Sejarah PDIP, Berhasil Hantarkan Jokowi Jadi Presiden 2 Periode hingga Jadi Partai Terkuat Saat Ini
Sebelum menjadi Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) terjun ke dunia politik dengan menunggangi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) tahun 2005
Penulis: Galuh Widya Wardani
Editor: Arif Fajar Nasucha

TRIBUNNEWS.COM - Sejarah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) hingga akhirnya menjadi partai terkuat saat ini.
Mengutip Kompas.com, Partai politik Indonesia ini pertama kali didirikan pada 10 Januari 1999 di Lenteng Agung Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Adapun kantor pusat PDIP berada di Jalan Diponegoro 58, Jakarta Pusat.
Kantor ini telah digunakan saat pemerintahan Orde Baru, bahkan saat partai ini masih bernama Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Sebagaimana diketahui, PDIP pada mulanya bernama PDI.
PDI dibentuk di masa rezim Orde Baru, yakni pada 10 Januari 1973.
Baca juga: Megawati Bisa Maju di Bursa Capres 2024, PDIP Siapkan Kejutan di Perayaan HUT ke-50
Adapun partai ini adalah bentukan dari penggabungan lima partai politik.
Adapun kelima partai tersebut adalah Partai Nasional Indonesia (PNI) yang didirikan Ir. Sukarno pada 4 Juli 1927, Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Murba), Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), Partai Kristen Indonesia (Parkindo), dan Partai Katolik.
Sejak terbentuk, PDI kerap mengalami konflik internal dalam tubuh partainya sendiri.
Persoalan semakin meruncing saat pemerintahan Orde Baru ikut campur masalah intern partai.
Apalagi, perseteruan di dalam tubuh PDI memanas ketika Megawati Soekarnoputri dipilih sebagai Ketua Umum.
Ia dipilih pada saat digelarnya Kongres Luar Biasa (KLB) PDI yang digelar di Asrama Haji Sukolilo pada 2-6 Desember 1993.
Pada saat itu, Pemerintahan Orde Baru menolak pencalonan Megawati.
Bahkan sempat pula menerbitkan larangan mendukung pencalonan anak Bapak Proklamator Indonesia ini.
Akan tetapi, para anggota PDI yang hadir saat itu tidak menghiraukan larangan pemerintah Orde Baru.
PDI tetap menetapkan Megawati sebagai Ketum DPP PDI periode 1993-1998 secara de facto.
Megawati kemudian dikukuhkan di Musyawarah Nasional (Munas) PDI yang digelar pada 22-23 Desember 1993 di Jakarta.
Kendati demikian, dikukuhkannya Megawati tidak lantas membuat PDI menang.
Pasalnya, suara internal PDI tidak bulat untuk mendukung Megawati.
Hingga pada akhirnya 20 Juni 1996 terjadilah gejolak di dalam tubuh berlambang kepala banteng ini.
Para pendukung Megawati bentrok dengan aparat keamanan yang menjaga kongres di Asrama Haji Medan, Sumatera Utara.
Pemerintahan Orde Baru yang dipimpin Presiden Soeharto pun lalu menetapkan Suryadi sebagai Ketua Umum DPP PDI pada 15 Juli 1996.
Baca juga: Mars PDI Perjuangan Lengkap dengan Hymne PDIP, Ini Liriknya
Tidak lama setelah itu, para pendukung Megawati lantas menggelar orasi Mimbar Demokrasi di halaman kantor DPP PDI.
Dukungan Megawati di PDI kembali menguat setelah Presiden Soeharto menyatakan berhenti dari jabatannya pada 21 Mei 1998.
Dengan berakhirnya era rezim Orde Baru ini, Megawati ditetapkan sebagai Ketua Umum PDI periode 1998-2003.
Ia ditetapkan pada saat digelarnya Kongres ke-V PDI di Denpasar, Bali.
Hingga akhirnya, Megawati mengubah nama PDI menjadi PDI Perjuangan pada 1 Februari 1999.
Adapun maksudnya adalah agar dapat mengikuti Pemilu.
Nama PDI Perjuangan kemudian dideklarasikan beserta lambang baru pada 14 Februari 1999 di Istora Senayan, Jakarta.
Pada pemilu 1999, PDI-P meraih suara 35.689.073 dan menjadi pemenang.
Partai ini kemudian mendapatkan 153 kursi di Dewan Perwakilan Rakyat.
Baca juga: Jelang HUT PDIP, Hasto Ceritakan Megawati Kerap Beri Kejutan di Acara Partai, Termasuk soal Capres
Hantarkan Jokowi jadi Presiden
Sebelum menjadi Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) terjun ke dunia politik dengan menunggangi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) pada tahun 2004.
Setahun setelahnya, ia maju dalam pemilihan Pilkada Solo 2005.
Mengutip Kompas.com, baru saja memulai debutnya di dunia politik, Jokowi berhasil memenangkan pemilihan itu.
Ia kemudian berhasil menjadi Wali Kota Solo berpasangan dengan FX Hadi Rudyatmo sebagai Wakil Wali Kota Solo.
Pada pemilihan Wali Kota Solo selanjutnya, 2010, Jokowi dan FX Hadi Rudyatmo kembali memenangkan kontestasi.

Keduanya dilantik sebagai Wali Kota dan Wakil Wali Kota Solo periode 2010-2017.
Namun, baru 2 tahun menjabat, PDIP memberi mandat ke Jokowi untuk maju di Pilkada DKI Jakarta.
Ia diusung oleh PDI-P dan Gerindra, dipasangkan dengan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Keduanya berhasil perolehan suara sebanyak 42,60 persen dan resmi terpilih sebagai Gubernur DKI Jakarta periode 2012-2017.
Pada saat menjabat Gubernur DKI Jakarta ini karier politik Jokowi terus menanjak.
Namanya melejit karena dicitrakan dekat dengan rakyat.
Popularitas itu lantas memantapkan PDI-P untuk mengusung Jokowi di Pilpres 2014.
Dipasangkan dengan Jusuf Kalla, keduanya menang dan menjadi pimpinan negara tahun 2014-2019.
Jokowi kembali bertarung di Pilpres 2019 dan berpasangan dengan Ma'ruf Amin.
Lagi-lagi Jokowi-Ma'ruf pun keluar sebagai pemenang dengan mengantongi 85.607.362 suara.
Baca juga: PDIP Beri Pertimbangan Reshuffle ke Jokowi hingga Kemungkinan Kursi Kosong Diisi Kadernya
Survei PDIP
Lembaga survei Poltracking Indonesia merilis hasil survei tingkat keterpilihan atau elektabilitas partai politik (parpol).
Adapun hasilnya, PDIP masih menjadi parpol dengan elektabilitas terkuat dengen persentase 23,2 persen.
Hal ini dikatakan Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia Hanta Yuda, Kamis (22/12/2022).
"Ini temuan kami elektabilitas partai yang pertama masih sama sebenarnya dengan survei-survei sebelumnya yang tertinggi PDI Perjuangan di angka 23,2 persen," kata Hanta Yuda.
Sementara di posisi kedua, ada Partai Gerindra (11,1 persen), kemudian Golkar (9,3 persen), Nasdem (6,9 persen), Demokrat (6,7 persen).
Selanjutnya, ada PKB (5,6 persen), PKS (5,3 persen), PAN (4,1 persen), Partai Perindo (2,8 persen) dan PPP (2,0 persen).
Adapun penyelenggaraan survei ini dilakukan dengan tatap muka langsung pada 21 hingga 27 November.
Metode yang digunakan adalah multistage random sampling dengan responden 1.220.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Malvyandie Haryadi)(Kompas.com/Aryo Putranto Saptohutomo/Fitria Chusna Farisa)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.