UU Cipta Kerja Dinilai Cacat Formil, Demokrat: Penerbitan Perppu Bukan Solusi
Jansen Sitindaon menilai UU Cipta Kerja telah dinyatakan cacat formil oleh Mahkamah Konstitusi, dan penerbitan Perppu oleh Jokowi bukanlah solusi
Editor: Muhammad Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Demokrat menolak diterbitkannya peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja sebagai pengganti Undang-Undang Cipta Kerja.
Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Jansen Sitindaon menilai UU Cipta Kerja telah dinyatakan cacat formil oleh Mahkamah Konstitusi, dan penerbitan Perppu oleh Presiden Jokowi bukanlah sebuah solusi.
"Kami Partai Demokrat, sebagai Partai yang sejak awal di DPR menolak UU Ciptaker/Omnibus Law, menolak Perppu yag dikeluarkan Presiden cq Pemerintah," kata Jansen kepada wartawan melalui pesan singkatnya, dikutip Sabtu (31/12/2022).
Baca juga: Asosiasi Serikat Pekerja Tuntut Pemerintah Terbitkan Perppu Pembatalan Omnibus Law UU Cipta Kerja
Jansen menjelaskan, pertimbangan Putusan MK di halaman 412 angka 3.19, telah secara tegas menyatakan UU Cipta Kerja Cacat Formil. Menurutnya, proses pembentukannya tidak memenuhi ketentuan berdasarkan UUD 1945.
"Di halaman 413 s/d 414 angka 3.20.1; 3.20.2, 3.20.3, 3.20.4, dan Amar Putusan halaman 416 s/d 417 angka 3 dan 5: MK menegaskan kembali UU Ciptaker ini inkonstitusional secara bersyarat. Untuk itu MK memberi kesempatan 2 tahun kepada pembentuk UU untuk memperbaikinya. Jika itu tidak dilakukan, UU Ciptaker ini akan inkonstitusional secara permanen dan aturan lama yg telah dicabut berlaku kembali agar tidak terjadi kekosongan hukum," tutur Jansen.
Menurut Jansen, putusan MK No 91/PUU-XVIII/2022 terkait UU Ciptaker ini dikeluarkan 3 Nopember 2021. Dimana jatuh tempo masa perbaikannya hingga Nopember 2023. Jika memiliki 'niat baik' dengan waktu yang begitu lama ini, harusnya pemerintah membawa kembali UU ini ke DPR utk dibahas dan diperbaiki. Bukan malah tiba-tiba hari ini mengeluarkan Perppu;
"Dalam Amar Putusan MK angka 7 halaman 417 telah dengan secara tegas dinyatakan: “agar menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yg bersifat strategis dan berdampak luas”. Artinya terhadap UU Ciptaker yang telah dinyatakan cacat formil ini, harusnya: solusinya bukan Presiden cq Pemerintah mengeluarkan Perppu, namun dibahas dan diperbaiki kembali 'dengan melibatkan partisipasi masyarakat secara lebih maksimal dan bermakna' sebagaimana kata-kata dalam putusan MK itu sendiri," paparnya.
Baca juga: Said Iqbal Angkat Suara Sikapi Keluarnya Perppu UU Cipta Kerja
Masih kata Jansen, Demokrat berpendapat tindakan pemerintah dengan mengeluarkan Perppu, telah nyata-nyata 'mengangkangi' dan tidak sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang harusnya dipatuhi. Menurutnya, jika pemerintah sendiri tidak mematuhi putusan hukum bagaimana rakyat diminta untuk patuh? Ini bukan contoh yang baik dalam bernegara.
"Terkait ikwal keadaan darurat, mendesak dan memaksa, kami juga melihat hal itu tidak terpenuhi. Benar, itu hak subjektif Presiden menilainya. Namun Presiden sendiri dalam banyak kesempatan menyatakan keadaan kita baik-baik saja. Ini tentu bertolak belakang dengan syarat-syarat keluarnya Perppu," ujarnya.
Lebih lanjut dikatakan Jansen, karena kita ini negara hukum, keadaan darurat itu juga bisa diukur oleh publik yang adalah bagian dari masyarakat hukum Indonesia. Penilaian subjektif Presiden bukanlah titah yg serta merta harus jadi hukum.
Dikatakannya, kita punya sistem perlembagaan 'check and balances' agar ungkapan Perancis “L'etat Ce's Moi”: negara adalah aku, tidak terjadi di Indonesia ini. Apalagi UU Cipta Kerja ini sejak awal banyak ditolak masyarakat dan berakhir diuji ke MK.
"Untuk itu dalam masa sidang berikutnya, DPR harusnya menolak Perppu ini dan patuh pada putusan MK untuk diperbaiki. Jikapun tidak, karena dominannya kursi blok pemerintah di parlemen kami Partai Demokrat melalui fraksi di DPR akan menolak ini," tegasnya.
Jansen menekankan, karena kita ini negara hukum harusnya putusan MK dalam kasus UU Cipta Kerja inilah yang jadi pegangan semua, tidak terkecuali pemerintah. "Yang juga menjadi pihak dalam perkara ini dan argumennya telah didengar Mahkamah. Oleh MK, UU Ciptaker ini telah dinyatakan cacat formil. Harusnya diperbaiki, bukan malah diterabas dengan mengeluarkan Perppu karena merasa punya hak dan kuasa untuk itu," ujarnya.
Baca juga: Partai Buruh: Perppu Cipta Kerja Sudah Pilihan Terbaik
Pemerintah Terbitkan Perppu Cipta Kerja
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjelaskan alasan menerbitkan peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja sebagai pengganti Undang-Undang Cipta Kerja.
Menurut Presiden, Perppu tersebut merupakan antisipasi Pemerintah terhadap kondisi ketidakpastian global.
“Jadi memang, kenapa Perppu, kita tahu kita kelihatannya normal, tapi diintip oleh ancaman ancaman ketidakpastian global,” kata Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat, (30/12/2022).
Ketidakpastian global tersebut salah satunya menyebabkan krisis keuangan. Saat ini kata presiden terdapat 14 negara yang sudah mendapatkan bantuan pendanaan dari lembaga moneter dunia (IMF). Selain itu 28 negara yang sudah mengajukan proposal bantuan kepada IMF.
“Ini sebetulnya dunia ini sedang tidak baik baik saja, ancaman ancaman risiko ketidakpastian itu yang menyebabkann kita mengeluarkan Perppu,” katanya.
Baca juga: Jokowi: Jangan Campur Adukkan Pencabutan PPKM dengan Perppu Cipta Kerja
Menurut dia, Perppu tersebut untuk memberikan kepastian hukum dan kekosongan hukum yang salah satunya terkait investasi.
Presiden mengatakan, pertumbuhan ekonomi 2023 sangat bergantung pada investasi, selain ekspor.
“Itu yang paling penting, karena ekonomi kita di 2023 akan sangat teergantung pada investasi dan ekspor,” pungkasnya.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo menerbitkan peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja sebagai pengganti Undang-Undang Cipta Kerja.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa pemerintah menerbitkan Perppu berkaitan Undang-Undang Cipta Kerja karena alasan mendesak.
"Hari ini telah diterbitkan Perppu nomor 2 tahun 2022 tertanggal 30 desember 2022. Pertimbangannya adalah kebutuhan mendesak," Kata Airlangga di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (30/12/2022).
Pemerintah menerbitkan Perppu sebagai antisipasi terhadap dinamika kondisi global mulai dari ancaman resesi, inflasi, stagflasi, dan lainnya. Belum lagi ancaman krisis keuangan yang menyebabkan sejumlah negara berkembang meminta bantuan pendanaan dari IMF.
"Jadi kondisi krisis ini untuk emerging developing country menjadi sangat real, dan juga terkait geo politik tentang Ukraina-Rusia dan konflik lain juga belum selesai dan pemerintah juga menghadapi tentu semua negara menghadapi krisis pangan, energi, keuangan dan perubahan iklim," Kata Airlangga.
Airlangga mengatakan diterbitkannya Perppu juga sebagai bentuk kepastian hukum dari Undang-undnag Cikta Kerja. Putusan MK mengenai UU Cipta Kerja sangat mempengaruhi perilaku dunia usaha baik itu di dalam negeri maupun luar negeri.
Baca juga: Dalih Jokowi Terbitkan Perppu Cipta Kerja: dari Inflasi hingga Perang Rusia-Ukraina
“Sehingga tentunya dengan keluarnya Perppu nomor 2 tahun 2022 ini diharapkan kepastian hukum bisa terisi dan ini menjadi implementasi dari putusan MK,” pungkasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.