Pengamat Menilai Penunjukan Pj Kepala Daerah Merupakan Bentuk Kerusakan Demokrasi
Eksistensi jabatan Penjabat (Pj) Kepala Daerah, baik Gubernur, Bupati atau Wali Kota merupakan tanda kerusakan demokrasi di Indonesia.
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Eksistensi jabatan Penjabat (Pj) Kepala Daerah, baik Gubernur, Bupati atau Wali Kota merupakan tanda kerusakan demokrasi di Indonesia.
Hal tersebut disampaikan, Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago, dalam seminar nasional bertema Indonesia Pulih Bersatu Melawan Korupsi dalam rangka Hari Korupsi Sedunuia 2022, di Gedung M Universitas Trisakti, Jakarta Barat, Jumat (9/12/2022).
Pangi menilai adanya Pj Kepala Daerah merupakan kerusakan bagi demokrasi Indonesia.
Sebab, sosok politisi yang mengisi jabatan tersebut bukan hasil dipilih rakyat.
"Pj itu menurut saya yang paling rusak," kata Pangi di Universitas Trisakti.
Baca juga: Anggota DPR Minta Pj Kepala Daerah Netral Dalam Gelaran Pemilu 2024
"Karena sumber kekuasaan demokrasi dilegitimasi oleh rakyat. Nah sekarang bergeser, sumber kekuasaan legitimasi mereka dari kekuasaan, bisa presiden, bisa menteri, bisa dari gubernur," lanjut dia.
Berdasarkan alasan tersebut, Pangi kemudian mempertanyakan netralitas seorang Penjabat Kepala Daerah dalam pemilihan umum (Pemilu).
Menurutnya, seorang Penjabat Kepala Daerah punya utang budi yang harus dibayarkan kepada pihak yang memposisikannya dalam jabatan tersebut.
"Bagaimana mungkin dalam akal sehat kita, Pj itu akan netral dalam Pemilu. Karena dia punya utang budi politik. Dia harus berterimakasih kepada yang sudah memberikan sumber kekuasaannya," tutur pengamat politik itu.
Lebih lanjut, Pangi mengatakan, sulit memastikan netralitas seorang Penjabat Kepala Daerah.
"Bagaimana mungkin kita bisa memastikan. Jangan sampai PJ ini, itu bekerja sesuai jeroannya, selera dia. Dia harus berterimakasih kepada yang memberi kekuasaan dia," ujarnya.
Baca juga: Anggota Komisi II DPR: Pj Kepala Daerah Tidak Boleh Rangkap Jabatan
Selanjutnya, Pangi menduga, penyalahgunaan kekuasaan ini juga dilakukan presiden.
"Ada celah. Ada potensi penyalahgunaan, abuse of power. Dan di situ lah kita bicara posiso, bagaimana mungkin presiden netral. Kan sudah sulit," katanya.
Ia menyebut, dulu konsep Penjabat Kepala Daerah di Indonesia tidak diperbolehkan karena memberikan kewenangan tidak terbatas kepada pejabat sementara.
"Dimana-mana konsep Pj itu hanya enam bulan. Dulu kan enggak boleh Pj itu. Pj itu kan penjabat sementara yang tidak terbatas kewenangannya," katanya.
Sebagai informasi, Pasal 1 butir 5 Permendagri menjelaskan, Penjabat Kepala Daerah adalah Pejabat yang ditetapkan oleh Presiden untuk Gubernur dan Pejabat yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri untuk Bupati dan Walikota untuk melaksanakan tugas, wewenang dan kewajiban kepala daerah dalam kurun waktu tertentu.