VIDEO Ferdy Sambo: Waktu Itu Emosi dan Amarah Kalahkan Logika Saya
Ferdy Sambo mengaku menyesal telah membuat skenario pembunuhan terhadap ajudannya Brigadir J
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Kadiv propam Ferdy Sambo mengaku menyesal telah membuat skenario pembunuhan terhadap ajudannya Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Penyesalan tersebut diungkap Ferdy Sambo dalam persidangan lanjutan kasus obstruction of justice penyidikan pembunuhan Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Kamis (5/1/2023).
Apalagi, kejadian itu telah membuat institusi Polri terdampak.
Diketahui, Ferdy Sambo membuat skenario kematian Brigadir J lantaran tembak menembak dengan Bharada Richard Eliezer alias Bharada E di rumah dinasnya Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan pada 8 Juli 2022 lalu.
Ferdy Sambo mengakui dirinya tak memikirkan panjang saat melibatkan sejumlah anggota Polri untuk mendukung skenario yang dibuatnya agar berjalan mulus.
Hal itu karena dirinya dikuasai amarah dan emosi.
"Saya waktu itu emosi dan amarah mengalahkan logika saya."
"Dan saya lupa saya ini siapa waktu itu dan dampaknya terhadap institusi saya. Lupa yang mulia," kata Ferdy Sambo.
Saat itu, Ferdy Sambo mengakui bahwa dirinya terlalu percaya diri bahwa skenario yang dibuatnya soal kematian Brigadir J bisa berjalan mulus sesuai rencana.
Ferdy Sambo menjelaskan dirinya semakin percaya diri karena sempat melibatkan 4 unit satuan kerja di Korps Bhayangkara untuk membantu penyidikan dalam kasus tersebut.
Empat unit itu adalah Polres Jakarta Selatan, Provos Propam Polri, Paminal Propam Polri dan Bareskrim Polri.
"Saya waktu itu terlalu percaya diri. Karena saya menganggap dengan hadirnya Propam, tembak menembak antara anggota, Polres olah TKP, Bareskrim ini karena melibatkan anggota Mabes Polri jadi dia bisa membackup," jelasnya.
Lalu, Hakim Ketua Majelis Hakim Pengadilan Jakarta Selatan bertanya maksud percaya diri yang dimaksudkan Ferdy Sambo.
Kemudian, Ferdy Sambo menyebut dirinya sempat percaya diri skenarionya bisa berjalan mulus.
Apalagi, kata Ferdy Sambo, dirinya juga sempat sengaja menembakan senjata api ke arah dinding.
Adapun hal tersebut dilakukan supaya seolah adanya aksi tembak menembak antara ajudan.
"Dalam hal membuat skenario itu karena saya pikir dengan sudah menembakan senjata Yosua ke dinding kemudian untuk menyelamatkan Richard ada tembak menembak ini berarti perlawanan ada di Perkap 1 2009 penggunaan kekuatan ini bisa masuk," jelas Ferdy Sambo.
Namun, Sambo mengakui bahwa dirinya menyesal telah membuat skenario tersebut.
Apalagi, ulahnya kini telah membuat sejumlah anggota Polri terseret dan terkena sanksi pelanggara kode etik dan profesi.
"Jadi ini mungkin pikiran singkat saya waktu itu bagaimana kemudian penembakan ini bisa membantu atau melepaskan Richard. Itu yang saya sesali itu," katanya.
Untuk informasi, Brigadir Yoshua Hutabarat alias Brigadir J menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.
Brigadir J tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawathi bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.
Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Brigadir J.
Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada E didakwa melakukan pembunuhan berencana.
Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.
Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.
Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.(*)