Catatan Akhir Tahun 1: Parpol Berebut Publik Figur, Gaet Artis demi Dongkrak Elektabilitas di 2024
Perekrutan artis menjelang tahun Pemilu selalu terjadi setiap ajang lima tahuhan tersebut bergulir. Berikut analisanya.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Fenomena partai politik saat ini mulai merekrut artis atau publik figur sebagai daya tarik dan simpati masyarakat jelang Pemilihan Umum atau Pemilu 2024, mendatang.
Tentu, apa yang dilakukan oleh para partai politik itu bagian dari strategi mendulang suara lewat keterpilihan para artis atau publik figur.
Apalagi, para artis memiliki penggemar "garis keras" dan pengikut setia di media sosial.
Bahkan, di era teknologi saat ini pengikut para artis tersebut mencapai jutaan orang.
Hal ini pun menjadi salah satu faktor partai politik mau menggaet para artis dan publik figur.
Yakni, dengan harapan para penggemar dan pengikut artis tersebut akan memilih partai dimana idolanya bernaung.
Memang, perekrutan artis menjelang tahun Pemilu selalu terjadi setiap ajang lima tahuhan tersebut bergulir.
Bahkan, fenomena ini telah terjadi di setiap Pemilu pascaorde baru.
Baca juga: Daftar Elite Partai Nasdem yang Memilih Mundur, Terbaru Siswono Yudo Husodo
Sejumlah partai politik pun disinyalir mengendorse untuk menaikan keterpilihannya di Pemilu.
Dalam jurnal yang diterbitkan oleh Departemen Ilmu Politik, FISIP, Universitas Indonesia (UI) karya Ikhsan Darmawan, tentang Keterlibatan Selebriti dalam Pemilu Indonesia Pasca Orde Baru disebutkan bahwa keterlibatan selebriti dalam pemilu di Indonesia makin menunjukkan kecenderungan adanya peningkatan.
Peningkatan itu juga diikuti oleh adanya perubahan dari awalnya keterlibatan selebriti mengambil model sebagai vote getter dalam konteks sebagai celebrity endorser, menjadi vote getter dalam konteks sebagai celebrity politician.
Jurnal itu juga disebutkan bahwa keterlibatan para selebriti disebabkan oleh tiga hal.
Pertama, adanya perubahan dalam sistem pemilu legislatif dari proporsional tertutup ke proporsional terbuka suara terbanyak.
Kedua, perubahan dalam perilaku memilih pemilih Indonesia dari berbasis aliran (ideologi partai politik) ke arah berbasis pada figur individu.