KPK Ungkap Titik Rawan Korupsi Dana Haji
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan titik rawan korupsi pada penyelenggaraan haji di Indonesia.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Theresia Felisiani
Diperlukan efisiensi dengan memangkas hal-hal yang tidak diperlukan agar pembiayaan tidak membengkak.
Pos-pos yang dihilangkan tersebut dapat diganti atau memanfaatkan sumber daya yang selama ini tersedia.
“Kalau ada masalah di kemudian hari, peluang, atau rentan korupsi harus diperbaiki sistemnya,” ujar Firli.
Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan menambahkan, dari kajian KPK, diperlukan adanya harmonisasi regulasi dan hubungan kelembagaan antara BPKH dan Kementerian Agama (Kemenag).
Perlu ada penyelarasan substansi antara UU No. 34 Tahun 2014 dan UU No. 8 Tahun 2019.
Disharmoni ini dapat dilihat dari perbedaan definisi BPIH, mekanisme penetapan BPIH, serta pelaporan pertanggungjawaban PIH antara kedua UU tersebut.
Jika ditelaah, UU No. 8 Tahun 2019 dinilai mengabaikan fungsi dari BPKH dalam pengendalian dan pengawasan keuangan haji.
Baca juga: Legislator PKS: Tambahan Operasional Dana Haji Tak Boleh Dibebankan kepada Jemaah
Di sisi lain, terdapat masalah dimana kinerja penempatan dan investasi yang belum terlalu optimal sehingga perolehan nilai manfaat belum optimal.
Pun, pemilihan BPS-BPIH pengelola nilai manfaat berpotensi rawan korupsi karena tidak semuanya melalui proses lelang, tetapi berdasarkan permohonan dari BPS-BPIH.
Juga masih lemahnya pengawasan dalam penyaluran dana kemaslahatan karena dilaksanakan tanpa tahapan sehingga rawan penyimpangan dan tidak sesuai dengan proposal yang diajukan.
Oleh karena itu, KPK merekomendasikan BPKH untuk menginventarisir masalah dengan segera memperbaiki tata kelola dan menutup celah-celah permasalahan dimaksud.
Seperti menyusun SOP penyaluran dana kemaslahatan secara bertahap untuk yang bernilai signifikan serta memperbaiki kinerja investasi dan penempatan dalam rangka peningkatan nilai manfaat.
“Dari seluruh pihak pengelola dana publik (terpenting) adalah masalah etik dan conflict of interest. Kredibilitas ini dilihat publik bagaimana (BPKH) menjalankan baik yang kelihatan maupun yang secara terukur telah dijelaskan,” kata Pahala.
Sementara itu, Kepala Badan Pelaksana BPKH Fadlul Imansyah mengucapkan terima kasih kepada KPK karena melalui kajian ini pihaknya dapat mengetahui pos-pos yang harus diperbaiki.