Buntut Kasus Wartawan Jadi Kapolsek, AJI dan LBH: Cara Kotor Polri Susupkan Intelijen
AJI dan LBH menganggap kasus wartawan menjadi Kapolsek Kradenan Blora adalah cara kotor dari Polri dalam penugasan intelijen.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Nanda Lusiana Saputri
TRIBUNNEWS.COM - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) serta Lembaga Bantuan Hukum (LBH) mengecam Polri, buntut diangkatnya mantan kontributor salah satu stasiun TV menjadi Kapolsek Kradenan, Blora, Jawa Tengah yaitu Umbaran Wibowo.
AJI dan LBH menyebut apa yang dilakukan Polri dengan memerintahkan Umbaran menjadi intelijen di institusi media adalah cara yang kotor.
Hal ini tertuang dalam poin pertama desakan AJI dan LBH dalam siaran pers yang dibuat pada Kamis (15/12/2022).
"Mendesak pemerintah khususnya Polri untuk menghentikan cara-cara kotor seperti menyusupkan anggota intelijen ke institusi media yang dapat mengganggu kinerja pers dan menimbulkan ketidakpercayaan publik," demikian tertuang dalam poin pertama siaran pers yang dikutip dari laman AJI.
Baca juga: Iptu Umbaran Nyamar Wartawan Lalu Jadi Kapolsek, Dewan Pers: Independensi Media Harus Dijaga
Selain itu, AJI juga menganggap masuknya Umbaran menjadi intelijen di institusi pers telah menyalahi aturan yaitu pasal 6 Undang-Undang (UU) No.40 Tahun 1999 tentang Pers.
"Oleh sebab itu, kepolisian jelas telah menempuh cara-cara kotor dan tidak memperhatikan kepentingan umum dan mengabaikan hak masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan informasi yang tepat, akurat, dan benar.
Tak hanya itu, penyusupan intelijen ini juga bertentangan dengan pasal 6 Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang berbunyi "Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap".
Di sisi lain, AJI dan LBH mendesak agar organisasi pers dan media harus melakukan penelusuran latar belakang calon wartawan yang akan direkrut.
Hal ini untuk menghindari penyusupan seperti yang dilakukan kepolisian dalam konteks kasus Umbaran Wibowo.
"Lolosnya anggota kepolisian sebagai wartawan yang tersertifikasi dapat menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap institusi pers dan kerja-kerja pers secara umum," tulis AJI dan LBH dalam keterangan tertulisnya.
Buntut kasus ini, AJI dan LBH pun menuliskan lima poin desakan dan berikut rinciannya.
1. Mendesak pemerintah khususnya Polri untuk menghentikan cara-cara kotor seperti menyusupkan anggota intelijen ke institusi media yang dapat mengganggu kinerja pers dan menimbulkan ketidakpercayaan publik.
2. Mendesak Dewan Pers untuk menyelidiki kasus ini hingga tuntas dan memberikan sanksi kepada Iptu Umbaran yang telah melanggar Kode Etik Jurnalistik. Dewan Pers juga perlu memperbaiki mekanisme Uji Kompetensi Wartawan agar peristiwa serupa tidak terulang pada masa mendatang.
3. Mendorong Dewan Pers untuk memastikan aparat keamanan lain seperti TNI dan badan intelijen lainnya tidak melakukan cara-cara kotor seperti yang dilakukan Polri.