Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Catatan Akhir Tahun Elsam: Penerapan UU PDP Jangan Mengganggu Kinerja Jurnalis

Direktur Eksekutif Elsam Wahyudi Djafar menilai saat ini ada peningkatan serangan terhadap kebebasan sipil

Penulis: Malvyandie Haryadi
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Catatan Akhir Tahun Elsam: Penerapan UU PDP Jangan Mengganggu Kinerja Jurnalis
Istimewa
Acara Catatan Akhir Tahun Kondisi Demokrasi, Hukum, HAM, dan Pertahanan-Keamanan yang diselenggarakan Centra Initiative dan Elsam, di Sadjeo Resto dan Caffe, Selasa (27/12/2022). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Wahyudi Djafar menilai saat ini ada peningkatan serangan terhadap kebebasan sipil, baik secara langsung, maupun tidak langsung lewat kebijakan-kebijakan yang mengancam kebebasan sipil.

Dengan situasi seperti ini, menurutnya, Indonesia masuk dalam fase illiberal democracy atau demokrasi kosong.

Diungkapkannya, terdapat beberapa situasi yang memberi tekanan pada demokrasi.

Ia mencontohkan, misalnya disahkannya KUHP yang baru.

Baca juga: UU PDP Diteken Presiden, Palsukan Data Pribadi Untuk Keuntungan Pribadi Kena Denda Rp 6 Miliar

Menurutnya, prosesnya memang panjang, tetapi ada poin yang bermasalah dan berpotensi menyusahkan kerja-kerja pembela HAM.

"Dalam konteks perlindungan data pribadi, memang DPR sudah mengesahkan RUU PDP menjadi undang-undang, tetapi masih ada beberapa persoalan. Jurnalis bisa dikriminalisasi dengan UU ini dengan dalih informasi yang mereka buka adalah data pribadi. Tidak ada pengaturan jelas terkait transparansi dan hak atas informasi," ujar Wahyudi Djafar.

Baca juga: UU PDP Resmi Disahkan, LBH Jakarta: Belum Menjamin Keamanan Data Pribadi dari Kepentingan Politik

Hal ini disampaikan Wahyudi Djafar pada acara Catatan Akhir Tahun Kondisi Demokrasi, Hukum, HAM, dan Pertahanan-Keamanan yang diselenggarakan Centra Initiative dan Elsam, di Sadjeo Resto dan Caffe, Selasa (27/12/2022).

BERITA REKOMENDASI

Hal terpenting ke depan, lanjut Wahyudi Djafar, adalah komitmen politik dari pemangku kebijakan, tetap membuka ruang-ruang yang diliberatis.

Misalnya sebelumnya MK bisa menjadi jawaban untuk permasalahan demokrasi, sekarang ada upaya hijacking MK dengan perubahan UU MK, ada pergantian hakim, dan sebagainya.

"Sehingga, sia-sia saja ketika kita datang ke MK untuk yudisial review. Ketika demokrasi turun, efek lebih jauhnya adalah pemenuhan hak asasi manusia yang juga terancam," katanya.

Sedangkan Julius Ibrani, Ketua PBHI Nasional ditempat yang sama menilai saat ini wajah formasi hukum baik penegakan, penanganan, bersifat politis.

"Selama 2022 kemarin ada banyak sekali kritik terhadap pemerintah sehingga akhirnya muncul banyak pasal dalam KUHP baru yang sangat kolonial, yang bisa berujung pada over kriminalisasi. Peraturan terkait larangan menghina lembaga pemerintahan, padahal yang dikritik itu adalah performa buruk dari lembaga tersebut."


"Penegakan hukum yang buruk dan pelanggaran HAM ini terinstitusionalisasi. Terlihat dari adanya badan-badan khusus yang bertugas mengawasi kelompopk masyarakat sipil, tim khusus satgasus, dll. Diikuti dengan regulasi yang juga mengancam melalui KUHP," tegas Julius Ibrani.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas