Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ahli: Makin Tinggi Orang yang Memerintah, Semakin Kecil Orang yang Jauh di Bawahnya Menolak Perintah

Muhammad Mustofa menyebutkan semakin tinggi jabatan seseorang semakin kecil orang yang jabatannya jauh di bawahnya menolak perintah

Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Ahli: Makin Tinggi Orang yang Memerintah, Semakin Kecil Orang yang Jauh di Bawahnya Menolak Perintah
Tangkapan layar Kompas TV
Saksi ahli Kriminolog, Muhammad Mustofa bersaksi dalam sidang perkara pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (19/12/2022). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli Kriminologi, Muhammad Mustofa menyebutkan semakin tinggi jabatan seseorang semakin kecil orang yang jabatannya jauh di bawahnya menolak perintah.

Kesaksian tersebut dijelaskan Muhammad Mustofa sebagai saksi ahli dalam tewasnya Brigadir J saat menjawab pertanyaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (19/12/2022).

"Jadi tergantung relasi kuasa yang diperintah dan yang memberi perintah. Kalau kondisi keduanya sangat jauh kemungkinan yang paling bawah untuk mengabaikan sangat kecil, orang psikologi menyampaikan ada beban psikologis," kata Mustofa di persidangan.

Dikatakan Mustofa meski dirinya bukan ahli psikologi. Ia meyakini bahwa yang diperintah tidak punya kuasa untuk menolak perintah kepada orang yang jabatannya lebih tinggi.

"Walaupun saya sendiri tidak mempelajari psikologi tapi dikatakan ada beban ketakutan untuk tidak melakukan perintah tersebut," sambungnya.

Kemudian ketika JPU menanyakan hubungan pemberi perintah terkait hubungan pekerja. Dikatakan Mustofa bahwa yang bekerja akan taat kepada orang yang memberi kerja.

"Kedekatan emosional terkadang berpengaruh tergantung pada situasi. Biasanya orang yang statusnya sebagai pekerja itu akan taat kepada yang memberikan perintah," ungkapnya.

BERITA REKOMENDASI

Mustofa menambahkan bahwa paling tidak kalau dia (Pekerja) menolak bisa saja ia diberhentikan dari pekerjaannya dan itu merupakan kelaziman dalam interaksi sosial.

Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua, Ferdy Sambo mengklaim dirinya tak menyangka bahwa perintah ‘hajar cad’ yang ditujukan kepada Yoshua diartikan dengan menembak oleh Richard Eliezer.

Menurutnya, perintah Bharada E untuk menghajar Brigadir J tidak menggunakan senjata api.

Hal itu diungkapkan Ferdy Sambo saat bersaksi untuk terdakwa Bharada E, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf dalam sidang lanjutan kasus dugaan pembunuhan Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (7/12/2022).

"Saya saat itu tidak terpikir hajar menggunakan tangan, kaki, atau senjata. Tetapi kemudian terjadilah penembakan itu," kata Sambo.


Meski akhirnya Brigadir J dihajar dengan tembakan, Sambo menyatakan siap bertanggung jawab ke Bharada E.

Baca juga: Kriminolog Sebut Kasus Penembakan Brigadir J Masuk Pembunuhan Berencana, Ini Alasannya

Ia pun mengakui bahwa tindakan melindungi Bharada E itu merupakan hal yang salah.

"Saya sudah sampaikan di awal bahwa saya mencoba dengan kepercayaan diri untuk mohon maaf melindungi Richard dengan cara tidak benar. Ya itu memang kesalahan saya, yang itu akan saya pertanggung jawabkan," ucap Sambo.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas