Pembacaan Tuntutan Mantan Presiden ACT Ditunda Pekan Depan, Alasannya Jaksa Belum Punya Rentut
sidang pembacaan tuntutan kasus penyelewengan dana donasi korban pesawat jatuh Lion Air JT 610 oleh perusahaan filantropi ACT atas terdakwa Ahyudin.
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Wahyu Aji
![Pembacaan Tuntutan Mantan Presiden ACT Ditunda Pekan Depan, Alasannya Jaksa Belum Punya Rentut](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/sidang-act-digelar-secara-daring_20221115_153547.jpg)
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sejatinya menggelar sidang pembacaan tuntutan kasus penyelewengan dana donasi korban pesawat jatuh Lion Air JT 610 oleh perusahaan filantropi PT Aksi Cepat Tanggap (ACT) atas terdakwa Ahyudin.
Akan tetapi, Jaksa Penuntut Umum (JPU) meminta kepada majelis hakim PN Jakarta Selatan untuk menunda agenda tuntutan tersebut.
Alasannya, jaksa menyebut belum memiliki rencana tuntutan (Rentut) yang seharusnya diberikan oleh pihak Kejaksaan Agung (Kejagung).
"Karena ini perkara Kejaksaan Agung (Kejagung), maka kami sebagai penuntut umum harus merencanakan tuntutan perkara tersebut terlebih dahulu. Untuk sampai saat ini rentut dari Kejagung belum turun jadi kami izin untuk menunda tuntutan majelis," kata jaksa dalam persidangan, Selasa (20/12/2022).
Kepada majelis hakim, jaksa meminta untuk sidang ditunda hingga satu pekan ke depan atau digelar pada Selasa, 27 Desember 2022.
Atas hal itu, Metua Majelis Hakim Haryadi meminta jaksa untuk memastikan kesiapan tuntutan itu dibacakan.
"Jadi hari ini belum siap tuntutan pidana dari penuntut umum, dalam waktu satu minggu dipastikan penuntut umum harus siap. Karena kalender sudah kita sepakati," kata Hakim Haryadi.
"Ditunda tuntutan pidana hari selasa tanggal 27 desember 2022, jelas ya, sidang tutup," tegas Hakim Haryadi seraya menutup persidangan.
Dakwaan Jaksa
Eks Presiden Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT), Ahyudin didakwa melakukan penggelapan dana donasi dari Boeing untuk keluaga atau ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610.
Baca juga: Kaleidoskop 2022: Kasus Penyelewengan Dana ACT, Penetapan Tersangka hingga Penyitaan Aset
Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum (JPU), Ahyudin melakukan penggelapan dana donasi itu bersama Presiden ACT, Ibnu Khajar dan Hariyana Hermain selaku Dewan Pembina ACT.
"Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan, dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, barang tersebut ada dalam kekuasaannya karena ada hubungan kerja atau karena pencahariannya atau karena mendapat upah untuk itu," kata Jaksa di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (15/11/2022).
Jaksa menyebut perkara ini bermula pada tanggal 29 Oktober 2018, maskapai Lion Air dengan nomor penerbangan 610, dengan pesawat Boeing 737 Max 8, telah jatuh setelah lepas landas dari Bandara Soekarno Hatta Jakarta, Indonesia. Kejadian tersebut mengakibatkan 189 penumpang dan kru meninggal dunia.
"Atas peristiwa tersebut Boeing menyediakan dana sebesar USD 25.000.000 sebagai Boeing Financial Assistance Fund (BFAF) untuk memberikan bantuan finansial yang diterima langsung oleh para keluarga (ahli waris) dari para korban kecelakaan Lion Air 610," ucap Jaksa.
"Selain itu Boeing juga memberikan dana sebesar USD 25.000.000 sebagai Boeing Community Investment Fund (BCIF) yang merupakan bantuan filantropis kepada komunitas lokal yang terdampak dari kecelakaan," sambungnya.
Namun, uang donasi BCIF tersebut tidak langsung diterima oleh ahli waris, namun diterima oleh organisasi amal, atau pihak ketiga yang ditunjuk oleh ahli waris korban.
ACT, sebagai pihak ketiga mengaku ditunjuk langsung oleh Boeing untuk menjadi lembaga pengelola dana donasi BCIF tersebut
Dalam perjalanannya, ACT meminta pihak keluarga korban menyetujui dana sosial BCIF sebesar USD 144.500 dari Boeing.
Baca juga: Hakim Tolak Eksepsi 2 Bos ACT Ibnu Khajar dan Hariyana Hermain, Sidang Lanjut Pembuktian
Namun, uang donasi BCIF tersebut digunakan oleh terdakwa Ahyudin bersama Ibnu Khajar dan Hariyana Hermain sebesar Rp117 miliar bukan untuk peruntukannya.
"Telah menggunakan dana BCIF sebesar Rp 117.982.530.997,diluar dari peruntukannya yaitu untuk kegiatan di luar implementasi Boeing adalah tanpa seizin dan sepengetahuan dari ahli waris korban kecelakaan Maskapai Lion Air pesawat Boeing 737 Max 8 maupun dari pihak Perusahaan Boeing sendiri," ucap Jaksa.
Atas perbuatannya, terdakwa Ahyudin didakwa pasal 374 subsider 372 KUHP juncto pasal 55 ayat ke 1 ke 1 KUHP soal Tindak Pidana Penggelapan dan/atau Penggelapan Dalam Jabatan dan/atau Tindak Pidana Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Tindak Pidana Yayasan.
Sementara untuk terdakwa Ibnu Khajar dan Hariyana Hermain didakwa pasal 374 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP dengan hukuman maksimal masing-masing terdakwa 5 tahun penjara.