Satu Per Satu, Eks Anak Buah Ferdy Sambo Murka Dijadikan Korban dan Dibohongi
Eks anak buah Ferdy Sambo mulai mengungkapkan isi hati mereka jadi korban Ferdy Sambo, merasa dibohongi hingga keluarganya ikut terdampak hingga syok.
Penulis: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah mantan anak buah Ferdy Sambo buka suara.
Mereka mulai buka-bukaan mengungkapkan perasaanya ikut jadi korban Ferdy Sambo dalam kasus pembunuhan Brigadir J.
Ada yang kecewa bahkan geram karena telah dibohongi oleh seorang jenderal.
Ada pula yang menceritakan kondisi keluarga mereka melihat Ferdy Sambo Cs menyeret sejumlah anak buah dalam pembunuhan Brigadir J.
Berikut ungkapan kekecewaan dan kekesalan eks anak buah Ferdy Sambo dalam persidangan Selasa (6/12/2022) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
1. Kombes Susanto Marah ke Ferdy Sambo: Jenderal Kok Bohong!
Mantan Kepala Bagian Penegakan Hukum (Kabag Gakkum) Provost Divisi Propam Polri, Susanto Haris meluapkan kemarahannya dengan mata berkaca-kaca kepada Ferdy Sambo saat sidang lanjutan kasus pembunuhan berencana Brigadir J di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (6/12/2022).
Awalnya, Susanto menceritakan kepada ketua majelis hakim, Wahyu Iman Santosa bahwa ia dibentak oleh Ferdy Sambo meski dirinya lebih senior daripada mantan Kadiv Propam Polri tersebut.
Dirinya mengatakan bentakan disertai makian yang dialaminya tersebut terjadi saat ia diperintah Ferdy Sambo untuk menyatukan barang bukti terkait kasus pembunuhan Brigadir J.
"Selesai jam tiga atau empat, Pak FS (Ferdy Sambo) ngebel (menelepon) lagi (Susanto). Nadanya sudah nggak enak, biasanya di almamater kami, nggak ada kata kasar, (perintah Ferdy Sambo) Pak Kabbag bawa barang bukti jadikan satu dengan senjata," ujarnya dalam tayangan YouTube Kompas TV.
Padahal, kata Susanto, Ferdy Sambo pernah mengatakan bahwa meski junior berpangkat lebih tinggi dari senior maka sikap hormat harus tetap dijunjung tinggi.
Namun, apa yang dirasakan Susanto berbanding terbalik dengan perkataan Ferdy Sambo terkait hubungan junior-senior tersebut.
"Di beberapa kesempatan, Pak FS itu selalu bilang selama matahari tidak terbit dari utara dan air laut masih asin, senior tetap senior," ujar Susanto.
"Jadi kemarin (Ferdy Sambo) ngomongnya ngegas pak (hakim), sudah dalam hati saya 'yah kalau jenderal sudah bisa ngegas senior (Susanto), ini yang saya alami," jelasnya.
Kendati begitu, Susanto tetap menjalankan perintah Ferdy Sambo tersebut.
Ia pun mengaku kesal terhadap perlakuan Ferdy Sambo terhadap dirinya lantaran dia lebih senior dari mantan Kapolres Brebes itu.
Karir Susanto Tamat, Keluarga Malu dan Ketakutan
Lebih lanjut, Susanto bercerita bahwa akibat kasus ini, karier dirinya di kepolisian menjadi tamat.
Sembari mata berkaca-kaca, Susanto berkata bahwa akibat terlibat kasus Ferdy Sambo, ia dipatsus dan disanksi demosi tiga tahun.
"Saya patsus 29 hari dan demosi tiga tahun, Yang Mulia," kata Susanto sembari sesengukan.
Susanto pun mengaku kecewa dan kesal atas kebohongan Ferdy Sambo terkait skenario dalam kasus pembunuhan Brigadir J.
Dirinya menceritakan bahwa keluarganya malu dan ketakutan seusai ia terlibat dalam skenario Ferdy Sambo.
"Kecewa, kesal, marah, jenderal kok bohong. Susah nyari jenderal. Keluarga kami malu. Kami paranoid nonton TV, media sosial. Jenderal kok tega menghancurkan karier. 30 tahun saya mengabdi, hancur di titik nadir terendah pengabdian saya," ungkap Susanto.
2. Mantan Kepala Biro Provos Polri Merasa Dibohongi Ferdy Sambo
Mantan Kepala Biro Provos Propam Polri, Benny Ali merasa menjadi korban atas kebohongan Ferdy Sambo.
Hal itu karena dirinya diikutsertakan dalam penyidikan kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Dalam penyidikan itu, Sambo menyampaikan kepada anak buahnya, termasuk Benny sebagai Karo Provos Propam Polri bahwa terdapat kejadian tembak-menembak.
Tembak-menembak itu disebut Sambo diawali oleh pelecehan Brigadir J terhadap Putri Candrawathi.
Namun di kemudian hari diketahui bahwa skenario tersebut tidak terjadi.
"Tanggal delapan baru ada pernyataan resmi bahwa ini semuanya rekayasa," kata Benny di dalam persidangan pada Selasa (6/12/2022).
Baca juga: Profil Brigjen Benny Ali, Jenderal Polisi yang Beritahukan Kematian Brigadir Yosua ke Sang Adik
Mengetahui hal tersebut, Benny pun merasa dibohongi oleh Ferdy Sambo.
"Perintah selama ini di-prank," katanya.
Padahal dia hanya menjalankan tugas dan perintah yang diberikan.
Sayangnya, dia ikut terbawa dalam kasus ini, sehingga harus memperoleh sanksi.
"Kita mengetahui yang kita ketahui, kita terbawa-bawa," ujarnya.
Sanksi yang diterimanya berupa demosi satu tahun dan penempatan khusus selama 40 hari.
Tak hanya itu, dirinya juga sudah dicopot dari jabatannya sebagai Karo Provos.
"Sudah dinonaktifkan?" tanya Hakim Ketua, Wahyu Iman Santoso kepada Benny.
"Sudah," jawab Benny.
Terkait sanksi itu, dirinya pun mengungkapkan perasaan kecewa terhadap Ferdy Sambo.
"Saya ini punya keluarga. Bisa dibayangkan bila kejadian yang dialami kami ini. Beban yang kami terima terhadap anak kami, istri kami," kata Benny.
Jadi Korban Prank dalam Kasus Ferdy Sambo, Benny Ali: Istri Saya Sampai Syok
Mantan Karo Provos Div Propam Polri Benny Ali menyatakan penyesalannya karena menjadi korban prank atas kasus tewasnya Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J.
Penyesalan itu diungkapkan Benny Ali, saat dirinya dihadirkan sebagai saksi dalam sidang untuk terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
"Ya kita ketahui yang kita ketahui. Kita terbawa-bawa, karena beritanya ternyata dari yang saya dapatkan selama ini, ternyata di prank," kata Benny dalam persidangan, Selasa (6/12/2022).
Tak hanya merasa menyesal, dirinya juga mengaku kalau selama ini sang istri merasa syok atas kasus ini.
"Ya kalau saya mungkin enggak. Tetapi sampai saat ini, istri saya itu syok, mau sidang ini syok," ucap Benny.
Benny mengaku, mendapat prank atau merasa tertipu dalam kasus ini selama satu bulan sejak penembakan.
Dirinya baru mengetahui kalau kasus yang sebenarnya terjadi yakni pada 8 Agustus 2022 sementara Yoshua tewas sejak 8 Juli 2022.
"Itu yang saya terima itu ya ini, terjadi seperti itu. Yang kita dapatkan seperti itu. Ternyata beda," ucap dia.
"Itu saya tahunya tanggal 5 Agustus mulai ribut di medsos. Tanggal 8 kalau enggak salah ada pernyataan resmi bahwa ini semuanya rekayasa," tukasnya.
Tak hanya Benny Ali, Mantan Kabag Gakkum Polri Kombes Susanto Haris juga menyampaikan kekecewaannya karena ikut terseret kasus tewasnya Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua.
Kekecewaan itu disampaikan Susanto dalam persidangan, Selasa (6/12/2022) tepat di depan Ferdy Sambo. Susanto dihadirkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) sebagai saksi.
Kekecewaan itu disampaikan Susanto dengan nada terisak, dia mengaku merasa kesal dengan Ferdy Sambo yang merupakan Jenderal Polisi.
"Kecewa, kesal, marah. Jenderal kok bohong, susah jadi jenderal. Keluarga kami, kami paranoid (cemas) nonton TV, media sosial," kata Susanto dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Mantan Karo Propam Brigjen Benny Ali: Kalau Tahu Rekayasa Pak Sambo, dari Awal Saya yang Tangkap
Mantan Karo Provost Propam Polri Brigjen Pol Benny Ali mengaku tidak tahu terkait rekayasa kasus yang menyebabkan kematian Brigadir Yoshua Nofriansyah Hutabarat alias Brigadir J.
Demikian dikatakan Benny Ali ketika bersaksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J untuk terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (6/12/2022).
Kata Benny, dirinya datang ke Tempat Kejadian Perkara (TKP) sekira satu jam setelah peristiwa yang menyebabkan kematian Brigadir J tersebut.
"Kami ini kan pada saat di TKP itu satu jam setelah kejadian. Jadi kejadian jam 5 (sore) kami datang jam 6. Kami enggak tahu itu rekayasa," kata Benny.
Lebih jauh Benny menyebutkan bahwa jika dirinya mengetahui skenario tersebut, kemungkinan dia akan menangkap langsung Eks Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo.
Dengan begitu, ia merasa tak akan banyak polisi yang menjadi korban dan turut terlibat dalam rekayasa tersebut.
"Mungkin kalau kami tahu itu direkayasa seandainya kita tahu seandainya mohon maaf Pak Sambo, saya yang nangkap, harus bertanggung jawab. Kasian banyak korban," ucapnya.
Baca juga: Putri Candrawathi Menangis Saat Minta Maaf ke Senior Ferdy Sambo
Sebagai informasi, Ferdy Sambo didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat. Perbuatan itu dilakukan bersama-sama dengan Richard Eliezer Pudihang Lumiu, Putri Candrawathi, Ricky Rizal Wibowo, dan Kuat Ma'ruf.
Tak hanya itu, Sambo juga didakwa merintangi penyidikan perkara pembunuhan Brigadir J. Dalam perkara ini, Sambo didakwa melakukan perbuatan bersama Hendra Kurniawan, Agus Nur Patria, Irfan awidyanto, Chuck Putranto, Baiquni Wibowo, dan Arif Racman Arifin.
Atas perbuatannya, Sambo dikenakan Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Selain itu juga dijerat Pasal 49 jo Pasal 33 Undang-Undang No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Tak hanya itu, JPU juga menjerat Sambo dengan Pasal 48 jo Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP
3. Sedih jadi Terdakwa Kasus Tewasnya Yoshua, Irfan Widyanto: Saya Hanya Jalankan Perintah
Mantan Kasubnit I Subdit III Bareskrim Polri Irfan Widyanto mengaku sedih karena harus turut terjerat dan bahkan ditetapkan sebagai terdakwa dalam kasus tewasnya Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J.
Kesedihan itu diungkapkan Irfan saat dihadirkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) sebagai saksi dalam persidangan untuk terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawahti di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (6/12/2022).
Mulanya, Majelis Hakim menanyakan kepada Irfan mengenai perintah dari atasan Irfan yakni mantan Kaden A Ropaminal Divisi Propam Polri Agus Nurpatria untuk mengganti DVR CCTV Komplek Polri yang merupakan rumah dinas Ferdy Sambo.
"Hanya itu (mengganti DVR) saja yang Saudara lakukan? Saudara ikut dipatsus (penempatan khusus)?" tanya hakim Wahyu Iman Santosa kepada Irfan dalam persidangan.
"Ketika saya masuk ke dalam saya langsung masuk menemui Pak Agus di depan sambil merangkul ditunjukkan di depan CCTV di gapura," kata Irfan.
"Singkat cerita Saudara mengganti DVR gitu?" tanya lagi hakim Wahyu.
"Siap, Yang Mulia," jawab Irfan.
Setelah itu, Irfan mengaku heran kenapa kasus terlibat bahkan ditetapkan sebagai terdakwa dalam kasus ini.
Padahal menurutnya, apa yang dirinya lakukan saat itu merupakan perintah dari atasan yang menugaskan.
"Saya menjalankan perintah namun ternyata ada perintah tersebut disalahartikan," ucap Irfan dalam persidangan.
"Maksudnya disalahartikan?" tanya lagi hakim.
"Menurut saya, itu perintah yang wajar dan normal namun kenapa saya yang dipidanakan," jawab Irfan heran.
Atas hal itu, majelis hakim lantas menanyakan perasaan Irfan Widyanto setelah akhirnya ditetapkan sebagai terdakwa dalam kasus tewasnya Yoshua.
Kepada majelis hakim, Irfan mengaku sedih karena tak bisa melanjutkan karir di kepolisian.
"Bagaimana perasaan Saudara?" tanya hakim Wahyu.
"Siap, sedih," jawab Irfan.
"Apa yang membuat sedih?" tanya hakim lagi.
"Karena karir saya masih panjang," jawab Irfan.
4. Agus Nurpatria Sumpah Serapah
Tak hanya Benny, kekecewaan juga pernah diungkapkan Mantan Kaden A Biro Paminal Divisi Propam Polri, Agus Nurpatria.
Mulanya Ferdy Sambo menjelaskan bahwa peristiwa tersebut merupakan tembak-menembak antara Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J dan Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E.
Dijelaskan pula kepadanya bahwa peristiwa tembak-menembak itu diawali oleh pelecehan seksual yang dilakukan Brigadir J terhadap isteri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi.
Namun menjelang dirinya ditempatkan khusus (Patsus) ke Pelayanan Mabes (Yanma) Polri, dia mendapati kenyataan yang berbeda.
Rupanya tidak terdapat insiden tembak-menembak, melainkan penembakan terhadap Brigadir J.
Informasi tersebut diperolehnya dari mantan Kepala Biro Paminal Divisi Propam Polri, Hendra Kurniawan.
"Waktu itu sebelum dipatsus, Pak Hendra sempat bilang ke saya: Gus, kita dikadalin," ujar Arif sebagai saksi dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (28/11/2022).
Mendengar informasi itu, Agus pun langsung reflek mengeluarkan sumpah serapah.
"Anjing, kampret, masa kita dikadalin, bang," katanya menceritakan ulang ucapannya kepada Hendra.
Saat itu, Agus merasa kecewa karena telah dibohongi atasannya, Ferdy Sambo terkait kronologi peristiwa di rumah dinas Duren Tiga.
"Saya kecewa," ujarnya.
Bertemu Ferdy Sambo di Persidangan, Agus Nurpatria: Saya Merasa Dibohongi
Eks Kaden A Ropaminal Divisi Propam Polri, Agus Nurpatria merasa dibohongi oleh Ferdy Sambo soal kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Hal itu disampaikan Agus Nurpatria kala menjadi saksi dalam persidangan lanjutan atas terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (6/12/2022).
Awalnya, Hakim Ketua, Wahyu Iman Santoso bertanya kepada Agus Nurpatria soal peristiwa setelah penembakan.
Saat itu, Agus Nurpatria mengaku berkumpul dengan sejumlah terdakwa di Lantai 3 Gedung Divisi Propam Polri.
"Waktu kita kumpul bareng-bareng itu, ada dua hal itu yang saya ingat (Disampaikan Ferdy Sambo) pemeriksaan awal dilakukan Karopaminal dan dua beliau (Ferdy Sambo) terpukul atas kasus pelecehan seksual dan tembak menembak," kata Agus Nurpatria.
"Setelah ada arahan seperti itu apa yang terjadi di kawan-kawan?" tanya hakim.
"Tidak ada, kan saya tunggu perintah," ujar Agus Nurpatria.
Saat itu, Agus bersama terdakwa kasus obstruction of justice, Hendra Kurniawan tengah memeriksa Richard Eliezer alias Bharada E, Kuat Maruf, dan Ricky Rizal alias Bripka RR atas perintah Ferdy Sambo.
Namun, Agus merasa belum ada kecurigaan soal apa yang disampaikan para terdakwa kala itu soal skenario baku tembak dan pelecehan seksual yang diinisiasi oleh Ferdy Sambo.
Hingga akhirnya, setelah mengetahui cerita yang sebenarnya, Agus merasa telah dibohongi hingga terseret dalam kasus tersebut.
"Apakah ada pengarahan-pengarahan untuk menuju kesitu?" tanya hakim.
"Tidak ada," jawab Agus.
"Tidak ada?" tanya kembali Hakim.
"Saya merasa apa yang disampaikan pak FS, wajar-wajar saja" ujar Agus.
"Meski berubah?" kata hakim sambil konfirmasi soal skenario palsu
"Iya, walaupun kemudian hari berubah. Saya juga merasa dibohongi," kata Agus.
Sebagai informasi, agenda sidang lanjutan kasus pembunuhan Brigadir J hari ini, Selasa (6/12/2022) adalah pemeriksaan saksi-saksi dengan terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi.
Adapun saksi-saksi yang hadir yaitu terdakwa kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice dalam kasus Brigadir J.
Setidaknya ada sembilan saksi yang dihadirkan dalam sidang hari ini yaitu:
1. Arif Rahman Arifin - Terdakwa Kasus Obstraction of Justice, mantan Wakaden B Biro Paminal Propam
2. Agus Nurpatria - Terdakwa Kasus Obstraction of Justice, mantan Kaden A Ropaminal Divpropam
3. Chuck Putranto - Terdakwa Kasus Obstraction of Justice, mantan Korspri Kadiv Propam Polri
4. Baiquni Wibowo - Terdakwa Kasus Obstraction of Justice
5. Audi Pratomo - Supir mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan Ridwan R. Soplanit
6. Aji Sopan Utomo - Petugas Subbid Senpi Balmetfor Puslabfor Bareskrim Polri
7. Panji Zulfikar - Pemeriksa Forensik Muda
8. Hendra Kurniawan - Terdakwa Kasus Obstraction of Justice, mantan Karo Paminal Div Propam Polri
9. Susanto Haris - Kabag Gakkum Provost Div Propam Polri
Baca juga: Ferdy Sambo Bantah Bharada E Lihat Perempuan Selain Putri Candrawathi di Rumah Bangka: Dia Ngarang
Sementara dalam kasus pembunuhan BrigadirJ telah ditetapkan lima terdakwa yaitu Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bharada E, Bripka RR dan Kuat Maruf.
Mereka didakwa dengan pasal 340 subsidair pasal 338 juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman hukuman mati, penjara seumur hidup, atau paling lama penjara 20 tahun.
Di sisi lain, terdakwa obstruction of justice juga telah ditetapkan yaitu Ferdy Sambo, Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.
Ketujuh terdakwa itu didakwa melanggar pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP. (tribun network/thf/Tribunnews.com)