Hasil Lie Detector Dinilai Tak Bisa Dijadikan Alat Bukti Ungkap Suatu Perkara Pidana
Hasil lie detector atau alat pendeteksi kebohongan sejatinya tidak bisa digunakan sebagai alat pembuktian dalam perkara pidana.
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli hukum pidana dari Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII), Mahrus Ali menyatakan, hasil lie detector atau alat pendeteksi kebohongan sejatinya tidak bisa digunakan sebagai alat pembuktian dalam perkara pidana.
Keterangan itu disampaikan Mahrus saat dirinya dihadirkan oleh kubu Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi sebagai ahli meringankan dalam sidang, Kamis (22/12/202).
"Apakah kemudian dalam konteks tadi saudara jelaskan bukti tersebut dapat digunakan atau tidak apabila tidak sesuai dengan aturan yang seharusnya?" tanya kuasa hukum Ferdy Sambo, Rasamala Aritonang dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
"Itu dasar hukumnya bentuknya apa?" tanya balik Mahrus.
"Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Nomor 10 Tahun 2009," timpal Rasamala Aritonang.
Dari situ Mahrus menilai, seharusnya proses pemeriksaan lie detector harus didasari dan diatur dalam undang-undang yang berlaku.
"Artinya apa itu (Lie Detector) tidak legal harusnya. Artinya apa, tidak boleh menggunakan dasar itu sebagai dasar untuk membuktikan poligraf. Kenapa? karena dia juga dasarnya bukan undang-undang," kata dia.
Pasalnya kata Mahrus, ada aturan dalam hukum hak asasi manusia (HAM) yang membatasi untuk apa saja yang berlaku sebagai pembuktian dalam hukum acara.
Tak hanya itu, Mahrus juga mengatakan dalam hukum pidana setiap kasus harus didasari dengan alat bukti.
Syarat sahnya alat bukti pun harus dilandasi dengan prosedur yang benar dan materiil atau sumber hukum yang mengaturnya.
"Kalau ini alat bukti itu sah harus ada dua, satu caranya sah mengikuti prosedurnya, kedua materilnya sah, kalau tidak diikuti bisa jadi hasilnya tidak valid," tukasnya.
Hasil Poligraf Lima Terdakwa
Saksi ahli membongkar hasil tes poligraf lima terdakwa kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (14/12/2022).
Dalam hal ini, Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E dan Ricky Rizal disebut jujur, hasil Ferdy Sambo dan Putri berbohong, sedangkan Kuat Ma'ruf jujur dan terindikasi berbohong.
Awalnya, Hakim Ketua Wahyu Iman Santoso bertanya kepada Kepala Urusan Bidang Komputer Forensik Ahli Poligraf, Aji Febriyanto Ar-rosyid soal skor hasil tes poligraf tersebut.
"Tadi saudara menggunakan metode skoring atau penilaian terhadap para terdakwa. Terhadap kelimanya menunjukkan. Skornya berapa?," tanya Wahyu di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (14/12/2022).
"Bapak Ferdy Sambo nilai totalnya -8, Putri -25. Kuat Ma’ruf dua kali pemeriksaan, yang pertama hasilnya +9 dan kedua -13, Ricky dua kali juga pertama +11, kedua +19, Richard +13," jawab Aji.
Baca juga: Arif Rachman Mengaku Diminta Ferdy Sambo Menuliskan Interogasi Awal Putri Candrawathi
Aji menjelaskan terkait skor plus dan minus dari hasil pemeriksaan poligraf tersebut. Plus menandakan jika terperiksa jujur, sedangkan minus menandakan terperiksa berbohong.
Dalam catatannya, Sambo dan Putri terindikasi bohong. Adapun berdasarkan skor, Richard dan Ricky dinyatakan memberikan keterangan jujur. Terakhir, Kuat Ma'ruf jujur dan berbohong.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.