Saksi Ahli Sebut Tak Ada Unsur Pembunuhan Berencana karena Ferdy Sambo Tidak Dalam Kondisi Tenang
Saksi Ahli Said Karim sebut unsur pembunuhan berencana pada kasus Brigadir J tidak terpenuhi karena kondisi Ferdy Sambo marah besar saat kejadian.
Penulis: Rifqah
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Saksi Ahli Hukum Pidana dan Kriminologi dari Universitas Hasanuddin (Unhas), Said Karim, mengatakan unsur pembunuhan berencana pada kasus Nofriansyah Yoshua Hutabarat (Brigadir J) tidak terpenuhi karena kondisi Ferdy Sambo tidak dalam keadaaan tenang.
Hal tersebut disampaikan ketika Said Karim menjadi saksi ahli meringankan bagi terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi dalam sidang pembunuhan Brigadir J di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (3/1/2023).
Said Karim meyakini Ferdy Sambo dalam kondisi marah besar sebelum membunuh Brigadir J.
Hal tersebut disebabkan, saat itu Ferdy Sambo baru saja menerima pemberitahuan dari istrinya, Putri Candrawathi, yang mengaku telah dirudapaksa Brigadir J.
Oleh karena itu, Said mengatakan Ferdy Sambo tidak dalam keadaan tenang ketika pembunuhan Brigadir J terjadi.
Said juga menyinggung mengenai perasaan seorang suami ketika tahu jika istrinya mengalami pelecehan seksual.
Baca juga: Penasehat Hukum Tak Terima Jaksa Sebut Ferdy Sambo Pelaku Utama dalam Kasus Pembunuhan Brigadir J
Said meyakini semua lelaki normal akan marah, kecuali jika lelaki itu tidak normal.
"Semua lelaki normal di dunia ini kalau mendengar kabar istrinya diperkosa, saya yakin dan percaya dia pasti marah. Kecuali kalau dia tidak normal."
"Tapi kalau dia normal, pasti mendidih darahnya, memuncak kemarahannya," ungkap Said Karim.
"Karena itu adalah harkat dan martabat yang harus dipertahankan."
"Dalam kondisi yang demikian, terdakwa FS (Ferdy Sambo) yang mendapatkan pemberitahuan tersebut, sejak menerima pemberitahuan tersebut, menurut pendapat saya sebaga ahli dia sudah tidak dalam keadaan tenang," kata Said Karim.
Kendati demikian, Said mengatakan bahwa dalam keadaan kondisi tenang atau tidaknya Ferdy Sambo pada saat kejadian, harus dijelaskan oleh ahli psikologi forensik juga.
Lantaran hal tersebut menyangkut kondisi kejiwaan seseorang.
"Ini terkait atau menyangkut scientific, karena tenang atau tidak tenang adalah aspek kejiwaan."
"Maka itu adalah tentunya bisa dijelaskan oileh ahli posikologi forensik. Demikian catatan atau pendapat saya," ucap Said Karim.
Baca juga: Kubu Ferdy Sambo Soroti Peran Brigadir J, Ahli Pidana Sebut Korban Berperan Timbulkan Tindak Pidana
Said Karim Ungkap Beda Pasal 338 dan Pasal 340
Said menambahkan, seseorang bisa dianggap melakukan tindak pidana sejak adanya niat untuk melakukan perbuatan pidana.
Said juga menjelaskan terkait perbedaan mendasar dari Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan biasa dengan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.
"Perbedaan mendasarnya pada Pasal 340 ada perencanaan terlebih dahulu. Unsur esensial, Pasal 340 harus dilakukan dengan direncanakan terlebih dahulu," katanya.
Kemudian, Said menjelaskan makna yuridis dari harus direncanakan terlebih dahulu, yakni direncanakan lebih dulu setelah itu harus ada waktu antara niat dengan pelaksanaan.
Waktu tersebut disyaratkan tidak boleh terlalu singkat dan tidak boleh terlalu lama.
"Tetapi yang penting ada waktu untuk berpikir bagi pelaku untuk berencana memikirkan bagaimana perbuatan pembunuhan dilakukan dan di mana dilakukan," katanya.
Baca juga: Ferdy Sambo-Putri Candrawathi Kompak Tolak Berikan Kesaksian di Sidang Pembunuhan Brigadir J
"Jadi pada diri pelaku harus ada suatu keadaan berpikir dengan tenang. Ini syarat pembunuhan berencana, yakni harus ada waktu dimana pelakunya berpikir dengan tenang," kata Said.
"Yang menjadi pertanyaan dalam pemeriksaan perkara ini, saat FS mendapat pemberitahuan dari istrinya yang telah diperkosa, apakah bisa tenang," tandasnya.
Niat Awal Ferdy Sambo
Said Karim juga turut menjelaskan mengenai niat awal Ferdy Sambo.
Said mengartakan bahwa niat awal Ferdy Sambo bukan untuk membunuh Brigadir J, tetapi hanya akan melakukan klarifikasi.
Menurut Said, tidak ada bentuk kesengajaan dalam tindak pembunuhan tersebut.
Berawal dari Kuasa Hukum Ferdy Sambo, Febri Diansyah, yang menanyakan soal pasa pembunuhan.
Di mana pasal tersebut mengatakan bahwa seseorang disebut membunuh jika ada kesengajaan.
"Si pelaku pembunuhan baru bisa dikatakan dengan sengaja kalau dia betul-betul menghendaki kematian korban, bagaimana kalau sebenarnya tidak ada rencana untuk melakukan pembunuhan tapi rencana yang ada adalah untuk melakukan klarifikasi?" tanya Febri kepada Said, Selasa (3/1/2023).
Said menjawab bahwa mengenai unsur kesengajaan, harus ada perbuatan yang nyata dari pelaku penyebab kematian, serta sudah dikehendaki pelaku.
Baca juga: Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi Diperiksa Sebagai Terdakwa Kasus Tewasnya Brigadir J Pekan Depan
"Kesengajaan itu harus ada perbuatan nyata dalam kasus pembunuhan, harus ada perbuatan nyata dari pelaku yang menyebabkan terjadinya kematian ada orang yang meninggal dunia dan kematian ini memang dikehandaki dari pelaku," kata Said.
Kemudian, berdasarkan kronologi pembunuhan Brigadir J, Said juga mengatakan bahwa tidak ada unsur berencana.
"Kalau saya mendengar uraian kronologis dari bapak penasihat hukum kepada saya, saya tidak melihat adanya unsur berencana di situ."
"Karena serta merta langsung berhenti lalu kemudian hendak melakukan klarifikasi, tapi itu lagi-lagi semua pihak mempunyai kewenangan untuk menilai masing-masing," kata Said.
(Tribunnews.com/Rifqah) (Wartakotalive.com/Nurmahadi/Budi Sam Law Malau)