Pakar Hukum: KUHP Baru Lebih Melindungi Korban Ketimbang Pelaku Kejahatan
dalam KUHP lama ancaman hukuman tinggi terhadap pelaku, seolah-olah memberikan perlindungan terhadap korban.
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang telah disahkan menjadi Undang-Undang KUHP yang baru dinilai justru lebih melindungi korban ketimbang pelaku kejahatan.
Menurut Guru Besar Hukum Pidana Universitas Jember, Arief Amrullah dalam KUHP lama tidak ada mengatur tentang korban, karena hanya pelaku.
Arief menjelaskan, dalam KUHP lama ancaman hukuman tinggi terhadap pelaku, seolah-olah memberikan perlindungan terhadap korban.
Padahal menurutnya perlindungan itu belum secara nyata.
"Nah ini yang tidak diatur dalam KUHP turunan Belanda, dalam KUHP baru ini telah diatur, misalnya bagaimana tanggung jawab pelaku terhadap korban, jadi ini yang artinya dalam bebagai seminar, tulisan, tesis, desertasi yang merekomendasikan hukum pidana nasional juga memperhatikan perlindungan terhadap korban nah ini sudah diwujudkan dalam KUHP nasional kita," kata Arief, Sabtu (17/12/2022).
Selain itu, lanjut Arief KUHP baru juga memuat keseimbangan antara hukum tertulis dan hukum yang hidup dalam masyarakat.
Ia melanjutkan, hukum yang hidup dalam masyarakat ini yang sangat menjiwai di dalam KUHP nasional kita.
"Makanya disitu bagaimana ada panduan, atau pedoman bagi hakim nantinya dalam menjatuhkan pidana jadi tidak selalu harus dijatuhi dengan pidana penjara. Kalau selalu dijatuhkan pidana penjara maka penuhlah lembaga pemasyarakatan, kalau itu penuh maka justru akan timbul efek buruk, salah satunya terjadi 'penularan ilmu kejahatan' dari dalam penjara," katanya.
KUHP baru juga memuat keseimbangan antara nilai nasional dan nilai universal.
Kata Arief kita tidak bisa lepaskan dengan perkembangan nilai universal, jadi perkembangan nilai universal instrumen-instrumen internasional itu yang juga harus beradaptasi.
"KUHP baru juga memuat keseimbangan antara HAM dan kewajiban HAM, jadi tidak sekadar menuntut hak tapi juga apa kewajiban. ini yang berbeda dengan KUHP lama. ini merupakan salah satu keunggulan dari apa yang diatur dalam KUHP baru," ujarnya.
Karena itulah lanjut Arief KUHP baru mempunyai keunggulan dibandingkan KUHP lama turunan Belanda yang sudah berlaku lebih dari 100 tahun. Salah satunya, KUHP yang baru disahkan ini mempunyai muatan keseimbangan.
"Nah ini yang membedakan dari KUHP yang lama, dan ini merupakan salah satu keunggulan KUHP yang baru," ujarnya.
Arief mengatakan, materi hukum pidana nasional mengatur keseimbangan antara, kepentingan masyarakat dan kepentingan individu atau yang disebut dengan keseimbangan monodualistik. Dimana, hukum pidana selain memperhatikan segi objektif dari perbuatan, tetapi juga memperhatikan dari segi subjektif dari pelaku.
"Berpangkal dari keseimbangan monodualistik tersebut maka KUHP nasional kita, tetap mempertahankan asas yang paling fundamental dalam hukum pidana yaitu asas legalitas dan asas kesalahan. Asal legalitas ditunjukan pada perbuatan dan asas kesalahan ditunjukan pada orang atau pelaku," ujarnya.
Baca juga: KUHP Banyak Dikritik, DPR Ingatkan Polisi Kedepankan Restorative Justice
"Masing-masing dari dua asas tersebut disebut dengan asas kemasyarakatan dan asas kemanusian. asas legalitas disebut asas kemasyarakat dan asas kesalahan disebut asas kemanusiaan, ya karena jangan sampai menghukum orang yang tidak bersalah. kedua asas tersebut untuk memujudkan keseimbangan antara unsur perbuatan dan sikap batin dari pelaku pidana," tambahnya.
Arief melanjutkan, mengenai asas legalitas, KUHP baru memperluas perumusannya dengan mengakui berlakunya hukum yang hidup atau hukum yang tak tertulis atau hukum adat. Ia mengatakan, perluasan asas legalitas tidak dapat dilepaskan dari pemikiran untuk mewujudkan dan menjamin keseimbangan antara kepentingan indivudu dan masyarakat dan antara kepastian hukum dan keadilan.
"Roh dari hukum itu adalah keadilan, jika kepastian hukum bermasalah maka kepastian itu yangg direvisi. Karena kepastian hukum merupakan jembatan untuk menuju keadilan. jika dalam penerapannya ada pertentangan antar kepastian hukum dan keadilan, maka yang didahulukan adalah keadilan," katanya.(Willy Widianto)