalam RKUHP tersebut kata Bivitri, yakni dapat dipidana.
Dalam beleid tersebut, memang diatur kalau masyarakat boleh melakukan kritik atas kebijakan pemerintah, namun, kata dia harus konstruktif dan memberikan solusi.
"Terus kalau ada yang kita membahas ideologi apa kek yang sekarang lagi rameh apapun itu kemudian ada yang bilang 'wah ini ga sesuai dengan Pancasila', bisa loh kita masuk pidana," ucap dia.
Padahal menurut Bivitri, hukum secara filosofi untuk menyeimbangkan hak dan sanksi antara pemerintah dan rakyat.
Secara garis besar, dengan adanya hukum tersebut maka, setiap siapapun yang dinilai bertindak sewenang-wenang dan melanggar prinsip bersama akan ada sanksi yang diterima.
"Namanya penguasa sama rakyat pasti tidak setara, untuk menyatakannya dibangun yang namanya hukum, sehingga penguasa gak boleh sewenang-wenang kalau dia melanggar prinsip-prinsip bersama dia bisa kena hukuman juga," tukasnya.