Lin Che Wei Divonis 1 Tahun Penjara dalam Kasus Minyak Goreng, Majelis Hakim Sempat Berbeda Pendapat
Lin Che Wei divonis satu tahun penjara kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO dan produk turunannya.
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Adi Suhendi

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan anggota tim asistensi Kementerian Koordinator (Kemenko) Perekonomian, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei divonis satu tahun penjara kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO dan produk turunannya.
Vonis tersebut dibacakan pada Rabu (4/1/2023) di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Dalam persidangan putusan terhadap Lin Che Wei, sempat terjadi dissenting opinion atau perbedaan pendapat di antara Majelis Hakim
Perbedaan pendapat tersebut disampaikan Hakim Anggota 2, Muhamad Agus Salim.
Di dalam persidangan, dirinya menyampaikan sembilan poin terkait perbedaan pendapat yang dimaksud.
Baca juga: Dissenting Opinion Hakim: Lin Che Wei Tak Terima Keuntungan Pribadi Terkait Kelangkaan Minyak Goreng
Pertama, fakta hukum yang dianggap membuktikan bahwa Lin Che Wei tidak pernah melakukan pengurusan Persetujuan Ekspor (PE) terhadap crude palm oil (CPO) dan produk turunannya, termasuk minyak goreng.
Kedua, Lin Che Wei dianggap tidak memperoleh keuntungan pribadi dalam menangani kelangkaan minyak goreng sebagai anggota tim asistensi Kemenko Perekonomian.
Ketiga, Hakim menganggap Lin Che Wei tidak terbukti menyalahgunakan wewenangnya sebagai tim asistensi Kemenko Perekonomian.
"Terdakwa terbukti tidak pernah menyalah gunakan wewenangnya sebagai tim asistensi Kemenko Perekonomian memberikan rekomnendasi persetujuan ekspor CPO dan produk turunannya," ujar Salim dalam sidang putusan pada Rabu (4/1/2023).
Baca juga: Pleidoi Lin Che Wei Dituntut 8 Tahun di Kasus Minyak Goreng: Saya Apresiasi Kejaksaan
Keempat, perbuatan Lin Che Wei dalam ulaya penanganan kelangkaan minyak goreng dianggap Hakim pasif.
Sebab, Lin Che Wei baru bertindak setelah adanya permintaan dari Menteri Perdagangan pada saat itu, Muhammad Lutfi.
"Kalaupun inisiasi zoom meeting, merupakan perintah dari Mendag tentang komitmen dari para pelaku usaha," katanya.
Baca juga: Kesaksian Direktur Komersial PHG di Sidang Kasus Minyak Goreng, Ungkap Peran Lin Che Wei
Kelima, zoom meeting yang diikuti Lin Che Wei bersifat terbuka. Kalaupun ada permintaan yang disampaikan dari pelaku usaha, disampaikan kepada pejabat yang berwenang, yaitu Mendag atau Dirjen Daglu.
Keenam, bahwa terdakwa Lin Che Wei diikuti dalam pembahasan oleh Mendag Lutfi sebatas menyampaikan analisa atau solusi dalam kelangkaan minyak goreng. Artinya kajian dan saran Lin Che Wei bukan keputusan dari pejabat yang berwenang.
Ketujuh, rekomendasi atau usulan Lin Che Wei terkait domestic market obligation (DMO) yang kurang dari 20 persen tidak mempunyai daya mengikat, maka rekomendasi tersebut tidak mengandung kesalahan dan tidak mengandung terjadinya kesalahan kausa atau sebab.
Kedelapan, terdakwa tidak menerima honor dari pemerintah yang meminta jasanya, maka tidak tepat jika terdakwa disamakan derajatnya dengan pejabat negara yang memiliki wewenang. Sementara sebagai swasta, terdakwa dianggap tidak pernah menyalahgunakan jabatannya sebagai founder IRAI.
Kesembilan, Lin Che Wei tidak bisa diklasifikasikan sebagai turut serta karena sudah ada perbuatan yang terjadi sebagai tindak pidana yang dilakukan oran lain. Oleh karena itu, perbuatan terdakwa dianggap tidak terbukti dan bukan sebagai pelaku turut serta sebagaimana pasal 55 KUHP.
Sebelumnya, lima terdakwa kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak goreng telah divonis hukuman penjara oleh Majelis Hakim pada hari ini, Rabu (4/1/2023) di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Kelimanya sama-sama diputuskan bersalah karena dianggap terbukti melakukan tindak pidana korupsi berdasarkan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Majelis Hakim pun menjatuhkan vonis berbeda-beda bagi masing-masing terdakwa, mulai dari satu tahun hingga tiga tahun penjara.
Indrasari Wisnu Wardjana dijatuhi hukuman tiga tahun penjara
Kemudian Master Parulian dijatuhi hukuman satu tahun enam bulan penjara.
Lalu Lin Che Wei, Stanley MA, dan Pierre divonis satu tahun penjara.
Selain itu, Majelis Hakim juga menjatuhkan hukuman berupa denda.
Masing-masing dijatuhi hukuman denda Rp 100 juta atau penjara dua bulan.
"Menjatuhkan pidana penjara terdakwa tiga tahun dan denda 100 juta. Apabila denda tersebut tidak dibayar akan diganti pidana kurungan dua bulan," ujar Hakim Ketua, Liliek Prisbawono Adi di dalam persidangan.
Tuntutan Jaksa Penuntut Umum
Sebelumnya, JPU telah menuntut Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei hukuman delapan tahun penjara.
Lin Che Wei juga dituntut untuk membayar denda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan.
"Menuntut supaya majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengadili perkara ini memutuskan satu menyatakan Lin Che Wei terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah," kata jaksa penuntut umum ketika membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Kamis (22/12/2022).
Selain Lin Che Wei, jaksa juga menuntut agar mantan Dirjen Daglu Kemendag, Indrasari Wisnu Wardhana, dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.
Indrasari diyakini juga terbukti bersalah terkait ekspor minyak goreng.
"Menjatuhkan pidana penjara berupa tujuh tahun dikurangi masa tahanan dan denda sebesar Rp 1 miliar," kata jaksa.
Sementara tiga terdakwa lainnya yakni, General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang, dituntut 11 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan.
Togar juga dituntut untuk membayar uang pengganti Rp4,5 triliun paling lama satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.
Kemudian, Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari, Stanley MA, dituntut 10 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Stanley juga dituntut untuk membayar uang pengganti sebesar Rp860 miliar.
Sedangkan terdakwa Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor, dituntut 12 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Dia juga dituntut untuk membayar uang pengganti sebesar Rp10 triliun paling lama 1 bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.
Dalam perkara ini, para terdakwa telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam dakwaan Primair Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.