Ini Kata Pakar Hukum Pidana soal Saksi Meringankan Ferdy Sambo
Sebelumnya, sidang perdana kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J juga telah digelar pada 17 Oktober 2022.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Pidana Jamin Ginting menyoroti keterangan saksi ahli yang dihadirkan untuk meringankan terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi dalam sidang lanjutan kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J pada Selasa (27/12/2022) kemarin.
Ia mengatakan bahwa dalam memutuskan suatu perkara, hakim akan menentukan pidana bagi terdakwa sesuai dengan Pasal 183 KUHAP.
Pasal tersebut berbunyi: 'untuk menentukan pidana kepada terdakwa, kesalahannya harus terbukti dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah'.
"Konteksnya adalah hakim dalam memutuskan suatu perkara harus didasarkan pada dua alat bukti beserta keyakinan, pasal 183," jelas Jamin dalam tayangan Kompas TV, Rabu (28/12/2022).
Baca juga: Ahli Pidana Ungkap Perbuatan Hukum Bharada E Bisa Dihapuskan Karena Turuti Perintah Ferdy Sambo
Sementara itu, dua alat bukti yang dimaksud diperoleh dari Pasal 184 ayat (1) KUHAP bahwa 'alat bukti yang sah adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa'.
Dalam sidang lanjutan ini, salah satu alat bukti pun telah terpenuhi yakni keterangan saksi ahli.
"Nah dua alat bukti itu didapat dari mana? Dua alat bukti itu didapat dari pasal 184 yang terdiri dari saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Jadi kalau mau memutuskan, perlu ada dua alat bukti, salah satu alat bukti itu adalah keterangan ahli," papar Jamin.
Namun demikian, Hakim masih memerlukan satu alat bukti lainnya sebelum memutuskan pidana apa yang layak dijatuhkan terhadap terdakwa.
"Jadi keterangan ahli saja, sebenarnya itu kan sudah alat bukti, jadi ini perlu satu alat bukti lain," kata Jamin.
Ada dua hal yang perlu disorot yakni apakah keterangan saksi ahli ini dapat diterima sebagai suatu pertimbangan atau tidak.
"Keterangan ahli itu dapat diterima sebagai suatu keterangan dalam pertimbangan majelis hakim, tapi keterangan ahli itu bisa juga tidak dimasukkan atau tidak dapat diterima," tutur Jamin.
Hal itu, kata dia, kembali pada fungsi dari keterangan yang disampaikan oleh ahli yang dihadirkan yakni 'membuat terang' pengetahuan Hakim mengenai suatu perkara.
"Kenapa? Karena keterangan ahli itu fungsinya untuk membuat terang suatu perkara. Yang dulunya Hakim tidak punya pengetahuan tentang hal tersebut, menjadi terang pengetahuannya tentang hal yang dijelaskan oleh ahli tersebut," pungkas Jamin.
Sebelumnya, sidang perdana kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J juga telah digelar pada 17 Oktober 2022.
Dalam berkas dakwaan tersebut, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal, Kuat Maruf dan Bharada Richard Eliezer disangkakan melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 56 ke-1 KUHP.
Namun Richard Eliezer turut berstatus sebagai Justice Collaborator.
Sedangkan untuk kasus Obstruction of Justice, Ferdy Sambo serta Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Baiquni Wibowo, Arif Rahman, Chuck Putranto dan Irfan Widyanto yang terlibat, dijerat Pasal 49 Jo Pasal 33 dan/atau Pasal 48 Ayat 1 Jo Pasal 32 Ayat (1) Nomor 19 Tahun 2016 UU ITE.
Mereka juga disangkakan melanggar Pasal 55 Ayat (1) dan/atau Pasal 221 Ayat (1) ke-2 dan/atau Pasal 233 KUHP.