Hasil Tes Lie Detector Bisa Jadi Alat Bukti, Pakar: Bisa Dipakai dalam Bentuk Keterangan Ahli
Meskipun lie detector awalnya hanya dijadikan sebagai alat bantu untuk membantu mengungkap kasus, tapi hasilnya bisa dijadikan alat bukti perkara
Penulis: Galuh Widya Wardani
Editor: bunga pradipta p
TRIBUNNEWS.COM - Pakar Hukum Pidana, Elwi Danil menjelaskan hasil tes lie detector bisa digunakan sebagai alat bukti perkara apabila dijabarkan oleh ahli.
Meskipun lie detector awalnya hanya dijadikan sebagai alat bantu untuk membantu mengungkap terang sebuah kasus.
Pernyataan tersebut disampaikan Elwi saat dihadirkan dalam persidangan terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (27/12/2022).
"Ada perbedaan pemahaman tentang di mana posisi lie detector itu dalam konteks pembuktian."
"Ada yang menyebut lie detector itu adalah alat bukti, ada yang menyebut dia adalah barang bukti."
"Menurut pendapat saya lie detektor itu hanyalah semacam instrumen atau sarana yang digunakan oleh penyidik untuk membuat terang sebuah perkatra pidana, jadi hanya semacam alat bantu bagi penegak hukum untuk membuat terang sebuah tindak pidana dan dia tidak menjadi alat bukti."
Baca juga: Sidang Ferdy Sambo, Ahli Pidana Ungkap 5 Kategori Pelaku Penyerta dalam Kasus Pembunuhan Brigadir J
"Akan tetapi pada ketika hasil dari proses lie detector itu disampaikan dalam forum persidangan oleh ahlinya maka dia akan menjadi alat bukti dalam bentuk keterangan ahli."
"Tapi kalau hanya sekedar lie detector itu saya kira itu adalah alat bantu bagi penyidik untuk mengungkap sebuah perkara," jelas Elwi dikutip dari Kompas Tv.
Mengenai aturan pengharusan penggunaan lie detector dalam suatu penyelidikan perkara, kata Elwi, memang harus dilakukan.
Pasalnya, penggunaan telah tertulis di Peraturan Kapolri (Perkap).
"Kalau dilihat dari posisinya Perkap itu kan dimuat di berita Negara Republik Indonesia, oleh karena itu dia punya kekuatan mengikat."
"Berbeda dengan surat edaran surat edaran itu hanya berlaku internal."
"Sementara peraturan itu berlaku secara internal dan secara eksternal, jadi Peratiran Kapolri itu adalah ketentuan yang yang mengikat, berarti harus ditaati," jelas Elwi.
Baca juga: Ahli Pidana Nilai Motif Harus Diungkap Demi Buktikan Kesengajaan Ferdy Sambo Bunuh Brigadir J
Hasil Lie Detector Terdakwa
Sebelumnya Adji Febrianto Ar-Rosyid yang merupakan ahli poligraf telah dihadirkan dalam persidangan dalam sidang lanjutan tewasnya Brigadir J.
Adji mengungkapkan hasil lie detector dari kelima terdakwa, yakni Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bharada Richard Eliezer, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf.
Kelimanya, kata Adji memiliki hasil uji kebohongan yang berbeda-beda.
Hal tersebut disampaikan Adji dalam kesaksian Adji di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (14/12/2022).
Adapun Fedy Sambo mendapatkan skor minus delapan, sedangkan Putri Candrawathi minus 25.
Sementara itu Kuat Maaruf dan Ricky Rizal dilakukan dua kali pemeriksaan.
Untuk Kuat Ma'ruf, hasil pertama plus sembilan yang kedua minus 13.
Pada pemeriksaan pertama, Ricky Rizal mendapat skor plus 11 dan yang kedua yakni plus 19.
Selanjutnya, terdakwa justice collaborator Richard Eliezer mendapatkan skor plus 13 dengan pemriksaan sebanyak satu kali.
Baca juga: Sidang Ferdy Sambo, Ahli Pidana Ungkap 5 Kategori Pelaku Penyerta dalam Kasus Pembunuhan Brigadir J
Hasil Lie Detector Ferdy Sambo
Dari hasil pemeriksaan alat uji kebohonga, eks Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri itu dinyatakan tidak jujur alias berbohong.
Bahkan hal tersebut disampaikan sendiri oleh Ferdy Sambo saat dirinya bersaksi untuk terdakwa Richard Eliezer alias Bharada E, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (7/12/2022).
Awalnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) bertanya kepada Ferdy Sambo terkait hasil lie detector.
”Sudahkan hasilnya saudara ketahui? Apa (hasilnya)?” tanya Jaksa.
“Sudah, (hasilnya keterasngan saya) tidak jujur,” jawab Sambo.
Setelah menjawab pertanyaan dari JPU, Ferdy Sambo kemudian menambahkan penjelasan bahwa menurutnya hasil uji poligraf itu tidak dapat dijadikan pembuktian dalam persidangan.
“Jadi setahu saya poligraf itu tidak bisa digunakan dalam pembuktian di pengadilan, hanya pendapat saja."
“Jadi jangan sampai framing ini membuat media mengetahui bahwa saya tidak jujur,” ucap Ferdy Sambo.
Merespon pernyataan Ferdy Sambi, Ketua Majelis Hakim mengatakan bahwa penilaian tetap saja berada pada hakim.
“Ya nanti biar majelis yang menilai. Masalah kejujuran saudara, majelis hakim yang menilai,” jawab Ketua Majelis Hakim.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Rahmat Fajar Nugraha/Malvyandie Haryadi)