Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ini Kata Pakar Hukum Pidana soal Saksi Meringankan Ferdy Sambo

Sebelumnya, sidang perdana kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J juga telah digelar pada 17 Oktober 2022.

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Ini Kata Pakar Hukum Pidana soal Saksi Meringankan Ferdy Sambo
Warta Kota/YULIANTO
Terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Ferdy Sambo menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (19/12/2022).  Agenda persidangan hari ini akan menghadirkan Lima saksi ahli dari jaksa penuntut umum (JPU), mulai dari ahli forensik, digital forensik, Inafis, dan kriminologi berikut nama-nama saksi yang dihadirkan Farah P Karow (ahli forensik), Ade Firmansyah (ahli forensik), Adi Setya (ahli digital forensik), Eko Wahyu Bintoro (ahli inafis), dan Prof Dr Muhamad Mustofa (ahli kriminologi). Warta Kota/YULIANTO 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fitri Wulandari

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Pidana Jamin Ginting menyoroti keterangan saksi ahli yang dihadirkan untuk meringankan terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi dalam sidang lanjutan kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J pada Selasa (27/12/2022) kemarin.

Ia mengatakan bahwa dalam memutuskan suatu perkara, hakim akan menentukan pidana bagi terdakwa sesuai dengan Pasal 183 KUHAP.

Pasal tersebut berbunyi: 'untuk menentukan pidana kepada terdakwa, kesalahannya harus terbukti dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah'.

"Konteksnya adalah hakim dalam memutuskan suatu perkara harus didasarkan pada dua alat bukti beserta keyakinan, pasal 183," jelas Jamin dalam tayangan Kompas TV, Rabu (28/12/2022).

Baca juga: Ahli Pidana Ungkap Perbuatan Hukum Bharada E Bisa Dihapuskan Karena Turuti Perintah Ferdy Sambo

Sementara itu, dua alat bukti yang dimaksud diperoleh dari Pasal 184 ayat (1) KUHAP bahwa 'alat bukti yang sah adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa'.

Dalam sidang lanjutan ini, salah satu alat bukti pun telah terpenuhi yakni keterangan saksi ahli.

BERITA REKOMENDASI

"Nah dua alat bukti itu didapat dari mana? Dua alat bukti itu didapat dari pasal 184 yang terdiri dari saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Jadi kalau mau memutuskan, perlu ada dua alat bukti, salah satu alat bukti itu adalah keterangan ahli," papar Jamin.

Namun demikian, Hakim masih memerlukan satu alat bukti lainnya sebelum memutuskan pidana apa yang layak dijatuhkan terhadap terdakwa.

"Jadi keterangan ahli saja, sebenarnya itu kan sudah alat bukti, jadi ini perlu satu alat bukti lain," kata Jamin.

Ada dua hal yang perlu disorot yakni apakah keterangan saksi ahli ini dapat diterima sebagai suatu pertimbangan atau tidak.

"Keterangan ahli itu dapat diterima sebagai suatu keterangan dalam pertimbangan majelis hakim, tapi keterangan ahli itu bisa juga tidak dimasukkan atau tidak dapat diterima," tutur Jamin.


Hal itu, kata dia, kembali pada fungsi dari keterangan yang disampaikan oleh ahli yang dihadirkan yakni 'membuat terang' pengetahuan Hakim mengenai suatu perkara.

"Kenapa? Karena keterangan ahli itu fungsinya untuk membuat terang suatu perkara. Yang dulunya Hakim tidak punya pengetahuan tentang hal tersebut, menjadi terang pengetahuannya tentang hal yang dijelaskan oleh ahli tersebut," pungkas Jamin.

Sebelumnya, sidang perdana kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J juga telah digelar pada 17 Oktober 2022.

Dalam berkas dakwaan tersebut, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal, Kuat Maruf dan Bharada Richard Eliezer disangkakan melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 56 ke-1 KUHP.

Namun Richard Eliezer turut berstatus sebagai Justice Collaborator.

Sedangkan untuk kasus Obstruction of Justice, Ferdy Sambo serta Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Baiquni Wibowo, Arif Rahman, Chuck Putranto dan Irfan Widyanto yang terlibat, dijerat Pasal 49 Jo Pasal 33 dan/atau Pasal 48 Ayat 1 Jo Pasal 32 Ayat (1) Nomor 19 Tahun 2016 UU ITE.

Mereka juga disangkakan melanggar Pasal 55 Ayat (1) dan/atau Pasal 221 Ayat (1) ke-2 dan/atau Pasal 233 KUHP.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas